- Peduli Kesehatan, Anggota Sevenist Club Periksa Gula Darah dan Gelar Seminar Kesehatan Jantung
- Kemenag Karanganyar Borong Juara di Ajang Penyuluh Agama Islam Award Jateng 2025
- Muhammad Sirod: Penundaan Tarif AS-China Jeda Strategis, Bukan Damai Permanen
- Taman Bumi Meratus dan Kebumen bukan Sekadar Warisan Alam dan Budaya
- AHY: Pembangunan Infrastruktur Perkuat Pertahanan Negara
- Anak Perusahaan Sinarmas Group Kembali Gusur Tanah Petani di Tebo
- Wamentan dan Rektor IPB Luncurkan Benih Paten! Produktivitas Capai 12 Ton Per Hektare
- Belantara Foundation: Strategi Terpadu Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Sebuah Keharusan
- SBY: Krisis Iklim dan Krisis Lingkungan Itu Nyata
- Kembangkan Energi Transisi, Pertamina Dorong Kesejahteraan 408 Petani di Desa Uma Palak
Fasilitas Riset Lidar Tingkatkan Pemahaman Dinamika Cuaca dan Iklim di Khatulistiwa
.jpg)
AGAM - Fasilitas riset Lidar (Light
Detection and Ranging) di Kototabang, Sumatera Barat merupakan hasil kerja
sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Tokyo Metropolitan
University Jepang.
“Kolaborasi riset, khususnya terkait Lidar, sangat penting
bagi kita untuk bisa meningkatkan pemahaman atas dinamika cuaca dan iklim di
negara kita yang berada di khatulistiwa,” ungkap Peneliti Ahli Madya - Pusat
Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, M. Syarif Ramadan, dalam wawancara dengan
Tim Humas BRIN, pada April 2025 ini.
Lidar beroperasi dengan teknik pemantauan jarak jauh secara
aktif yang menggunakan sistem laser dan dipancarkan vertikal ke atmosfer. Alat
ini berfungsi untuk pengamatan aerosol, debu, ozon, dan uap air.
Baca Lainnya :
- Uji Kelayakan Lokasi PLTN, BRIN dan BMKG Lakukan Kajian Potensi Tsunami di Pantai Gosong0
- NASA dan SpaceX Luncurkan Misi Crew-10, Siap Bawa Pulang Astronot ISS yang Terdampar0
- Teknologi China Mencengkram Dunia, Kuasai 37 dari 44 Sektor Sains0
- Keterlibatan Masyarakat Diperlukan dalam Membangun Lintasan Ikan0
- Cegah Kepunahan Spesies, BRIN Dorong Upaya Konservasi Kuda Laut0
Keuntungan pemasangan Lidar di daerah khatulistiwa, yakni
dapat digunakan untuk mengukur parameter atmosfer di daerah tropis yang
memiliki karakteristik unik dan dapat membantu mempelajari interaksi antara
atmosfer dan lautan.
Syarif menjelaskan, observasi Lidar masih dalam satu
rangkaian pengukuran dengan equatorial atmosphere radar (EAR),
yang dimaksudkan untuk mempelajari mekanisme pencampuran udara antara troposfer
dan stratosfer.
“Jika EAR mengukur turbulensi udara, Lidar dimaksudkan untuk
mengukur tinggi awan,” jelas Syarif.
Adapun prinsip kerja dari Lidar yakni memancarkan sinar
laser ke awan dan mengukur intensitas sinar yang dipantulkan oleh awan, beserta
waktu tempuh sinar terpantul tersebut. Dari intensitas dan waktu tempuh, dapat
dihitung ketebalan dan tinggi awan.
“Sistem Lidar di Kototabang didesain untuk dapat mengukur
awan hingga ketinggian 20 kilometer,” sebut Syarif.
Dia kemudian menguraikan prinsip kerja Mie-LIDAR, yaitu
sinar laser dipantulkan menggunakan lensa dan cermin, lalu dibelokkan menuju
atmosfer dan berinteraksi dengan partikel komponen penyusun yang terdapat pada
lapisan troposfer.
Peristiwa akibat interaksi ini mengakibatkan sinar laser
mengalami pemantulan balik. Sinar yang dipantulkan kembali menuju Bumi
dikumpulkan menggunakan teleskop. Photon detector terpasang
pada seperangkat teleskop dikarenakan perangkat tersebut sangat rentan.
Data yang diterima masih berupa data mentah analog yang
kemudian dikonversikan menggunakan analog digital converter menuju photon
counter oscilloscope yang menghasilkan sebuah data digital. Data
digital inilah yang dapat ditampilkan pada PC Mie-LIDAR menggunakan laser
dengan panjang gelombang 532 nm dan teleskop dengan aperture 20
cm.
Syarif menerangkan, pengguna data Lidar meliputi
berbagai lembaga dan organisasi, baik nasional maupun internasional yang
bergerak dalam penelitian atmosfer dan ionosfer, pengembangan model cuaca dan
iklim, pemanfaatan lapisan ionosfer, dan lainnya. Selain itu, universitas serta
badan pemerintahan yang fokus pada pemantauan cuaca.
“Kolaborasi dalam negeri maupun internasional telah menjadi
jalan untuk pengembangan pemahaman global tentang dinamika atmosfer tropis dan
perannya dalam sistem iklim dunia,” tegas Syarif.
Optimalkan Perbaikan Fasilitas Riset “Lidar”
Profesor Shibata dari Tokyo Metropolitan University
Jepang, mengatakan bahwa pemasangan Lidar di daerah khatulistiwa mempunyai
tantangan tersendiri. Pertama, daerah khatulistiwa memiliki kondisi cuaca
yang unik, seperti hujan lebat dan awan tebal yang dapat memengaruhi kinerja
Lidar. Kedua, interferensi sinyal Lidar dapat terganggu oleh interferensi dari
sumber lain seperti radiasi sinar matahari.
Karena itu, ujar dia, perbaikan kali ini lebih
diutamakan kepada penggantian modul signal processing unit,
penggantian kabel pada setiap modul antena, dan penggantian uninterruptible
power supply (UPS) cadangan untuk menyuplai daya saat pemadaman
listrik.
“Karena hal paling utama yang harus dipersiapkan dan
diperhatikan adalah suplai arus listrik tidak boleh terputus, dikarenakan
pengamatan dilakukan 24 jam secara terus-menerus setiap harinya,” ujarnya.
“Tidak ada yang berubah pada sistem pengamatan pada
peralatan Lidar dengan pengamatan pada waktu sebelumnya. Maintenance rutin
sistem Lidar ini dilakukan secara periodik enam bulan sekali,” tandas
Shibata. (ib, cicha/ed: tnt)
