- Ukraina Dilaporkan Serang Bunker Putin Pakai Rudal Strom Shadow Inggris
- Manchester City Sodorkan Perpanjangan Kontrak Fantastis untuk Haaland
- Ilmuwan Ungkap Penyebab Pasangan Selingkuh, Begini Penjelasan Ilmiahnya
- Dari Brasil, Presiden Prabowo Ajak Pelaku Usaha Perkuat Sektor Pertanian
- HKTI Bulatkan Tekad Dukung Penuh Program Prioritas Prabowo-Gibran
- Wamen Todo Pasaribu Paparkan 3 Langkah Bangun Ekonomi Berkelanjutan
- KKP Tangani Bangkai Paus Terdampar di Sumba Timur
- Prabowo Ajak KTT G20 Entaskan Kelaparan, Mentan Gerak Cepat Bentuk Brigade Swasembada Pangan
- Duel Lawan Mike Tyson Pecahkan Rekor, Jake Paul Raup Bayaran Rp1,43 Triliun
- Menteri Dody Optimalkan Infrastruktur Irigasi untuk Dukung Ketahanan Pangan
Swasembada Pangan, Narasi Usang Namun Maha Penting Digaungkan
esai
Hendri Irawan
Pemimpin Redaksi
porosbumi.com
Baca Lainnya :
- Indonesia Darurat Melek Pustaka0
- Cara Repsol Honda Jaga Kepercayaan Diri Marquez0
- Kalahkan Federer, Djokovic Juara Wimbledon0
- Meski Akui Sudah Sulit Menang, Rossi Belum Mau Menyerah0
- Peta Wisata Bandung, Mulai dari Lembang - Ciwidey0
“Saya tekankan, dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya, kita harus mencapai swasembada pangan. Kita harus
mampu memenuhi dan memproduksi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia,”
tegas Presiden Prabowo Subianto, di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Minggu
(20/10/2024)
Penegasan Prabowo dalam pidato perdananya setelah dilantik
sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia, tentu patut diapresiasi, terutama
wajib dikawal dan diwujudkan oleh para menteri di Kabinet Merah Putih. Apalagi
dengan dukungan para pakar, Prabowo menargetkan bahwa dalam 4-5 tahun,
Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyatnya dan siap
menjadi lumbung pangan dunia.
“Kita tidak boleh tergantung pada sumber makanan dari luar.
Dalam keadaan genting, tidak ada yang akan mengizinkan barang-barang mereka
untuk kita beli,” tegas Prabowo lagi.
Diketahui, Presiden Prabowo telah melantik lebih banyak
pejabat yang secara khusus mengurus soal pangan, bahkan sampai dibentuk
Kementerian Koordinator Bidang Pangan yang dikomandoi Zulkifli Hasan. Dengan
begitu, seharusnya pemerintah punya cukup sumber daya untuk mendorong perbaikan
dan perwujudan swasembada pangan.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Koordinator
(Kemenko) Bidang Pangan, mengumumkan alokasi anggaran sebesar Rp139,4 triliun
untuk mendukung program swasembada pangan pada 2025. Dana itu, akan digunakan
untuk berbagai program strategis yang dirancang untuk meningkatkan ketahanan
pangan nasional serta memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
“Kita perlu menyatukan langkah dan membentuk tim kerja sama
yang kuat untuk mencapai tujuan swasembada pangan. Anggaran untuk ketahanan
pangan di tahun 2025 cukup besar, yaitu sekitar Rp139,4 triliun, namun akan
tersebar di beberapa kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Pertanian,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pekerjaan Umum (PU),
serta dana pupuk yang dikelola oleh BUMN,” ujar Menko Zulkifli Hasan, setelah
mengadakan rapat koordinasi bidang pangan di Kantor Kementerian Perdagangan
pada Rabu (30/10/2024).
Agenda rapat tersebut berfokus pada program dan anggaran
Kemenko Pangan serta kementerian dan lembaga yang berada di bawah koordinasi
Kemenko Pangan. Selain dari anggaran pemerintah pusat, bahwa terdapat alokasi
anggaran untuk desa yang juga mendukung ketahanan pangan. “Dana desa tahun
depan mengalokasikan Rp16,259 triliun untuk ketahanan pangan,” jelas Menko
Zulhas.
Program swasembada pangan yang dirancang bertujuan untuk
mengatasi berbagai tantangan serta mendukung ketahanan pangan nasional. Rapat
koordinasi ini dilakukan untuk menyatukan kinerja semua kementerian dan lembaga
terkait agar target swasembada pangan dapat direalisasikan dengan baik.
