- KKP Tangkap 2 Kapal Ikan Asal Malaysia di Selat Malaka
- Dari Pesisir Nusa Lembongan, PLN Bangun Kemandirian Ekonomi Melalui Rumput Laut
- Beras!
- BRIN Manfaatkan Drone LiDAR Pantau Keberhasilan Konservasi Hutan Mangrove
- Greenpeace Dukung Kongres Dunia Pertama Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dari Tiga Kawasan Hutan
- Tentang Sorgum dan Terigu
- Sebaran Kawasan Transmigrasi
- Pengembangan Tempat Wisata Religi di TN Ujung Kulon, Merangkai Sejarah dan Kelestarian Alam
- KKI Karangsambung Jadi Laboratorium Mahasiswa Universitas Jember Memahami Geodiversitas
- Serapan Beras Lokal Periode Jan–Mei Tertinggi Selama 57 Tahun, Tembus 2,3 Juta Ton
Taman Bumi Meratus dan Kebumen bukan Sekadar Warisan Alam dan Budaya
.jpg)
SETIAP pengakuan internasional
terhadap kekayaan alam Indonesia bukan hanya menjadi kabar baik, melainkan juga
pengingat akan besarnya tanggung jawab untuk melestarikannya. Pada April 2025,
Indonesia kembali menorehkan prestasi melalui pengakuan dua geopark nasional
sebagai bagian dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB
(UNESCO). Kali ini UNESCO Global Geoparks (UGGp) menetapkan Taman Bumi
(Geopark) Kebumen di Jawa Tengah dan Geopark Meratus di Kalimantan Selatan.
Penetapan ini diumumkan pada Sidang ke-221 Dewan Eksekutif
UNESCO di Paris, Prancis, 2-17 April 2025. Bersama 14 geopark dari berbagai
negara, keduanya menambah daftar geopark global menjadi 229 situs di 50 negara.
Bagi Indonesia, ini berarti sudah ada 12 geopark yang resmi diakui dunia,
memperkuat posisi Nusantara sebagai negara megabiodiversitas dengan warisan
geologi, budaya, dan ekosistem luar biasa.
“Pengakuan UNESCO ini merupakan bukti nyata kontribusi
Indonesia dalam menjaga warisan bumi yang bernilai universal,” Delegasi tetap
RI untuk UNESCO, Mohamad Oemar, Selasa (15/4/2025).
Baca Lainnya :
- Nishiyama Onsen Keiunkan, Hotel Tertua di Dunia Tempat Persinggahan Para Samurai0
- Asal-Usul Bubur Ayam Jakarta 460
- 8 Tempat Menarik Penuh Aksi untuk Liburan Lebaran di Jawa Tengah0
- Memacu Adrenalin di Tengah Keindahan Alam Pangandaran0
- Menyingkap Surga-Surga Kecil Tersembunyi di Jantung Borneo0
Taman-taman bumi di Indonesia yang sudah diakui sebelumnya
oleh UNESCO adalah Batur (Bali), Belitong (Bangka Belitung), Ciletuh (Jawa
Barat), Gunung Sewu (Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur), Ijen (Jawa Timur),
Maros Pangkep (Sulawesi Selatan), Merangin (Jambi), Raja Ampat (Papua Barat
Daya), Rinjani (Lombok), dan Kaldera Toba (Sumatra Utara).
Status UGG memberikan tanggung jawab kepada taman-taman bumi
untuk melestarikan, mengelola secara berkelanjutan, dan mempromosikan kekayaan
geologis dan budaya.
UNESCO Global Geoparks bukanlah destinasi wisata biasa.
Status ini menandai kawasan geografis dengan nilai geologis internasional, yang
dikelola dengan pendekatan edukasi, konservasi, dan pembangunan berkelanjutan.
Konsep ini berbasis partisipasi masyarakat lokal (bottom-up), menempatkan
penduduk setempat sebagai penjaga sekaligus pelaku utama pelestarian dan
pemanfaatan kawasan.
Dengan pengakuan ini, Indonesia tidak hanya memamerkan
keindahan alamnya, tetapi juga menunjukkan komitmen dalam perlindungan
lingkungan dan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan berbasis pengetahuan
lokal dan keberlanjutan.
Jejak Geologi dan Kehidupan di Tengah Pegunungan
Pegunungan Meratus membentang sepanjang 600 kilometer
membelah Kalimantan Selatan, melintasi delapan kabupaten hingga ke wilayah
Kalimantan Tengah dan Timur. Dengan titik tertinggi di Gunung Halau-Halau
(1.901 mdpl), kawasan ini merupakan rumah bagi salah satu lanskap ofiolit
tertua di Indonesia, terbentuk sejak era Jurassic sekitar 150-200 juta tahun
lalu.
Menurut geolog UPN Veteran Yogyakarta, Joko Susilo,
Pegunungan Meratus menjadi bukti pertemuan lempeng-lempeng bumi purba. “Meratus
unik karena menjadi lokasi tektonik aktif masa lampau, menciptakan susunan
batuan langka yang membentuk bentang Kalimantan Selatan saat ini,” ujarnya.
Keunikan ini menjadikan Meratus sebagai laboratorium alam
yang menyimpan beragam flora-fauna endemik, seperti anggrek tebu
(Grammatophyllum speciosum), anggrek sendok (Spathoglottis urea), bekantan,
beruang madu hingga dua spesies burung yang baru ditemukan: sikatan kadayang
(Cyornis kadayangensis) dan kacamata meratus (Zosterops meratusensis).
Tak hanya alamnya, Meratus juga menjadi ruang hidup bagi
masyarakat adat Dayak dan Banjar yang menjaga kearifan lokal, budaya lisan
hingga praktik ekologi tradisional dalam interaksi mereka dengan alam.
Misalnya, Badan Pengelola Geopark Meratus bekerja sama
dengan komunitas lokal, seperti Komunitas Dangsanak Geopark Meratus, untuk
melatih masyarakat dalam pengelolaan pariwisata dan konservasi lingkungan.
Tidak hanya itu. Masyarakat diberdayakan untuk memanfaatkan
sumber daya alam lokal, seperti purun dan bambu, menjadi produk kerajinan
tangan yang bernilai ekonomi tinggi.
Berbagai inisiatif konservasi flora dan fauna juga
dikembangkan, seperti Rumah Konservasi Anggrek di Tahura Sultan Adam dan
Konservasi Bekantan Curiak di Kabupaten Batola, yang tidak hanya melestarikan
keanekaragaman hayati, tetapi juga menjadi objek wisata edukatif.
Museum Geologi Terbuka Pulau Jawa
Sementara itu, Geopark Kebumen merupakan perwakilan geologi
Pulau Jawa yang menyimpan formasi batuan tertua di pulau ini. Salah satu titik
utamanya adalah Karangsambung, yang memperlihatkan pertemuan batuan samudra dan
benua dari puluhan juta tahun lalu. Bagi para ilmuwan dan pelajar, kawasan ini
dikenal sebagai “laboratorium geologi alami”.
Kebumen juga menyuguhkan lanskap karst yang memikat, fosil
purba, serta warisan budaya yang kuat—tecermin dari tradisi Jawa, kerajinan
lokal hingga kekayaan kuliner daerah. Sinergi antara warisan alam dan budaya
inilah yang memperkaya narasi geopark, menjadikannya destinasi pendidikan dan
budaya sekaligus.
General Manager Badan Pengelola Geopark Kebumen Sigit Tri
Prabowo mengatakan, geopark Kebumen dijuluki The Mother of Earth, dan memiliki
banyak keunggulan mulai dari geodiversitas, biodiversitas hingga warisan
budaya.
“Geopark Kebumen itu mencakup 22 dari 26 kecamatan di
Kebumen, dengan berbagai situs geologi, biologi, dan budaya yang menarik,”
ujarnya seperti dikutip situs Pemkab Kebumen, Sabtu (18/4/2025).
Salah satunya ada situs geologi seperti Lava Bantal dan
Rijang Merah di Desa Seboro yang menawarkan pemandangan batuan vulkanis dan
lapisan batuan berwarna mencolok, serta situs Watu Kelir yang menampilkan
pertemuan dua jenis batuan.
“Geopark Kebumen juga kaya akan keanekaragaman hayati,
dengan berbagai spesies flora dan fauna yang hidup di berbagai habitat,”
ucapnya.
Sigit Tri Prabowo menuturkan, Geopark Kebumen juga mendorong
pengembangan pariwisata, ekonomi, dan pelestarian lingkungan, serta memberikan
manfaat bagi masyarakat setempat tanpa mengorbankan kelestarian alam.
Menjaga Amanah, Merawat Masa Depan
Pengakuan sebagai UNESCO Global Geopark bukanlah titik
akhir, melainkan awal dari tanggung jawab besar. Kawasan-kawasan ini harus
dikelola dengan prinsip konservasi dan keberlanjutan, menjadi contoh bagaimana
pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan.
Seperti yang disampaikan Direktur Jenderal UNESCO, Audrey
Azoulay, geopark adalah "mercusuar pembangunan berkelanjutan." Ia
menekankan pentingnya peran masyarakat lokal dalam menjaga warisan bumi serta
menyelenggarakan kegiatan edukatif yang mengakar pada budaya setempat.
Melalui taman bumi, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa
pelestarian lingkungan tidak hanya soal regulasi, tetapi juga narasi hidup
masyarakat. Dari puncak Meratus hingga karst Kebumen, tiap jengkal tanah
membawa kisah jutaan tahun yang kini menjadi bagian dari identitas global. (penulis:
kristantyo wisnubroto/redaktur: untung s/indonesia.go.id)
