- KKP Tangkap 2 Kapal Ikan Asal Malaysia di Selat Malaka
- Dari Pesisir Nusa Lembongan, PLN Bangun Kemandirian Ekonomi Melalui Rumput Laut
- Beras!
- BRIN Manfaatkan Drone LiDAR Pantau Keberhasilan Konservasi Hutan Mangrove
- Greenpeace Dukung Kongres Dunia Pertama Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dari Tiga Kawasan Hutan
- Tentang Sorgum dan Terigu
- Sebaran Kawasan Transmigrasi
- Pengembangan Tempat Wisata Religi di TN Ujung Kulon, Merangkai Sejarah dan Kelestarian Alam
- KKI Karangsambung Jadi Laboratorium Mahasiswa Universitas Jember Memahami Geodiversitas
- Serapan Beras Lokal Periode Jan–Mei Tertinggi Selama 57 Tahun, Tembus 2,3 Juta Ton
Muhammad Sirod: Penundaan Tarif AS-China Jeda Strategis, Bukan Damai Permanen

JAKARTA – Dalam wawancara khusus
bersama Elshita Radio pada 13 Mei 2025, fungsionaris Kamar Dagang dan Industri
(KADIN) Indonesia, Muhammad Sirod, memberikan pandangan strategisnya terkait
keputusan Amerika Serikat dan Tiongkok untuk menurunkan tarif impor dalam masa
jeda 90 hari.
Sirod menilai bahwa langkah kedua negara adidaya tersebut
merupakan bentuk kalkulasi ulang dalam menghadapi situasi geopolitik dan
ekonomi global yang semakin kompleks. Ia menyebut kesepakatan itu sebagai “jeda
nafas”, bukan solusi jangka panjang.
“Kalau dipaksakan terus, keduanya akan saling menjadi arang.
Ini adalah jeda yang dibutuhkan untuk menghindari eskalasi lebih besar,” ujar
Sirod dalam sesi wawancara yang disiarkan secara nasional.
Baca Lainnya :
- Hambat Ekspor Mebel, HIMKI Desak Pemerintah Evaluasi Peraturan Karantina Baru0
- Iperindo Optimistis dengan Kemampuan Industri Galangan Kapal Nasional0
- India Sambut Baik Langkah Presiden Prabowo Hapus Kuota Impor Pangan Pokok0
- Surplus Perdagangan Beruntun Dimotori Industri Agro dan Manufaktur0
- Ledakan Ekonomi Indonesia Menciptakan Peluang Baru bagi Profesional Lokal0
Dalam penjelasannya, ia menyoroti bagaimana Amerika mulai
merestrukturisasi posisi globalnya, dari peran sebagai ‘polisi dunia’ menuju
peran yang lebih realistis dan pragmatis, termasuk dengan mulai melakukan
diplomasi terbuka ke Timur Tengah.
Terkait dampaknya terhadap Indonesia, Sirod menyampaikan
bahwa kondisi ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat posisi dalam rantai pasok
global, meningkatkan nilai tambah produk ekspor, dan membangun hubungan
bilateral yang adaptif dengan mitra strategis.
Ia juga menilai bahwa respon pemerintah Indonesia, khususnya
melalui strategi dagang Presiden Prabowo dan Menko Perekonomian Airlangga
Hartarto, cukup adaptif dan cerdas dalam menghadapi gejolak tersebut.
“Indonesia jangan hanya menunggu. Momentum ini bisa
dimanfaatkan untuk memperkuat industri dalam negeri, terutama di sektor
kendaraan listrik, nikel, dan pangan,” tambahnya.
Dalam wawancara tersebut, Sirod juga menyinggung risiko
global lain, termasuk konflik India-Pakistan dan ketegangan Timur Tengah, yang
menurutnya berkelindan dengan dinamika perang dagang AS-China.
Di akhir sesi, Sirod menegaskan pentingnya kesadaran
kolektif nasional. “Kita harus cerdas membaca situasi global, tapi juga
waspada. Ekonomi mikro dalam negeri juga sedang butuh penanganan serius.”
Pandangan Sirod mencerminkan peran aktif kalangan dunia
usaha dalam merespons dinamika internasional yang mempengaruhi ekonomi
nasional. Ia menutup sesi wawancara dengan harapan agar pemerintah dan pelaku
usaha dapat bersinergi membangun ketahanan ekonomi Indonesia secara sistemik
dan berkelanjutan.
