Tidur: Pemerintah dan Puisi

By PorosBumi 21 Jan 2025, 19:22:44 WIB Tilikan
Tidur: Pemerintah dan Puisi

Bandung Mawardi

Tukang Kliping, Bapak Rumah Tangga

 

Baca Lainnya :

PEMERINTAH berpikir serius dalam membenahi dan memajukan pendidikan di Indonesia. Bukti dapat terbaca dalam kebijakan pemerintah untuk murid-murid di seantero Indonesia. Pendidikan tak sekadar kehadiran murid dan guru di kelas. Dukungan kemajuan pendidikan merujuk rumah.

Pemerintah menginginkan murid-murid di Indonesia menentukan derajat pendidikan dimulai di rumah. Dua hal terpenting disampaikan pemerintah: tidur dan bangun. Seruan agar para anak dan remaja sanggup tidur merasakan “kenikmatan” dan bangun pagi berdasarkan “kemauan”. Konon, tidur dan bangun itu menentukan mutu murid dalam menerima pelbagai pelajaran dan beragam kegiatan saat berada di sekolah.

Kini, pelbagai pihak dianjurkan turut dalam tebar pengetahuan dan menimbukan kebiasaan kepada anak dan remaja agar mengerti tidur dan bangun. Tanggung jawab besar dimiliki orangtua meski berhak mendapat sokongan dari pihak-pihak berbeda dalam keterjalinan tema sedang dibesarkan oleh pemerintah.

Kita mengandaikan guru mengajukan teks sastra dalam pemaknaan tidur dan bangun. Pemberian tafsir bersama memungkinkan anak dan remaja tergerak membuat ketetapan: ikhlas tidur tanpa melek sampai larut malam dan rajin bangun pagi. Puisi gubahan Joko Pinurbo (2015) menjadi contoh “belajar” mengenai tidur. Puisi itu berjudul “Buku Latihan Tidur”.

Kita membaca dengan penasaran tentang susah dan mudah untuk tidur: Malam-malam ia suka bermain kata/ bersama buku latihan tidur. Buku latihan tidur/ memintanya terpejam dan tersenyum/ sambil membayangkan bahwa di ujung tidur/ ada sungai kecil yang merdu. Buku latihan tidur/ kemudian mengucapkan sebuah kalimat/ dan ia balas dengan kalimatnya sendiri./ Begitu seterusnya sampai buku latihan tidur/ mengantuk dan tak sanggup berkata-kata lagi.

Terbaca usaha sungguh-sungguh agar orang bisa tidur tanpa sulit dan gangguan. Keinginan tidur memerlukan siasat dan keberuntungan. Kita mengerti Joko Pinurbo sedang memberi “pelajaran” tidur.

Imajinasi tidur masih diajukan Joko Pinurbo (2016) dalam puisi berjudul “Yang”. Ia menulis: Berjalan bersama yang kadang terasa lamban/ dan membosankan, lebih-lebih jika hidupmu/ selalu diburu-buru oleh tujuan. Kau bisa saja/ bilang, “Yang kauperlukan hanya tidur cukup/ pikiran jernih, dan hati pasrah.”

Tidur tetap bukan perkara mudah dalam mendapat cukup dan mutu. Penggalan puisi itu bisa menjadi referensi permainan tafsir bersama agar murid-murid sekolah mengetahui hubungan “tidur bermutu” dan dampak saat belajar di kelas. Kita mengimajinasikan murid-murid bersemangat belajar, tidak mengantuk saat pagi atau siang di kelas, dan raga terlibat dalam pelbagai peristiwa.

Di rumah, orang tua kesulitan mengajak anak agar mau tidur di jam-jam “terbaik”. Ajakan istirahat atau memejamkan mata kalah dengan gairah anak bermain gawai. Jeratan hiburan atau permainan dalam gawai meminta mata anak selalu terbuka meski tubuh berbaring di ranjang.

Kegagalan menggunakan jam-jam “terbaik” untuk tidur terjadi saat kaum remaja memilih nongkrong atau menikmati hiburan saat malam hari. Sekian anak dan remaja mungkin tak lekas tidur demi belajar atau mengerjakan tugas-tugas akademis.

