- Lakon Pandawa Nawasena: Tradisi Wayang Orang dalam Sentuhan Lintas Generasi
- Jejak Megalitik Pasemah: Ruang Sakral dan Warisan Leluhur
- Deklarasi Sira, Satu Suara Pemuda Adat untuk Para Pemimpin Dunia
- Mendes Buka Serentak 1.000 Musdesus, Susun Proposal Bisnis Untuk Pengajuan Modal ke Himbara
- Indonesia Lumbung Pangan Dunia: Bukan Hanya Beras, Bahan Pokok Lainnya Juga Sudah Tercukupi
- Masyarakat Adat Suku Taa Mendesak Perusahaan Sawit Tinggalkan Wilayah Adat di Sulawesi Tengah
- Seminar Nasional di UNY Bahas Pembaruan Hukum Acara Pidana
- Menteri Kehutanan Bahas Konservasi Badak dan Ekowisata dengan Edge Group dan Dr Niall McCann
- Strategi Bijak Berinvestasi Emas
- LindungiHutan Perkuat Peran Petani dalam Program Penghijauan dan Ketahanan Iklim
Garam Lokal tak Penuhi Syarat Kualitas Industri

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perindustrian mendorong petani memproduksi garam yang mengandung natrium klorida atau NaCl di atas 96 persen untuk keperluan industri. Direktur Industri Kecil Menengah (IKM) Pangan, Barang dari Kayu dan Furnitur, Sudarto, mengatakan saat ini industri masih bergantung pada garam impor dengan persentase hampir 100 persen.
Ia menjelaskan, garam menjadi bahan baku sejumlah industri penting di Indonesia seperti tekstil, farmasi, kertas, dan kaca. Namun, dalam melakukan kegiatan produksinya, industri tak bisa menggunakan garam konsumsi karena perbedaan kualitas kandungan. Garam untuk industri harus mengandung NaCl di atas 96 persen, sementara garam untuk konsumsi hanya memiliki kandungan natrium klorida di bawah 94 persen.
Adapun sentra garam rakyat yang dimiliki petani di daerah pesisir umumnya hanya menghasilkan garam untuk konsumsi. Oleh sebab itu, kebutuhan garam industri yang saat ini mencapai 2 juta ton per tahun sebagian besar masih dipenuhi oleh garam impor.
"Kita berharap sentra garam rakyat meningkatkan kualitasnya sehingga dapat menghasilkan garam industri," kata Sudarto pada Republika.co.id, Ahad (5/3).
Menurut Sudarto, faktor utama penyebab masih sedikitnya garam industri yang diproduksi di dalam negeri yakni karena belum ada penggunaan teknologi secara masif di kalangan petani garam. Padahal, dengan bantuan teknologi tersebut petani dapat menghasilkan garam dengan kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi.
Sementara, kata Sudarto, jika masih menggunakan cara tradisional, untuk menghasilkan garam industri dengan kandungan NaCl di atas 96 persen dibutuhkan waktu paling tidak satu bulan untuk panen. Sedangkan garam konsumsi dengan kandungan NaCl di bawah 94 persen hanya perlu waktu sekitar 10 hari.
sumber : republika.co.id
