Indef Ingatkan Pertanian Belum Pulih Dari Dampak Pandemi

By PorosBumi 04 Des 2025, 07:18:33 WIB Pangan
Indef Ingatkan Pertanian Belum Pulih Dari Dampak Pandemi

Keterangan Gambar : Ilustrasi Indef-Istimewa


JAKARTA-  Lembaga pemikir Indef menilai sektor pertanian masih menghadapi tantangan struktural. Hal itu terlihat dari data  pertumbuhan PDB sektor pertanian tertinggal dari pertumbuhan ekonomi nasional, pemulihan pascapandemi belum solid, produktivitas stagnan, dan adopsi teknologi berjalan lambat.

Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Indef,  Abra Talattov memaparkan analisis kinerja sektor pertanian berdasarkan data triwulanan sejak 2015.

Pertumbuhan sektor pertanian berada di sekitar 4,9 persen pada Triwulan III-2025 dengan tingkat fluktuasi yang lebih tinggi dibandingkan PDB nasional yang stabil di atas 5 persen,” ungkap dia dalam keterangan resmi dikutip Jumat(5/12/2025).

Baca Lainnya :

Menurut dia data itu menjelasakan  bahwa pertanian belum pulih secara struktural dari dampak pandemi. Ketimpangan antar komoditas tetap terlihat, dimana padi relatif stabil dan jagung meningkat, sementara kedelai dan gula melemah. Impor beras khusus lebih dari 223 ribu ton pada Januari–Juli 2025 memperlihatkan bahwa produksi domestik belum mencukupi.

Padi dan jagung menunjukkan perbaikan hasil panen, tetapi komoditas strategis seperti gula dan kedelai mengalami stagnasi atau penurunan,” tutur dia.

Pada sisi lain dia mengingatkan permintaan terhadap pangan berbasis impor seperti gandum, gula, dan kedelai terus meningkat tanpa diimbangi kapasitas produksi domestik yang memadai. Kondisi ini memperlemah neraca pangan 2025 yang sudah menunjukkan tekanan pada aspek ketersediaan maupun stabilitas harga,” terang dia..

Dalam mengantisipasi risiko pangan 2026, Abra menekankan potensi gangguan distribusi, koordinasi kelembagaan yang belum optimal, serta peningkatan biaya produksi yang dapat berdampak pada daya beli masyarakat.

kebijakan perlindungan sosial pangan dan beban subsidi komoditas berpotensi menambah tekanan terhadap fiskal jika efisiensi kebijakan tidak ditingkatkan. Oleh karena itu, pendekatan Food–Energy–Water Nexus harus menjadi landasan dalam penyusunan kebijakan pangan nasional, memastikan integrasi antara kebijakan air, energi produksi, dan sistem pangan,” papar dia.

Dalam situasi tekanan ekonomi global dan volatilitas harga pangan, pendekatan Food–Energy–Water Nexus menjadi krusial untuk memastikan konsistensi kebijakan dari hulu hingga hilir.

Anggota Komisi IV DPR RI, Endang Setyawati Thohari menjelaskan bahwa ketahanan pangan tidak hanya berkaitan dengan peningkatan produksi, tetapi membutuhkan konsistensi regulasi, kepastian tata kelola lahan, dan perlindungan bagi petani kecil.

Menurutnya, risiko global seperti fluktuasi harga pangan, konflik geopolitik, dan ketidakpastian rantai pasok menuntut Indonesia memiliki sistem yang jauh lebih resilien. Transformasi pertanian harus mencakup penguatan riset dan inovasi benih, modernisasi logistik, efisiensi penggunaan input, serta revitalisasi infrastruktur irigasi untuk memastikan kenaikan produktivitas yang merata.

Melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, Komisi IV berkomitmen memperkuat alokasi pendanaan pertanian dan mempercepat implementasi one map policy agar konflik lahan dapat dihindari.

Endang juga menekankan pentingnya menjadikan petani kecil, masyarakat lokal, dan generasi muda sebagai pusat ekosistem pangan melalui akses yang lebih luas terhadap modal, teknologi, dan kemitraan yang berkeadilan.

Direktur Operasi PT Pupuk Indonesia, Dwi Satriyo Annurogo  menyoroti bahwa ketersediaan pupuk, khususnya nitrogen, merupakan faktor kunci peningkatan produktivitas padi dan komoditas pangan lainnya.

Dengan proyeksi peningkatan kebutuhan beras menuju Indonesia Emas 2045, tambahan produksi sebesar 5,69 juta ton perlu dipastikan melalui pemupukan yang tepat dan berkelanjutan.

Dwi Satriyo menyampaikan bahwa kapasitas produksi nasional saat ini berada pada tingkat yang sangat memadai dan terus diperkuat melalui perbaikan tata kelola distribusi. Digitalisasi melalui pusat komando,meja pemantauan, dan sistem pencatatan elektronik diterapkan untuk memastikan penyaluran subsidi pupuk berlangsung lebih transparan, akuntabel, dan tepat sasaran hingga ke tingkat petani.

Ke depan, strategi transformasi industri pupuk akan berfokus pada peningkatan efisiensi energi, pengembangan pemupukan presisi, serta pembangunan pabrik baru di kawasan timur Indonesia untuk memperkuat rantai pasok nasional.

Upaya ini diharapkan dapat menjadi fondasi bagi swasembada pangan sekaligus transisi menuju pertanian modern dan rendah emisi,” terang dia. 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment