Keterlibatan Masyarakat Diperlukan dalam Membangun Lintasan Ikan

By PorosBumi 05 Mar 2025, 09:50:56 WIB Sains
Keterlibatan Masyarakat Diperlukan dalam Membangun Lintasan Ikan

JAKARTA - Fish passage atau lintasan ikan dirancang untuk memfasilitasi migrasi ikan melintasi bangunan melintang sungai, seperti bendungan atau penghalang lainnya. Namun, Kepala Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Wibowo mengatakan, pembangunan lintasan ikan di Indonesia minim keterlibatan dari masyarakat.

“Padahal, masyarakat sangat penting dalam menjaga lintasan ikan. Sehingga, kita perlu riset-riset sosial untuk meningkatkan persepsi masyarakat pentingnya lintasan ikan ini,” kata Arif, pada pelatihan bertajuk Social Research Training for Fish Conservation Scientists, di Gedung B.J Habibie, Jakarta, Senin (24/2).

Selama ini, sambung Arif, dalam riset lintasan ikan, pihaknya hanya berfokus pada aspek biologi, seperti biodiversitas ikan yang terdapat pada bendung/bendungan. Hal ini penting dalam membangun lintasan ikan yang efektif. Termasuk dalam aspek turbulensi, ketinggian/lereng (slope), arus, dan sebagainya.

Baca Lainnya :

“Dengan penelitian sosial, peneliti dan pemangku kepentingan dapat memperoleh pemahaman keterkaitan antara pembangunan lintasan ikan untuk keamanan pangan, keamanan energi, sekaligus ketersediaan protein dan nutrien untuk masyarakat,” ucapnya.

Selain itu, riset sosial juga penting untuk mem-valuasi atau memberikan nilai seberapa penting keberadaan ikan di sungai. “Ini harus ditanya betul-betul ke masyarakat dan nanti bisa kita lihat perkiraan nilai valuasi ekonominya akan seperti apa,” kata Arif.

Pada implementasinya, ujar Arif, lintasan ikan tidak hanya memberikan pengaruh dari aspek ekologis tetapi juga sosial, terutama pada komunitas masyarakat yang bergantung pada sumber daya perikanan. Karena itu, diperlukan pemahaman bagi para peneliti di bidang konservasi ikan terkait penggunaan metode ilmiah dalam penelitian sosial.

“Setiap penelitian ilmu alam pasti melibatkan ilmu sosial.  Dengan ilmu sosial, kita akan mengetahui bagaimana persepsi masyarakat tentang konservasi ikan. Tidak hanya kepada masyarakat lokal, tetapi juga berbagai pemangku kepentingan,” kata Arif.

Arif menegaskan, lintasan ikan diperlukan demi melindungi populasi ikan yang membutuhkan migrasi dan mencegah terjadinya fragmentasi habitat. Di Indonesia, lintasan ikan sudah ada di berbagai bendung/bendungan. Di Sumatra terdapat di Perjaya-Sumatera Selatan, Batanghari-Jambi, dan Sei Ular-Sumatra Utara.

Kemudian di Pulau Jawa sudah dibangun di Sungai Opak-Yogyakarta. “Ada sekitar tiga fishway (jalur ikan) sudah dibangun di sana. Itu bukan bendungan, tapi sebenarnya penahan sedimen yang kemudian ada jalur ikannya,” kata Arif.

Adapun jalur ikan yang sudah memperhatikan kondisi lokal, sebut Arif, terdapat di Sungai Citatih-Sukabumi. “Yang menarik, Sukabumi satu-tatunya kabupaten yang memiliki peraturan daerah di mana setiap pembangunan bendung/bendungan wajib dibuat lintasan ikan,” ujar Arif. Sedangkan di Sulawesi, lintasan ikan telah dibangun di Bendungan PLTA Poso-Sulawesi Tengah.

Lebih lanjut Arif mengatakan, BRIN bersama Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) dan Charles Sturt University (CSU) telah melakukan riset terkait lintasan ikan, untuk pengelolaan sumber daya perairan sungai yang berkelanjutan. Ada enam peneliti BRIN yang saat ini sedang menempuh studi di CSU, yang melibatkan komponen sosial dalam risetnya.

Selanjutnya, Crawford Foundation dalam hal ini berperan memberikan pendanaan di bidang ilmu sosial maupun alam, untuk meningkatkan hubungan kerja sama Indonesia dan Australia. Sekaligus, meningkatkan kapasitas peneliti di bidang konservasi ikan dalam memahami penelitian sosial. “Sehingga, persepsi social science bisa menjadi salah satu faktor pengambilan keputusan dalam bidang konservasi ikan,” tegas Arif.

Senior Research Fellow di Environment and Livelihoods, Gulbali Institute, CSU, Joanne Millar mengungkapkan, pelatihan ini bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan peneliti BRIN di bidang konservasi ikan dalam memahami masyarakat ketika mereka melakukan penelitian.

“Apakah mereka melakukan penelitian sosial atau tidak, sangat penting bagi mereka untuk memahami masyarakat setempat dan bekerja dengan mereka. Lalu, jika mereka akan melakukan penelitian sosial, bagaimana mereka melakukannya secara etis dan merancang pertanyaan yang baik,” jelas Joanne.

Kemudian, sambung dia, bagaimana para peneliti menganalisis data, menulis hasilnya, dan menyajikannya kepada pihak yang berwenang atau kepada masyarakat. Jo membagikan pengalamannya di negara-negara Asia, salah satunya proyek merancang jalur ikan di Laos. Setelah jalur ikan dibangun, masyarakat setempat harus mengelolanya karena para peneliti telah selesai dengan tugasnya.

“Masyarakat setempat membentuk komite untuk memastikan orang-orang tidak akan menangkap ikan di sana secara illegal, sehingga mereka melakukan patroli. Secara bertahap, masyarakat memahami tentang jalur ikan, walaupun masih sering terjadi penangkapan ikan secara ilegal,” katanya.

Pelatihan yang diikuti BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta NGO ini akan berlangsung selama lima hari. Jo menjelaskan, peserta juga akan berkunjung ke Pasar Ikan Modern, Muara Angke, dan mewawancarai para pedagang dan konsumen. “Harapan saya, para peneliti memiliki keterampilan dan pengetahuan terkait penelitian sosial, serta termotivasi dan antusias untuk melakukannya,” tandas Jo. (tnt)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment