- Anggota ASPAI Se-Indonesia Uji Kompetensi Budidaya Anggur
- Mengintip Cara Anak Mengakrabi Kaki Seribu di Pemakaman
- 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer (1925-2025): Petani dan Biografi
- Pagar
- Mau Kuliah Gratis? Beasiswa Bank Indonesia 2025 Telah Dibuka, Ini Syaratnya!
- Air Terjun Weekacura, Hidden Gem di Sumba yang Punya Pesona Memanjakan Mata
- DWP Kemenkop dan LPDB Gelar Sosialisasi Perkoperasian dan Akses Pembiayaan Dana Bergulir di Cirebon
- Menakar Kunci Sukses Swasembada Pangan
- Patrick Pantera Negra Kluivert dan Memori Stadion Ernst Happel
- Pangan, Gizi dan Harapan
Tidur: Pemerintah dan Puisi

Bandung Mawardi
Tukang Kliping, Bapak Rumah Tangga
Baca Lainnya :
- Jika Pohon Mati, Kita Pun Mati0
- Keluarga Besar Mapala Stacia UMJ Bertambah 25 Anggota Baru0
- Indonesia: Susu dan Buku0
- Trik Pengawetan Kayu Sengon untuk Menjaga Kualitasnya0
- Sipebi, Penyunting Ejaan Bahasa Indonesia0
PEMERINTAH berpikir serius dalam
membenahi dan memajukan pendidikan di Indonesia. Bukti dapat terbaca dalam
kebijakan pemerintah untuk murid-murid di seantero Indonesia. Pendidikan tak
sekadar kehadiran murid dan guru di kelas. Dukungan kemajuan pendidikan merujuk
rumah.
Pemerintah menginginkan murid-murid di Indonesia menentukan
derajat pendidikan dimulai di rumah. Dua hal terpenting disampaikan pemerintah:
tidur dan bangun. Seruan agar para anak dan remaja sanggup tidur merasakan
“kenikmatan” dan bangun pagi berdasarkan “kemauan”. Konon, tidur dan bangun itu
menentukan mutu murid dalam menerima pelbagai pelajaran dan beragam kegiatan
saat berada di sekolah.
Kini, pelbagai pihak dianjurkan turut dalam tebar
pengetahuan dan menimbukan kebiasaan kepada anak dan remaja agar mengerti tidur
dan bangun. Tanggung jawab besar dimiliki orangtua meski berhak mendapat
sokongan dari pihak-pihak berbeda dalam keterjalinan tema sedang dibesarkan
oleh pemerintah.
Kita mengandaikan guru mengajukan teks sastra dalam
pemaknaan tidur dan bangun. Pemberian tafsir bersama memungkinkan anak dan
remaja tergerak membuat ketetapan: ikhlas tidur tanpa melek sampai larut malam
dan rajin bangun pagi. Puisi gubahan Joko Pinurbo (2015) menjadi contoh
“belajar” mengenai tidur. Puisi itu berjudul “Buku Latihan Tidur”.
Kita membaca dengan penasaran tentang susah dan mudah untuk
tidur: Malam-malam ia suka bermain kata/ bersama buku latihan tidur. Buku
latihan tidur/ memintanya terpejam dan tersenyum/ sambil membayangkan bahwa di
ujung tidur/ ada sungai kecil yang merdu. Buku latihan tidur/ kemudian
mengucapkan sebuah kalimat/ dan ia balas dengan kalimatnya sendiri./ Begitu
seterusnya sampai buku latihan tidur/ mengantuk dan tak sanggup berkata-kata
lagi.
Terbaca usaha sungguh-sungguh agar orang bisa tidur tanpa
sulit dan gangguan. Keinginan tidur memerlukan siasat dan keberuntungan. Kita
mengerti Joko Pinurbo sedang memberi “pelajaran” tidur.
Imajinasi tidur masih diajukan Joko Pinurbo (2016) dalam
puisi berjudul “Yang”. Ia menulis: Berjalan bersama yang kadang terasa
lamban/ dan membosankan, lebih-lebih jika hidupmu/ selalu diburu-buru oleh
tujuan. Kau bisa saja/ bilang, “Yang kauperlukan hanya tidur cukup/ pikiran
jernih, dan hati pasrah.”
Tidur tetap bukan perkara mudah dalam mendapat cukup dan
mutu. Penggalan puisi itu bisa menjadi referensi permainan tafsir bersama agar
murid-murid sekolah mengetahui hubungan “tidur bermutu” dan dampak saat belajar
di kelas. Kita mengimajinasikan murid-murid bersemangat belajar, tidak
mengantuk saat pagi atau siang di kelas, dan raga terlibat dalam pelbagai
peristiwa.
