- Terobos Genangan Banjir, Prabowo Tegaskan Pemerintah Senantiasa Hadir dan Membantu Masyarakat
- Mudik Lebaran PT KAI Sediakan 4,5 Juta Tiket, Sebanyak 2,7 Juta Kelas Ekonomi Tarif Terjangkau
- Mengangkat Lerak dari Tanah Cepu ke Panggung Global, Perkuat Ekonomi Petani Melalui Alira Alura
- KKP Luncurkan Dua Buku Kehidupan Masyarakat Pesisir
- KKP Genjot Produksi Perikanan Budi Daya Penuhi Kebutuhan Ramadan hingga Lebaran
- Kementerian PU Gerak Cepat Tangani Jalan Amblas di Lintas Jambi-Sumbar
- Percepat Swasembada Pangan, Mentan Amran Bidik Sumsel Jadi Tiga Besar Produsen Beras Nasional
- Banjir Jabodetabek Bukti Nyata Rentannya Indonesia dalam Ancaman Krisis Iklim
- Teknologi China Mencengkram Dunia, Kuasai 37 dari 44 Sektor Sains
- Keterlibatan Masyarakat Diperlukan dalam Membangun Lintasan Ikan
Budiman Sudjatmiko: Selama Reformasi Agraria Tidak Selesai, Kemiskinan Sulit untuk Lepas

JAKARTA - Pada event Asia Land Reform
2025 yang berlangsung di Mercure Hotel Batavia, Jakarta, Rabu (19/2/2025),
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko,
yang menjadi salah satu nara sumber acara, mengatakan bahwa kemajuan sebuah
negara pasti harus melewati reformasi agraria.
Reformasi agraria, kata Budiman, adalah hal yang harus
dilakukan apabila Indonesia ingin menjadi negara industri besar.
"Ibaratnya, kita harus menyelesaikan masalah kita dengan mantan apabila
ingin mempunyai pacar baru. (Begitu juga masalah agraria) Selama reformasi
agraria ini tidak selesai, maka kemiskinan akan sulit untuk lepas,” tegas
Budiman.
Menurut Budiman, masa depan tidak akan selalu cerah karena
terhantui masalah tanah. Untuk masuk ke industri maju, Indonesia butuh sumber
daya alam yang memihak rakyat banyak terutama tanah. “Pemerintahan Prabowo-Gibran
menunjukkan keseriusannya untuk mengentaskan kemiskinan, karena itu urusan
reformasi agraria dimasukan ke dalam Asta Cita,” ujarnya.
Baca Lainnya :
- Mapala Stacia UMJ Kembali Gelar Latihan Managemen Organisasi Pecinta Alam0
- Mahasiswa STIE Dharma Bumiputera Studi Banding Penanganan Kebencanaan ke Basarnas0
- Indonesia dan Makan(An)0
- RUU Minerba Disahkan, Bukti Senayan Panggung Sirkus untuk Berbisnis0
- 63 Ekor Ikan Predator di Jakarta Timur Dimusnahkan0
Di kesempatan yang sama, Ossy Darmawan, Wamen ATR/BPN juga mengatakan,
bahwa reformasi agraria menjadi program penting kementeriannya. “Dikarenakan
itu adalah interpretasi Kementerian ATR/BPN atas Asta Cita,” tukasnya.
Sayangnya, beberapa menteri yang didapuk jadi pembicara
membatalkan kehadirannya. Acara ini sendiri mengusung topik "Aksi Bersama
Percepatan Reforma Agraria, Pembangunan Desa dan Koperasi Rakyat untuk
Kedaulatan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan."
Selain Budiman Sudjatmiko dan Ossy Darmawan, tampil juga
nara sumber lainnya, yakni Dewi Kartika (Sekretaris Jenderal Konsorsium) dan
Ida Nurlinda (Guru Besar Hukum Agraria Universitas Padjadjaran). Semua nara
sumber sepakat bahwa presiden harus memimpin langsung reformasi agraria, karena
masalah ini akan terselesaikan apabila partai politik, tentara, polisi,
organisasi masyarakat, LSM, dan semua lapisan masyarakat mendukungnya.
"Kalau semua lapisan mendukung, maka urusan reformasi
agraria ini bisa menggunakan dekrit. Karena, bila presiden mengeluarkan dekrit,
tetapi banyak unsur masyarakat yang menolak, itu akan jadi bumerang. Akan
banyak urusan tanah yang didistribusikan kepada rakyatnya bisa dicari-cari
kesalahannya sebagai korupsi tanah,” kata Dewi Kartika.
Hal ini diamini pula oleh Ida Nurlinda yang mengatakan bahwa
presiden harus turun langsung menangani reformasi agraria. Yang menarik, dalam
acara yang diadakan oleh High Level Panel Asia Land Reform, mereka mengundang
beberapa orang yang mengalami permasalahan tanah.
Masih dalam paparannya, Dewi Kartika menyampaikan, hampir
semua masalah agraria merupakan masalah yang terkait dengan Kementerian
Kehutanan. "Karena, masalah yang sering terjadi adalah masalah tanah adat.
Benar seperti yang dikatakan Budiman Sudjatmiko, kalau tanpa dukungan penuh
pemerintah, tanah negara yang dikembalikan menjadi tanah adat bisa dipelintir
jadi kasus korupsi,” cetusnya.
Lebih lanjut Dewi mencontohkan, bagaimana kasus tanah pagar
laut susah ditelusuri, karena terlalu banyak yang bermain. “Apabila presiden
turun langsung, pasti masalah tanah langsung beres,” tandasnya. (hendri
irawan)
