Breaking News
- Ukraina Dilaporkan Serang Bunker Putin Pakai Rudal Strom Shadow Inggris
- Manchester City Sodorkan Perpanjangan Kontrak Fantastis untuk Haaland
- Ilmuwan Ungkap Penyebab Pasangan Selingkuh, Begini Penjelasan Ilmiahnya
- Dari Brasil, Presiden Prabowo Ajak Pelaku Usaha Perkuat Sektor Pertanian
- HKTI Bulatkan Tekad Dukung Penuh Program Prioritas Prabowo-Gibran
- Wamen Todo Pasaribu Paparkan 3 Langkah Bangun Ekonomi Berkelanjutan
- KKP Tangani Bangkai Paus Terdampar di Sumba Timur
- Prabowo Ajak KTT G20 Entaskan Kelaparan, Mentan Gerak Cepat Bentuk Brigade Swasembada Pangan
- Duel Lawan Mike Tyson Pecahkan Rekor, Jake Paul Raup Bayaran Rp1,43 Triliun
- Menteri Dody Optimalkan Infrastruktur Irigasi untuk Dukung Ketahanan Pangan
Emisi Karbon Global Tembus Rekor Tertinggi, Tahun 2024 Capai 37,4 Miliar Ton Karbon Dioksida
LONDON – Emisi karbon dioksida dari bahan bakar fosil yang dilepaskan ke atmosfer pada tahun 2024 mencapai rekor tertinggi sebanyak 37,4 miliar ton. Para ilmuwan mengatakan emisi karbon dioksida (CO2) global dari pembakaran bahan bakar fosil naik 0,8 persen dibandingkan tahun 2023.
Angka ini berdasarkan data awal dan pemodelan komputer, tetapi jika ternyata akurat, ini akan menjadi rekor tertinggi. Inggris akan mengeluarkan sekitar 0,3 miliar ton CO2 pada tahun 2024 dengan membakar bahan bakar fosil – atau sekitar 0,8 persen dari total emisi global.
Dikutip dari laman MailOnline, Senin (18/11/2024), laporan tersebut bertepatan dengan Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties/COP), konferensi tahunan yang mempertemukan para pemimpin dunia untuk membahas perubahan iklim.
COP29, yang berlangsung bulan ini di Baku, Azerbaijan, dihadiri oleh PM Keir Starmer, yang ingin memangkas emisi gas rumah kaca Inggris hingga 81 persen pada tahun 2035.
Laporan Anggaran Karbon Global yang baru, yang diterbitkan pada 13 November 2024, telah disusun oleh tim internasional yang terdiri dari lebih dari 120 ilmuwan.
Menurut penulis utama Pierre Friedlingstein, seorang ilmuwan karbon dan iklim, dampak pemanasan global semakin dramatis. Untuk memenuhi permintaan energi dunia yang sangat besar, pembangkit listrik di seluruh dunia membakar bahan bakar fosil, yaitu batu bara, minyak, dan gas.
Pembangkit listrik ini membakar bahan bakar untuk menghasilkan panas, yang kemudian digunakan untuk menghasilkan uap guna menggerakkan turbin yang menghasilkan listrik.
Sayangnya, saat bahan bakar fosil dibakar, bahan bakar tersebut melepaskan sejumlah besar CO2, gas rumah kaca yang memerangkap panas, ke udara, serta produk sampingan beracun lainnya.
Penelitian baru tersebut memperkirakan bahwa batu bara, minyak, dan gas masing-masing menyumbang 41 persen, 32 persen, dan 21 persen emisi CO2 fosil global.
Sejauh ini, China melepaskan lebih banyak CO2 dari bahan bakar fosil daripada negara lain mana pun, sekitar 12 miliar ton atau 32 persen dari total global. Kemudian Amerika Serikat (13 persen dari total global), India (8 persen), UE (7 persen), dan seluruh dunia (38 persen).
Profesor Friedlingstein mengatakan angka-angka ini mencakup emisi tidak hanya dari pembangkit listrik, tetapi juga dari pesawat dan mobil, karena mereka menggunakan minyak, bahan bakar fosil. Namun, emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil bukanlah satu-satunya penyebab.
Para ilmuwan mengatakan ada 4,2 miliar ton emisi CO2 pada tahun 2024 dari perubahan penggunaan lahan. Dengan kata lain, ketika manusia mengubah bentang alam, salah satu contohnya adalah penggundulan hutan dan degradasi.
Penggundulan hutan adalah proses penebangan pohon secara permanen, sering kali untuk memberi jalan bagi penanaman tanaman pangan dan penggembalaan ternak guna memenuhi permintaan manusia akan makanan.
Ketika penggundulan hutan terjadi, sebagian besar karbon yang disimpan oleh pohon dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai CO2.
Secara global, emisi dari perubahan penggunaan lahan (seperti penggundulan hutan) telah menurun hingga 20 persen dalam dekade terakhir, tetapi akan meningkat pada tahun 2024.
Dengan memperhitungkan perubahan penggunaan lahan, jumlah total emisi CO2 global pada tahun 2024 menjadi 41,6 miliar ton.
Para peneliti mengakui bahwa ada 'ketidakpastian dalam proyeksi', jadi masih ada kemungkinan emisi dapat menurun pada tahun 2024. “Angka yang dikonfirmasi untuk tahun 2024 akan diungkapkan tahun depan,” kata Profesor Friedlingstein. (wib)
Write a Facebook Comment
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
View all comments