Satu-Satunya Tempat Terakhir di Alam Liar, Di mana Gajah, Harimau, Badak dan Orangutan Hidup Bersama

By PorosBumi 19 Nov 2024, 08:40:06 WIB Info Grafis
Satu-Satunya Tempat Terakhir di Alam Liar, Di mana Gajah, Harimau, Badak dan Orangutan Hidup Bersama

JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengingatkan rencana pengentasan mafia tanah dan penuntasan konflik agraria yang disampaikan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid tidak sebatas lip service dan gertak sambal. Perlu langkah konkret yang harus segera dilakukan agar penyelesaian konflik agraria tidak mengulangi kegagalan-kegagalan pemerintah sebelumnya.

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid hari ini, Kamis, (14/11) dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan Tahun 2024 di Jakarta menyampaikan 60 % sengketa dan konflik pertanahan melibatkan oknum internal dalam diri Kementerian ATR/BPN.

“Hal ini sebenarnya bukanlah informasi baru, dan sudah menjadi rahasia umum sejak lama. Selama pemerintahan Jokowi (2015-2023), KPA mencatat sedikitnya terjadi 2.939 letusan konflik agraria dengan luas mencapai 6,3 juta hektare dan berdampak ada 1,7 juta rumah tangga petani,” kata Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, lewat siaran pernya, Jumat (15/11/204).

Baca Lainnya :

Konflik agraria ini melibatkan korporasi-korporasi besar swasta dan negara, baik di sektor perkebunan, kehutanan, tambang dan sektor-sektor lainnya. Akar utama penyebab konflik agraria tersebut adalah adanya penerbitan sepihak HGU, HGB dan konsesi-konsesi korporasi di atas pemukiman dan lahan pertanian masyarakat.

Proses penerbitan konsesi yang tidak transparan dan tidak partisipatif ini menjadi pemicu lahirnya konflik agraria antara masyarakat dengan pihak perusahaan yang mengklaim sebagai pemilik HGU dan HGB. Proses ini tentunya melibatkan orang-orang internal di Kementerian/Lembaga, khususnya Kementerian ATR/BPN yang punya wewenang menerbitkan HGU dan HGB.

“Kita bisa pelajar dari pengentasan mafia tanah yang terjadi di masa Pemerintahan Jokowi yang hanya menyasar sengketa-sengketa pertanahan Individu. Sementara pelaku-pelaku kelas kakap yang menyebabkan konflik agraria struktural tetap dibiarkan. Sehingga pencapaian pengentasan mafia tanah tidak berkorelasi dengan penyelesaian konflik agrarian,: ujar Dewi Kartika.

KPA sejak 2016, telah mengusulkan seluas 1,6 juta hektar LPRA yang tersebar di 851 lokasi. Sampai berakhirnya kepemimpinan Jokowi, hanya 21 lokasi yang berhasil diselesaikan. Itu pun lokasi-lokasi yang sudah berstatus clean dan clear. Artinya lokasi yang secara eksisting tidak lagi mengalami konflik agraria. Padahal reforma agraria bertujuan menyelesaian konflik agraria dan mengurai ketimpangan penguasaan tanah.

“Sebab itu, tugas Menteri ATR/BPN saat ini seharusnya sudah sampai kepada aksi nyata di lapangan, bukan lagi sekedar pemetaan dan identifikasi, apalagi hanya melempar wacana. Sebab Kementerian ATR/BPN sudah memiliki banyak data, baik yang ada di pemerintahan, maupun yang telah diusulkan langsung oleh masyarakat,” tandasnya.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment