- KKP Luncurkan Dua Buku Kehidupan Masyarakat Pesisir
- KKP Genjot Produksi Perikanan Budi Daya Penuhi Kebutuhan Ramadan hingga Lebaran
- Kementerian PU Gerak Cepat Tangani Jalan Amblas di Lintas Jambi-Sumbar
- Percepat Swasembada Pangan, Mentan Amran Bidik Sumsel Jadi Tiga Besar Produsen Beras Nasional
- Banjir Jabodetabek Bukti Nyata Rentannya Indonesia dalam Ancaman Krisis Iklim
- Teknologi China Mencengkram Dunia, Kuasai 37 dari 44 Sektor Sains
- Keterlibatan Masyarakat Diperlukan dalam Membangun Lintasan Ikan
- Cegah Kepunahan Spesies, BRIN Dorong Upaya Konservasi Kuda Laut
- Menko AHY: Proyek NCICD Krusial Lindungi Pesisir Utara Jawa
- Mentan dan Wamentan Turun Langsung Kawal Operasi Pasar Pangan Murah di Palembang
Keterlibatan Masyarakat Diperlukan dalam Membangun Lintasan Ikan
.jpg)
JAKARTA - Fish passage atau lintasan
ikan dirancang untuk memfasilitasi migrasi ikan melintasi bangunan melintang
sungai, seperti bendungan atau penghalang lainnya. Namun, Kepala Pusat Riset
Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN) Arif Wibowo mengatakan, pembangunan lintasan ikan di Indonesia minim
keterlibatan dari masyarakat.
“Padahal, masyarakat sangat penting dalam menjaga lintasan
ikan. Sehingga, kita perlu riset-riset sosial untuk meningkatkan persepsi
masyarakat pentingnya lintasan ikan ini,” kata Arif, pada pelatihan bertajuk
Social Research Training for Fish Conservation Scientists, di Gedung B.J
Habibie, Jakarta, Senin (24/2).
Selama ini, sambung Arif, dalam riset lintasan ikan,
pihaknya hanya berfokus pada aspek biologi, seperti biodiversitas ikan yang
terdapat pada bendung/bendungan. Hal ini penting dalam membangun lintasan ikan
yang efektif. Termasuk dalam aspek turbulensi, ketinggian/lereng (slope), arus,
dan sebagainya.
Baca Lainnya :
- Cegah Kepunahan Spesies, BRIN Dorong Upaya Konservasi Kuda Laut0
- Baterai Solid-State Lebih Aman dan Bertenaga, Jadi Andalan Teknologi di Masa Depan0
- Dampak Perubahan Iklim, Gletser Antartika yang Meleleh Berpotensi Picu Tsunami0
- Militer China Kembangkan Rudal Siluman, Mampu Hindari Deteksi Radar Musuh0
- Ilmuwan Temukan Zat Kimia Penyebab Planet Mars Berwarna Merah, Ini Penjelasannya0
“Dengan penelitian sosial, peneliti dan pemangku kepentingan
dapat memperoleh pemahaman keterkaitan antara pembangunan lintasan ikan untuk
keamanan pangan, keamanan energi, sekaligus ketersediaan protein dan nutrien
untuk masyarakat,” ucapnya.
Selain itu, riset sosial juga penting untuk mem-valuasi atau
memberikan nilai seberapa penting keberadaan ikan di sungai. “Ini harus ditanya
betul-betul ke masyarakat dan nanti bisa kita lihat perkiraan nilai valuasi
ekonominya akan seperti apa,” kata Arif.
Pada implementasinya, ujar Arif, lintasan ikan tidak hanya
memberikan pengaruh dari aspek ekologis tetapi juga sosial, terutama pada
komunitas masyarakat yang bergantung pada sumber daya perikanan. Karena itu,
diperlukan pemahaman bagi para peneliti di bidang konservasi ikan terkait
penggunaan metode ilmiah dalam penelitian sosial.
“Setiap penelitian ilmu alam pasti melibatkan ilmu
sosial. Dengan ilmu sosial, kita akan
mengetahui bagaimana persepsi masyarakat tentang konservasi ikan. Tidak hanya
kepada masyarakat lokal, tetapi juga berbagai pemangku kepentingan,” kata Arif.
Arif menegaskan, lintasan ikan diperlukan demi melindungi
populasi ikan yang membutuhkan migrasi dan mencegah terjadinya fragmentasi
habitat. Di Indonesia, lintasan ikan sudah ada di berbagai bendung/bendungan.
Di Sumatra terdapat di Perjaya-Sumatera Selatan, Batanghari-Jambi, dan Sei
Ular-Sumatra Utara.
Kemudian di Pulau Jawa sudah dibangun di Sungai
Opak-Yogyakarta. “Ada sekitar tiga fishway (jalur ikan) sudah dibangun di sana.
Itu bukan bendungan, tapi sebenarnya penahan sedimen yang kemudian ada jalur
ikannya,” kata Arif.
Adapun jalur ikan yang sudah memperhatikan kondisi lokal,
sebut Arif, terdapat di Sungai Citatih-Sukabumi. “Yang menarik, Sukabumi
satu-tatunya kabupaten yang memiliki peraturan daerah di mana setiap
pembangunan bendung/bendungan wajib dibuat lintasan ikan,” ujar Arif. Sedangkan
di Sulawesi, lintasan ikan telah dibangun di Bendungan PLTA Poso-Sulawesi
Tengah.
Lebih lanjut Arif mengatakan, BRIN bersama Australian Centre
for International Agricultural Research (ACIAR) dan Charles Sturt University
(CSU) telah melakukan riset terkait lintasan ikan, untuk pengelolaan sumber
daya perairan sungai yang berkelanjutan. Ada enam peneliti BRIN yang saat ini
sedang menempuh studi di CSU, yang melibatkan komponen sosial dalam risetnya.
Selanjutnya, Crawford Foundation dalam hal ini berperan
memberikan pendanaan di bidang ilmu sosial maupun alam, untuk meningkatkan
hubungan kerja sama Indonesia dan Australia. Sekaligus, meningkatkan kapasitas
peneliti di bidang konservasi ikan dalam memahami penelitian sosial. “Sehingga,
persepsi social science bisa menjadi salah satu faktor pengambilan keputusan
dalam bidang konservasi ikan,” tegas Arif.
Senior Research Fellow di Environment and Livelihoods,
Gulbali Institute, CSU, Joanne Millar mengungkapkan, pelatihan ini bertujuan
memberikan pengetahuan dan keterampilan peneliti BRIN di bidang konservasi ikan
dalam memahami masyarakat ketika mereka melakukan penelitian.
“Apakah mereka melakukan penelitian sosial atau tidak,
sangat penting bagi mereka untuk memahami masyarakat setempat dan bekerja
dengan mereka. Lalu, jika mereka akan melakukan penelitian sosial, bagaimana
mereka melakukannya secara etis dan merancang pertanyaan yang baik,” jelas
Joanne.
Kemudian, sambung dia, bagaimana para peneliti menganalisis
data, menulis hasilnya, dan menyajikannya kepada pihak yang berwenang atau
kepada masyarakat. Jo membagikan pengalamannya di negara-negara Asia, salah
satunya proyek merancang jalur ikan di Laos. Setelah jalur ikan dibangun,
masyarakat setempat harus mengelolanya karena para peneliti telah selesai
dengan tugasnya.
“Masyarakat setempat membentuk komite untuk memastikan
orang-orang tidak akan menangkap ikan di sana secara illegal, sehingga mereka
melakukan patroli. Secara bertahap, masyarakat memahami tentang jalur ikan,
walaupun masih sering terjadi penangkapan ikan secara ilegal,” katanya.
Pelatihan yang diikuti BRIN, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, serta NGO ini akan berlangsung selama lima hari. Jo menjelaskan,
peserta juga akan berkunjung ke Pasar Ikan Modern, Muara Angke, dan
mewawancarai para pedagang dan konsumen. “Harapan saya, para peneliti memiliki
keterampilan dan pengetahuan terkait penelitian sosial, serta termotivasi dan
antusias untuk melakukannya,” tandas Jo. (tnt)
