- Pelaku Pasar Yakin Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Lagi
- Generasi Muda Milenial Muhammad Dycho Dukung Rizki Faisal Pimpin Golkar Kepri
- Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Meningkat 100%, Safelog AI Dirikan #JejakWaspada
- Mengenal Penologi dalam Kriminologi
- Penantian Setengah Abad, Semoga di 2026 Ada Peresmian Satu Ruas Trans Papua
- Menthobi karyatama Raya Raup Laba Rp36,7 Miliar Saat La Nina Menerpa
- Pimpin PAC Demokrat Batam Kota, Bung Aris Bumikan Patron Partai ke Seluruh Lapisan Masyarakat
- Wajah Baru Pupuk Bersubsidi: 145 Regulasi Dipangkas, Waktu Antrean Distribusi Turun 40%
- Dari PHK ke Jualan Nasi Uduk: Cerita Yadi dan JKP yang Tertunaikan untuk Melanjutkan Hidup
- Resmikan Cold Stroge Berkapasitas 30 Ribu Ton, BEEF Kian Nyata Sokong Program MBG
Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, BRIN Ingatkan Bahaya Polusi dari Langit
1.jpg)
JAKARTA – Air hujan yang selama
ini dianggap simbol kesegaran ternyata tidak sepenuhnya bersih. Hasil
penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan
di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari
aktivitas manusia di perkotaan. Temuan ini menjadi peringatan bahwa polusi
plastik kini tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi juga atmosfer.
Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menjelaskan bahwa
penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam
setiap sampel air hujan di ibu kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis
tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat
aktivitas manusia.
“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu
kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di
ruang terbuka,” jelas Reza saat diwawancarai di Jakarta, Kamis (17/10).
Baca Lainnya :
- Tiga Anak SMA Ini Sulap Limbah Makanan Jadi Pakan Unggas 0
- Unas, Kedubes Malaysia, TNI AL dan KIH Tanam 10.000 Mangrove di Pesisir Kampung Bahari Nusantara0
- Gagap Urus Radiasi Radioaktif, Masih Mimpi Bangun PLTN? 0
- Masyarakat Sipil Nilai Puncak Penurunan Emisi Molor Ke 20370
- Jadi Pembina Kawasan Sungai Cipinang, MIND ID Komitmen Dukung Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan0
Reza menjelaskan, mikroplastik yang ditemukan umumnya
berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti
poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban
kendaraan. Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per
meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.
Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik
kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui
debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin
dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric
microplastic deposition.
“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit,
berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujarnya.
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran karena partikel
mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa,
sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.
Plastik juga mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA),
dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel
mikro atau nano. Di udara, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain seperti
hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.
“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel
mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap
polutan lain,” tegas Reza.
Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global
menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan
serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.
Dari sisi lingkungan, air hujan bermikroplastik berpotensi mencemari sumber air
permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.
Reza menilai, gaya hidup urban modern menjadi salah satu
penyebab utama meningkatnya mikroplastik di atmosfer. Dengan populasi lebih
dari 10 juta jiwa dan kendaraan mencapai 20 juta unit, Jakarta menghasilkan
limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari. “Sampah plastik sekali pakai
masih banyak, dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau
terbawa air hujan ke sungai,” katanya.
Untuk mengatasi persoalan ini, BRIN mendorong langkah
konkret lintas sektor. Pertama, memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara
dan air hujan secara rutin di kota-kota besar. Kedua, memperbaiki pengelolaan
limbah plastik di hulu, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan
peningkatan fasilitas daur ulang. Ketiga, mendorong industri tekstil agar
menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat
sintetis.
Selain itu, edukasi publik menjadi kunci penting. Reza
mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan
tidak membakar limbah sembarangan. “Kesadaran masyarakat bisa menekan polusi
mikroplastik secara signifikan,” ujarnya.
Menurutnya, hujan yang kini mengandung partikel plastik
adalah refleksi dari perilaku manusia terhadap bumi. “Langit Jakarta sebenarnya
sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang
sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena
malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih
senyap, tapi jauh lebih berbahaya.,” tutup Reza. (sj,mrc/ed:pur)
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