Dalam pelaksanaannya, program ini tidak hanya berfokus pada
satu jenis bahan pokok pangan, melainkan akan mencakup berbagai komoditas,
seperti beras, jagung, tebu, kacang kedelai, kopi, hingga kakao untuk bahan
dasar cokelat. Dengan alokasi anggaran yang telah direncanakan, diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas produksi pangan dalam negeri, terutama untuk
komoditas strategis seperti beras, jagung, kedelai, kopi, dan cokelat.
Kejayaan Pangan di Era Orde Baru
Bahwa ketahanan dan swasembada pangan adalah prioritas utama
pemerintah sesungguhnya sebuah narasi usang, namun memang tetap penting untuk
digaungkan. Karena sangat disadari, ketahanan pangan merupakan langkah
strategis untuk menjamin kesejahteraan dan kemandirian bangsa di tengah
tantangan global yang terus berkembang.
Sejatinya, Indonesia memiliki potensi besar untuk memajukan
sektor pangan dan mengurangi ketergantungan pada pangan impor. Bahkan, masa
pemerintahan Orde Baru dengan presidennya Soeharto pernah mencapai swasembada
pangan. Ini lantaran salah satu fokus perhatian pemerintah kala itu adalah di
bidang pertanian dengan fokus kepada peningkatan hasil produksi beras.
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, Indonesia menjadi
salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia. Sedangkan produksi beras
nasional hanya 12 juta ton pada tahun 1969. Upaya peningkatan hasil produksi
beras selanjutnya ditempuh melalui intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi
pertanian.
Selanjutnya pemerintah melalui program Bimbingan Masal
(Bimas) berupaya mendorong peningkatan hasil produksi beras. Program Bimas
kemudian dikembangkan menjadi Bimas Gotong Royong yang melibatkan peran swasta
nasional serta swasta asing. Tujuan dari Bimas Gotong Royong yakni untuk
meningkatkan produksi beras nasional dengan memberi bantuan pupuk serta
pestisida pada petani.
Program Bimas Gotong Royong kemudian disempurnakan menjadi
Bimas Nasional melalui Keputusan Presiden No 95 Tahun 1969. Melalui Bimas
Nasional, petani memperoleh Intensifikasi Masal (Inmas) serta Intensifikasi
Khusus (Insus). Selain menggerakkan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian,
pemerintah juga menerapakan diversifikasi pertanian dengan menggabungkan
teknologi dan pertanian.
Program serta kebijakan yang diberlakukan pada masa
pemerintahan Soeharto tersebut berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada
pangan pada tahun 1984. Indonesia selanjutnya mampu menjadi negara pengekspor
pangan setelah sebelumnya hanya mengandalkan impor.
Atas keberhasilan Indonesia menjadi negara swasembada pangan
dan pada tahun 1985 Presiden Soeharto diundang oleh Direktur Jenderal Food an
Agriculture Organization (FAO), Edward Saouma untuk hadir dalam Forum Dunia
pada tanggal 14 November 1985 di Roma, Italia untuk memaparkan keberhasilan
Indonesia dalam mencapai swasembada pangan.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Soeharto menyampaikan
bahwa keberhasilan pembangunan pangan merupakan hasil dari kerja raksasa suatu
bangsa. Presiden Soeharto atas nama rakyat Indonesia juga menyerahkan bantuan
berupa 100.000 ton padi kepada korban kelaparan di sejumlah negara Afrika.
Bantuan tersebut merupakan sumbangan dari kaum petani Indonesia sekaligus
menegaskan bahwa negara-negara yang sedang membangun dapat meningkatkan
kemampuannya sendiri.
Keberpihakan Kebijakan ‘Politik Pertanian’
Pidato perdana Presiden
Prabowo Subianto, bahwa Indonesia harus mewujudkan swasembada pangan dalam
waktu yangsesingkat-singkatnya, membuka babak baru dalam pemerintahan Indonesia
dengan visi besar yang berfokus pada ketahanan pangan, ekonomi berkelanjutan,
dan ketahanan nasional. Masyarakat Indonesia terutama kalangan petani menaruh
harapan besar agar langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dapat
diwujudkan dengan nyata.
Masyarakat juga berharap bahwa program-program yang
dirancang tidak hanya fokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga
memerhatikan kebutuhan mereka untuk mendapatkan akses yang lebih baik terhadap
alat mesin pertanian, benih unggul, dan pelatihan di sektor pertanian. Dukungan
dalam pembiayaan dan pemasaran hasil pertanian juga menjadi perhatian utama,
dengan harapan agar pendapatan mereka meningkat dan kehidupan mereka lebih
sejahtera.
Sekadar diketahui, beberapa tahun sebelum dilantiknya
Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke-8, persisnya saat pandemi Covid-19
melanda dan merubah tatanan kehidupan dunia, banyak pihak mendorong pemerintah
untuk fokus pada pembangunan di sektor pangan. Bahkan, salah satu organisasi
yang konsen terhadap isu-isu pertanian (ketahanan pangan), yakni Pandutani
Indonesia (Patani) sempat meluncurkan sebuah buku berjudul “Jebakan Krisis dan
Ketahanan Pangan: Sehimpun Saran & Solusi”.
Buku berupa bunga rampai yang disunting Jailani Ali
Muhammad-eks Kepala Editor Bahasa KORAN SINDO ini ditulis 9 tokoh berkompeten.
Salah satunya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang didapuk sebagai penulis tamu
sekaligus mewakili tokoh muda Indonesia.
“Keberpihakan kebijakan ‘politik pertanian’ mesti dijalankan
oleh semua stakeholders, termasuk partai politik, untuk
memberikan affirmative actions kepada para petani. Di tahap
awal, upaya bisa dijalankan melalui pemberian stimulus untuk meningkatkan hasil
produksi pertanian. Selanjutnya, stimulus juga perlu diberikan untuk menekan
tren negatif dalam penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian,”
tulis AHY dalam buku tersebut.
Masih dalam tulisannya, AHY juga menyinggung, bahwa di
tengah ketidakpastian kondisi ekonomi nasional akibat dampak pandemi
Covid-19, sektor pertanian ternyata masih mampu berkontribusi besar terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),
sektor pertanian menjadi satu-satunya dari lima besar sektor utama yang masih
bisa bertahan di angka positif, yakni 2,19%.
Namun begitu, kutip AHY, berdasarkan hasil penelitian
Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Juni 2020, dampak jangka panjang pandemi
akan menimbulkan masalah berat bagi sektor pertanian, yang diperkirakan akan
mengalami tekanan serius di sisi penawaran dan permintaan.
Tekanan itu berpotensi terasa lebih berat jika muncul risiko
iklim ekstrem dan juga gelombang ruralisasi atau perpindahan penduduk dari kota
ke desa, yang disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat bertahan di kehidupan
perkotaan yang menuntut biaya hidup (living cost) tinggi di tengah
pandemi.
“Di sinilah keberpihakan ‘politik pertanian’ melalui
penetapan prioritas kebijakan dan perbaikan tata kelola pertanian nasional
menjadi terasa penting dan relevan untuk dilakukan,” ujar AHY yang kini
menjabat Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Permukiman Wilayah (IPK).
Masih di buku yang sama, penulis lainnya, Prof Rokhmin
Danuri (eks Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Gotong Royong) di
tulisannya yang berjudul “Peta Jalan Menuju Kedaulatan Pangan Nasional”, bahwa
dalam jangka panjang kekurangan pangan di suatu negara akan mewariskan generasi
yang lemah, kurang cerdas, dan tidak produktif - a lost generation.
Dengan kualitas SDM semacam ini, tidaklah mungkin sebuah bangsa bisa maju dan
sejahtera.
“Indonesia akan terhindar dari ancaman krisis pangan akibat
pandemi Covid-19 dengan mengutamakan kesejahteraan petani, nelayan, dan
produsen pangan lainnya. Kemudian, menjaga supaya seluruh unit usaha
produksi pangan dan industri pengolahan pangan yang ada di seluruh Nusantara
tetap berproduksi,” kata Ketua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia ini.
Dalam jangka menengah – panjang, Indonesia harus terus
meningkatkan kapasitas dan etos kerja petani dan nelayan melalui program
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan secara berkesinambungan. Kapasitas R
& D pun mesti terus ditingkatkan agar mampu menghasilkan beragam
inovasi IPTEKS untuk menopang sektor ekonomi pangan yang produktif, efisien,
berdaya saing, inklusif, dan sustainable.
“Akhirnya, dengan kebijakan politik-ekonomi (seperti
moneter, fiskal, ketenagakerjaan, otonomi daerah, dan iklim investasi) yang
kondusif, insya Allah Indonesia tidak hanya akan berdaulat pangan dalam waktu
dekat, tetapi juga bakal mampu ‘feeding the world’,” papar Vice
Chairman of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and
Ocean Development, University of Bremen, Germany.