Di rumah, orang tua kesulitan mengajak anak agar mau tidur
di jam-jam “terbaik”. Ajakan istirahat atau memejamkan mata kalah dengan gairah
anak bermain gawai. Jeratan hiburan atau permainan dalam gawai meminta mata
anak selalu terbuka meski tubuh berbaring di ranjang.
Kegagalan menggunakan jam-jam “terbaik” untuk tidur terjadi
saat kaum remaja memilih nongkrong atau menikmati hiburan saat malam hari.
Sekian anak dan remaja mungkin tak lekas tidur demi belajar atau mengerjakan
tugas-tugas akademis.
Sekian cara diusahakan orang agar mudah tidur dan menikmati
mimpi indah. Telinga mendengar lagu-lagu lembut memberi pengaruh ketenangan dan
kedamaian. Mata membaca buku menimbulkan rangsang renungan sebelum mata
terpejam. Pilihan lampu dan suasana ruang pun menentukan hasrat tidur.
Usaha memahami tidur bisa dilanjutkan dengan membaca buku
besar dan tebal berjudul Mengapa Kita Tidur (2021) garapan Matthew
Walker. Buku itu mengabarkan jutaan manusia di dunia abad XXI mengalami
kesulitan tidur bermutu. Kegagalan mereka meraih kebahagiaan dipengaruhi tidur.
Selebrasi kerja dan nafsu teknologi berkaitan dengan tidur. Tata dunia berpijak
pengetahuan atau konflik-konflik pun dipicu tidur.
Matthew Walker mengingatkan: “Sikap apatis masyarakat
terhadap pentingnya waktu tidur, sebagian, disebabkan oleh riwayat kegagalan
sains menjelaskan mengapa kita membutuhkannya. Tidur tetap menjadi misteri
biologis terakhir yang paling penting saat ini. Semua metode pemecahan masalah
yang mumpuni dalam bidang sains – genetika, biologi molekuler, dan teknologi
digital termutakhir – belum berhasil membongkar teka-teki dari kondisi tidur
yang tetap tersimpan rapat hingga saat ini.”
Kita sempat mampir dalam dua puisi untuk mengerti tidur. Di
bacaan berbeda, tidur justru menguak kegagalan sains. Tidur itu masalah sains,
tak sekadar imajinasi tersaji dalam cerita atau puisi. Tidur dan bangun tak
cuma kebijakan pemerintah dilaksanakan menggunakan peraturan dan raihan
konsekuensi di pendidikan.
Di Kompas, 30 Desember 2024, kita membaca berita
mengandung optimis: “Bangun Pagi Mendukung Prestasi.” Persoalan bangun pagi itu
mula-mula mengharuskan memikirkan tidur. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah
Abdul Mu’ti (27 Desember 2024) mengatakan: “Ada kekhawatiran bahwa anak-anak
muda kita jadi generasi nokturnal, yakni generasi yang tidur lambat dan bangun
terlambat. Ini berbagai macam kebiasaan anak sekarang yang kita khawatirkan
sebagai tantangan membangun karakter kuat.”
Di ujung penjelasan dan kebijakan pemerintah, kita lekas
paham bila tidur dan bangun itu urusan (martabat) negara. Pembuatan kebijakan
agar anak dan remaja membiasakan tidur bermutu dan bangun pagi dimaksudkan
mendukung usaha kemajuan pendidikan. Tidur dan bangun dikaitkan keberhasilan
akademis.
Kita mungkin mengira kebijakan itu aneh dan klise meski
perlahan mengerti lakon pendidikan di Indonesia memang dipengaruhi kebiasaan
tidur dan bangun pagi di rumah. Kehadiran murid-murid di sekolah dalam misi
akademis terhubung dengan kebiasaan di rumah. Konon, pemerintah menghendaki
andil serius orang tua sebagai teladan dan penanggung jawab di rumah.
Kebijakan pemerintah itu diadakan di babak awal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Pekabaran dan tata cara “pengajaran” tidur boleh merujuk fakta-fakta di Indonesia atau ikut memikirkan situasi global. Tidur memang bukan perkaran remeh. Tidur sering menimbulkan petaka saat gagal, terganggu, dan tak bermutu.
Kita mengutip lagi penjelasan Matthew Walker: “Teknologi
yang menyusup ke rumah dan kamar tidur kita tanpa diundang telah diklaim
merampok tidur kita yang berharga… Masa depan tidur adalah tentang kembali ke
masa lalu dalam arti bahwa kita harus kembali dengan tidur melimpah secara
berkala.”
Pada abad XXI, tidur itu masalah darurat. Di Indonesia,
masalah tidur ingin dijawab atau diselesaikan melalui kebijakan atas nama
pendidikan. Kita tak membantah jika tidur berurusan kebahagiaan, agenda
akademis, keharmonisan keluarga, dan kemuliaan negara. Begitu.