Sekian cara diusahakan orang agar mudah tidur dan menikmati mimpi indah. Telinga mendengar lagu-lagu lembut memberi pengaruh ketenangan dan kedamaian. Mata membaca buku menimbulkan rangsang renungan sebelum mata terpejam. Pilihan lampu dan suasana ruang pun menentukan hasrat tidur.

Usaha memahami tidur bisa dilanjutkan dengan membaca buku besar dan tebal berjudul Mengapa Kita Tidur (2021) garapan Matthew Walker. Buku itu mengabarkan jutaan manusia di dunia abad XXI mengalami kesulitan tidur bermutu. Kegagalan mereka meraih kebahagiaan dipengaruhi tidur. Selebrasi kerja dan nafsu teknologi berkaitan dengan tidur. Tata dunia berpijak pengetahuan atau konflik-konflik pun dipicu tidur.

Matthew Walker mengingatkan: “Sikap apatis masyarakat terhadap pentingnya waktu tidur, sebagian, disebabkan oleh riwayat kegagalan sains menjelaskan mengapa kita membutuhkannya. Tidur tetap menjadi misteri biologis terakhir yang paling penting saat ini. Semua metode pemecahan masalah yang mumpuni dalam bidang sains – genetika, biologi molekuler, dan teknologi digital termutakhir – belum berhasil membongkar teka-teki dari kondisi tidur yang tetap tersimpan rapat hingga saat ini.”

Kita sempat mampir dalam dua puisi untuk mengerti tidur. Di bacaan berbeda, tidur justru menguak kegagalan sains. Tidur itu masalah sains, tak sekadar imajinasi tersaji dalam cerita atau puisi. Tidur dan bangun tak cuma kebijakan pemerintah dilaksanakan menggunakan peraturan dan raihan konsekuensi di pendidikan.

Di Kompas, 30 Desember 2024, kita membaca berita mengandung optimis: “Bangun Pagi Mendukung Prestasi.” Persoalan bangun pagi itu mula-mula mengharuskan memikirkan tidur. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti (27 Desember 2024) mengatakan: “Ada kekhawatiran bahwa anak-anak muda kita jadi generasi nokturnal, yakni generasi yang tidur lambat dan bangun terlambat. Ini berbagai macam kebiasaan anak sekarang yang kita khawatirkan sebagai tantangan membangun karakter kuat.”

Di ujung penjelasan dan kebijakan pemerintah, kita lekas paham bila tidur dan bangun itu urusan (martabat) negara. Pembuatan kebijakan agar anak dan remaja membiasakan tidur bermutu dan bangun pagi dimaksudkan mendukung usaha kemajuan pendidikan. Tidur dan bangun dikaitkan keberhasilan akademis.

Kita mungkin mengira kebijakan itu aneh dan klise meski perlahan mengerti lakon pendidikan di Indonesia memang dipengaruhi kebiasaan tidur dan bangun pagi di rumah. Kehadiran murid-murid di sekolah dalam misi akademis terhubung dengan kebiasaan di rumah. Konon, pemerintah menghendaki andil serius orang tua sebagai teladan dan penanggung jawab di rumah.

Kebijakan pemerintah itu diadakan di babak awal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Pekabaran dan tata cara “pengajaran” tidur boleh merujuk fakta-fakta di Indonesia atau ikut memikirkan situasi global. Tidur memang bukan perkaran remeh. Tidur sering menimbulkan petaka saat gagal, terganggu, dan tak bermutu. 

Kita mengutip lagi penjelasan Matthew Walker: “Teknologi yang menyusup ke rumah dan kamar tidur kita tanpa diundang telah diklaim merampok tidur kita yang berharga… Masa depan tidur adalah tentang kembali ke masa lalu dalam arti bahwa kita harus kembali dengan tidur melimpah secara berkala.”

Pada abad XXI, tidur itu masalah darurat. Di Indonesia, masalah tidur ingin dijawab atau diselesaikan melalui kebijakan atas nama pendidikan. Kita tak membantah jika tidur berurusan kebahagiaan, agenda akademis, keharmonisan keluarga, dan kemuliaan negara. Begitu.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment