Pagar

By PorosBumi 31 Jan 2025, 13:49:19 WIB Tilikan
Pagar

Keterangan Gambar : Wahyono


Selain memantik polemik, apa yang bisa diperbincangkan soal pagar? Syahdan, keberadaan pagar ternyata sudah mahfum sejak adanya peradaban manusia. Pagar sejatinya digunakan sebagai pelindung atau batas dari kepemilikan dari tanah, rumah, pekarangan maupun asset benda mati lainnya. Dalam konteks lain, pagar juga bisa dimaknai sebagai cerminan sifat pemilik rumah. Bahkan pagar juga meceritakan soal simbol seseorang.

Di zaman modern yang makin permisif terhadap sifat individualis saat ini pagar bukan hanya sebagai simbol keindahan dan keamanan, melainkan juga mempelajari karakter, kultur, interaksi, tradisi dan laku hidup manusia. Secara sederhana keberadaan pagar bukan hanya berupa benda mati dari kayu maupun berwujud tembok mengelililingi rumah atau menjadi batas etalase kediaman seseorang.

Jika dilacak secara historis, masyarakat barat adalah komunitas pertama yang memperkenalkan apa itu pagar. Bagi masyarakat barat, pagar awalnya memiliki fungsi sebagai keamanan. Namun seiring menjamurnya kemakmuran kapitalisme, fungsi itu mengalami perluasan di mana pagar juga dikaitkan dengan fungsi estetis., fungsi yang tak jauh dari keindahan dan kecantikan. Estetika pagar menjadi salah satu simbol individualisme masyarakat barat. 

Baca Lainnya :

Seperti halnya masyarakat Barat, bangsa Indonesiapun juga sudah mengenal pagar baik sebagai sebuah simbol individualisme ala barat ataupun sebagai bagian dari praktik komunalisme. Golongan masyarakat yang memaknai pagar seperti masyarakat barat adalah golongan elite atau kaum berada

Hal ini sebenarnya sedikit bertentangan dengan karakter masyarakat timur seperti Indonesia yang sangat mengedepankan komunalisme dalam sistem paternalistik. Dalam sistem ini individualisme ditepikan.

Spirit komunalisme ini identik dengan masyarakat petani, masyarakat tradisional atau disebut sebagai ‘wong cilik’ di Indonesia. Sebagai masyarakat petani, keberadaan pagar lebih diterjemahankan dengan batas berupa batu, pohon ataupun sungai, bukan sebagai simbol individualisme.

Pemaknaan terhadap pagar masyarakat petani yang tradisonalis itu sangat berbeda dengan golongan priyayi, golongan yang disebut Cliford Geertz dalam bukunya berjudul Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Bagi masyarakat priyayi, pagar lebih dimaknai sebagai simbol status sosial seperti halnya masyarakat Barat.

Para priyayi di era kolonial banyak membangun rumah gedongan dengan pagar melingkar yang terbuat dari dinding batu kokoh. Bagi ‘ndoro’ priyayi, pagar memiliki arti istimewa sebagai status sosial dan simbol kekayaan untuk membedakan dengan golongan abangan maupun kaum petani.

Meski memiliki sejarah panjang di Indonesia, pemaknaan ‘pagar’ saat ini terus mengalami perubahan. Bahkan satu fakta yang belum ada presedennya di masa lalu, keberadaan pagar saat ini ternyata tidak hanya berada di daratan, rumah, pekarangan, areal perkebunan tetapi juga bisa berada di laut. Hebatnya, pagar di laut saat ini sudah bisa mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).   

Uniknya keberadaan pagar-pagar laut itu saat ini memunculkan silang sengkarut. Bukan hanya tentang panjang pagar dan material pembuat pagar tetapi yang menganggu akal sehat kita, keberadaan pagar laut itu ‘tak bertuan’ alias tidak ada pemiliknya.

Berbeda dengan pagar di daratan yang setiap orang saling mengklaim dan ingin menunjukkan kepemilikan pagarnya, anehnya banyak orang berlomba lomba untuk tidak mengakui kepemilikan pagar laut. Tak salah apabila keberadaan pagar laut  di perairan Kabupaten Tangerang saat ini bak seperti ‘anak hilang’ terlepas dari induknya.

Terlepas dari apapun makna maupun terjemahan entitas pagar, antara masyarakat petani dengan masyarakat priyayi maupun masyarakat modern saat ini, hal yang pasti mengenai keberadaan bangunan sebuah pagar tentu ada pemiliknya.

Sang empunya, tuan rumah maupun pihak pembuat yang dalam batas-batas tertentu dimaksudkan untuk menunjukkan kepada pihak eksternal akan batas kepemilikan propertinya. Pagar adalah pelindung atau batas dari kepemilikan tanah, Begitu peradaban manusia mengartikan pagar.

Menjadi aneh bin ajaib apabila keberadaan sebuah pagar tiba tiba muncul dengan sendirinya turun dari langit tanpa pemilik. Syahdan, jika itu terjadi jangan kaget apabila nanti ada iklan pengumuman di media massa tentang berita kehilangan  pemilik pagar laut.

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment