- Anggota ASPAI Se-Indonesia Uji Kompetensi Budidaya Anggur
- Mengintip Cara Anak Mengakrabi Kaki Seribu di Pemakaman
- 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer (1925-2025): Petani dan Biografi
- Pagar
- Mau Kuliah Gratis? Beasiswa Bank Indonesia 2025 Telah Dibuka, Ini Syaratnya!
- Air Terjun Weekacura, Hidden Gem di Sumba yang Punya Pesona Memanjakan Mata
- DWP Kemenkop dan LPDB Gelar Sosialisasi Perkoperasian dan Akses Pembiayaan Dana Bergulir di Cirebon
- Menakar Kunci Sukses Swasembada Pangan
- Patrick Pantera Negra Kluivert dan Memori Stadion Ernst Happel
- Pangan, Gizi dan Harapan
Gunung Wato-wato Ruang Hidup Tersisa: Hentikan Seluruh Proses Perizinan PT Priven Lestari
.jpg)
HALTIM - Di tengah derasnya penolakan
warga atas rencana penambangan nikel di Pegunungan Wato-wato di Buli, Halmahera
Timur, PT Priven Lestari justru terus memaksa dengan berbagai cara agar dapat
beroperasi. Salah satunya dengan menggelar konsultasi publik terkait rencana
pascatambang yang berlangsung di Hotel Muara, Kota Ternate pada Jumat
(27/12/2024).
Dalam konsultasi publik itu, PT Priven Lestari mengundang
sejumlah pihak yang terdiri dari Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan
Batubara, Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Dinas ESDM Malut,
delapan kepala desa di Kecamatan Maba, pemuda, hingga tokoh agama dan tokoh
adat.
“Namun apa yang dilakukan oleh PT Priven Lestari justru
sesat dan menyalahi aturan,” ujar Said Marsaoly, warga Desa Buli.
Baca Lainnya :
- Mengubah Sampah Jadi Berkah0
- Dicari, Periset Ekspedisi Biodiversitas di Kalimantan0
- KKP Ragamkan Potensi Mangrove di Pangandaran Jadi Lokasi Eduwisata0
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi0
- Totalitas Gestianus Sino Bertani di Atas Batu Karang0
Menurut Said, surat Rekomendasi Arahan Kesesuaian Areal Izin
Usaha Pertambangan (IUP) PT Priven Lestari terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
Halmahera Timur 2010 - 2029 menyebutkan, sebagian konsesi PT Priven Lestari
tumpang tindih dengan Kawasan Hutan Lindung seluas sekitar 2.600-an hektare,
dan sebagian mencakup Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 547,7 hektare.
“Sebagian konsesi Priven Lestari yang masuk dalam kawasan
APL itu, sebenarnya jaraknya terlalu dekat dengan perkotaan Buli, sehingga
dapat berdampak buruk pada perkembangan kota Buli ke depan,” jelas Said.
Priven Lestari juga, kata Said, belum mengantongi
Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Kehutanan. Pun
jika sudah mengantongi, kegiatan pertambangan yang nantinya diselenggarakan
oleh PT Priven Lestari dipastikan akan menghilangkan ruang produksi warga,
serta dapat merusak sumber penghidupan warga.
“Lahan-lahan produksi warga yang terdapat di kaki pegunungan
Wato-wato akan lenyap, bersamaan lenyap sumber ekonomi warga itu, operasi
tambang nikel juga akan merusak sembilan aliran sungai yang menjadi sumber air
bersih warga yang hidup di pesisir Teluk Buli ini,” jelas Said, yang juga Juru
Bicara Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato.
Lanjut Said, dari rekomendasi Badan Perencanaan Pembangunan
Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Halmahera Timur pada tahun
2018, arahan penyesuaian Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Haltim tahun 2010-2029 hanya mengakomodir areal seluas
1.708.4 hektare untuk PT Priven Lestari. Luasan ini tidak termasuk Area
Penggunaan Lain (APL), yang beberapa waktu lalu dilakukan pembebasan lahan
secara sembunyi-sembunyi oleh PT Priven Lestari.
Menurut Said, tindakan PT Priven Lestari bertentangan dengan
Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW Haltim tahun 2010-2029. Dimana, pada
Pasal 14 point (9) huruf (c), dijelaskan bahwa areal konsesi PT Priven Lestari
terdapat sumber mata air yang ditetapkan sebagai pengembangan sumber daya air
bersih untuk perkotaan Buli.
“Makanya, sumber baku air bersih yang dimanfaatkan PDAM
Kecamatan Maba juga terancam karena jalan hauling Priven lewat di situ. Jalan
hauling yang dibangun ini menabrak tata ruang Halmahera Timur, karena areal itu
masuk dalam zona pengembangan sumber daya air,” jelasnya.
Sedangkan, dalam Pasal 16-22 terkait Rencana Pola Ruang
Haltim terdiri dari Kawasan lindung dan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas
hutan lindung, perlindungan setempat, dan suaka alam. Sementara, letak konsesi
IUP Priven berada pada kawasan lindung, di antaranya; hutan lindung, sumber
mata air, kawasan rawan longsor, dan banjir.
Diketahui, penolakan warga terhadap kehadiran Priven Lestari
berlangsung sejak 2014 – 2018. Selain itu, dalam konsultasi publik yang
dilakukan Priven, tidak pernah dimasukan dalam lembar kesimpulan konsultasi
publik.
Bahkan, izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Pemprov Malut
pada 2018 tidak diketahui oleh warga. Disamping itu, ada dugaan manipulasi
tanda tangan warga hingga kesalahan dalam penulisan nama suku yang tertera
dalam AMDAL Priven.
“Itu sebabnya, konsultasi publik pasca tambang di Ternate
beberapa waktu lalu, sebagian besar kepala desa tidak mau hadir,” kata Said.
Senada dengan itu, Pegiat JATAM di Maluku Utara, Julfikar
Sangaji menyatakan, kawasan di belakang perkampungan Buli ini adalah
satu-satunya yang tersisa dan harus dijaga. Bentang hutan itu memiliki peran
vital dalam menjaga nafas-hidup warga di Buli.
“Dengan begitu, apabila Pegunungan Wato-wato ini dibongkar
oleh tambang nikel, maka sama halnya dengan mengundang petaka bagi warga,” ujar
Julfikar.
Pada kawasan Teluk Buli ini nyaris semua ruang sudah
disesaki dengan IUP, dengan demikian kami mendesak DPRD dan Pemerintah
Halmahera Timur untuk mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan IUP PT Priven
Lestari. “Selain itu juga, Kementerian ESDM juga perlu tahu diri untuk segera
mencabut izin tambang ini,” katanya. (rel)
