- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan
- PFI Kepri Sambangi KSOP Batam, Perkuat Sinergi dan Semangat Foto Jurnalistik Maritim
- Belajar dari Makkah: Potensi Bio-Energi di Balik Sistem Pengolahan Limbah Modern
Air Hujan di Jakarta Tercemar Mikroplastik: PATANI DKI Gagas Kampung Patani Bebas Plastik

JAKARTA - Jakarta kembali menjadi
sorotan publik setelah hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
mengungkap bahwa air hujan di wilayah Ibu Kota telah tercemar mikroplastik. Temuan
ini menunjukkan bahwa partikel plastik kini tidak hanya mencemari laut dan
tanah, tetapi juga turun langsung dari langit bersama hujan.
Fenomena ini dengan cepat menjadi viral di media sosial,
karena banyak warga terkejut mengetahui bahwa hujan yang selama ini dianggap
“air bersih alami” ternyata membawa polusi mikroplastik. Menurut BRIN, partikel
plastik itu bisa berasal dari pembakaran sampah, debu ban kendaraan, limbah
pakaian sintetis, dan asap industri. Artinya, sampah plastik yang dibuang warga
Jakarta akhirnya kembali lagi dalam bentuk lain — lewat udara dan hujan.
Menanggapi temuan ini, Jimmy Yang, Ketua Kantor Wilayah
Pandu Tani Indonesia (PATANI) DKI Jakarta, menyebut bahwa kondisi ini adalah
“alarm bahaya dari langit”. “Dulu kita percaya hujan itu membersihkan bumi.
Sekarang, justru hujan membawa plastik turun dari langit. Ini peringatan keras
bagi kita semua — pemerintah dan warga,” ujar Jimmy Yang di Jakarta.
Baca Lainnya :
- Cesium-137 Menyusup ke Rantai Pangan: WALHI Desak Revisi Regulasi Limbah0
- Taman Nasional Ujung Kulon Sabet Asia Environmental Enforcement Recognition of Excellence0
- Pertamina Hulu Rokan Jaga Keanekaragaman Hayati melalui Konservasi Gajah Liar 0
- Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, BRIN Ingatkan Bahaya Polusi dari Langit0
- Tiga Anak SMA Ini Sulap Limbah Makanan Jadi Pakan Unggas 0
Ia menegaskan bahwa persoalan mikroplastik bukan hanya
urusan lingkungan, tapi juga menyangkut kesehatan manusia dan masa depan pangan
perkotaan. “Air hujan ini bisa masuk ke tanah, diserap tanaman, dan akhirnya
dikonsumsi manusia. Kalau tidak dikendalikan, Jakarta bisa jadi kota yang hidup
di bawah hujan plastik,” tambahnya.
Sebagai gerakan sosial yang berfokus pada pertanian
perkotaan dan keberlanjutan lingkungan, PATANI DKI Jakarta di bawah pimpinan
Jimmy Yang kini sedang menyiapkan sejumlah langkah konkret dan strategis. Pertama,
membentuk “Kampung PATANI Bebas Plastik” di beberapa kelurahan sebagai
percontohan pertanian kota yang ramah lingkungan.
Kedua, melatih warga dan petani kota
untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mengganti dengan bahan
alami. Ketiga, mengajak BRIN, Pemprov DKI, dan komunitas hijau bekerja
sama dalam memantau kandungan mikroplastik di air hujan dan tanah. Keempat,
menggelar kampanye publik “Plastik dari Langit”, agar warga memahami bahwa
plastik yang dibuang sembarangan tidak hilang — ia hanya berubah bentuk dan
kembali lewat udara.
“Kalau langit saja sudah kotor, artinya bumi sedang sakit. Jangan
tunggu pemerintah bergerak dulu. Mulailah dari rumah kita sendiri. Kurangi
plastik, pilih bahan alami, dan tanam lebih banyak pohon,” tegas Jimmy.
Diketahui, Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menjelaskan
bahwa penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik
dalam setiap sampel air hujan di ibu kota. Partikel-partikel plastik
mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di
udara akibat aktivitas manusia.
“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu
kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di
ruang terbuka,” jelas Reza saat diwawancarai di Jakarta, Kamis (17/10/2025).
Reza menjelaskan, mikroplastik yang ditemukan umumnya
berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti
poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban
kendaraan. Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per
meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.
Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik
kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui
debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin
dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric
microplastic deposition.
“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit,
berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujarnya.
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran karena partikel
mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa,
sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.
Plastik juga mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA),
dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel
mikro atau nano. Di udara, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain seperti
hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.
“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel
mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap
polutan lain,” tegas Reza.
Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global
menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan
serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.
Dari sisi lingkungan, air hujan bermikroplastik berpotensi mencemari sumber air
permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.
Reza menilai, gaya hidup urban modern menjadi salah satu
penyebab utama meningkatnya mikroplastik di atmosfer. Dengan populasi lebih
dari 10 juta jiwa dan kendaraan mencapai 20 juta unit, Jakarta menghasilkan
limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari. “Sampah plastik sekali pakai
masih banyak, dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau
terbawa air hujan ke sungai,” katanya.
Untuk mengatasi persoalan ini, BRIN mendorong langkah
konkret lintas sektor. Pertama, memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara
dan air hujan secara rutin di kota-kota besar. Kedua, memperbaiki pengelolaan
limbah plastik di hulu, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan
peningkatan fasilitas daur ulang. Ketiga, mendorong industri tekstil agar
menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat
sintetis.
Selain itu, edukasi publik menjadi kunci penting. Reza
mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan
tidak membakar limbah sembarangan. “Kesadaran masyarakat bisa menekan polusi
mikroplastik secara signifikan,” ujarnya.
Menurutnya, hujan yang kini mengandung partikel plastik
adalah refleksi dari perilaku manusia terhadap bumi. “Langit Jakarta sebenarnya
sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang
sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena
malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih
senyap, tapi jauh lebih berbahaya,” tutup Reza.
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

