- Anggota ASPAI Se-Indonesia Uji Kompetensi Budidaya Anggur
- Mengintip Cara Anak Mengakrabi Kaki Seribu di Pemakaman
- 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer (1925-2025): Petani dan Biografi
- Pagar
- Mau Kuliah Gratis? Beasiswa Bank Indonesia 2025 Telah Dibuka, Ini Syaratnya!
- Air Terjun Weekacura, Hidden Gem di Sumba yang Punya Pesona Memanjakan Mata
- DWP Kemenkop dan LPDB Gelar Sosialisasi Perkoperasian dan Akses Pembiayaan Dana Bergulir di Cirebon
- Menakar Kunci Sukses Swasembada Pangan
- Patrick Pantera Negra Kluivert dan Memori Stadion Ernst Happel
- Pangan, Gizi dan Harapan
Pelibatan TNI Dalam Proyek Rempang Eco City Melanggar Konstitusi, HAM, dan UU TNI
.jpg)
JAKARTA - Badan Pengusahaan Batam (BP
Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033
Wira Pratama pada Senin, 13 Januari 2025. Dilansir melalui website BP
Batam, diketahui bahwa Rapat Koordinasi tersebut membahas mengenai sinergi
dalam rangka percepatan Rempang Eco-City.
Rapat Koordinasi juga dihadiri oleh Asisten Perencanaan
Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan, Kepala Zeni Kodam 1 Bukit
Barisan, Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam, dan perwakilan PT Makmur
Elok Graha (PT MEG).
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memandang
pelibatan TNI dalam proyek investasi bisnis seperti di Rempang Eco-City tidak
tepat. Hal ini tidak hanya bertentangan dengan Jati Diri Tentara
Profesionalisme yang mengamanatkan tentara tidak berbisnis dan menjunjung
tinggi HAM sebagaimana Pasal 2 huruf d UU TNI, tetapi justru juga berpotensi
besar terjadi pelanggaran HAM di masa datang.
Baca Lainnya :
- KKP Segel Pagar Laut di Perairan Bekasi 0
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat0
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara0
- KKP Setop PMA Pembangunan Jetty Ilegal di Morowali0
- KPA Mengutuk Penyerangan dan Kekerasan Berulang Terhadap Warga Rempang0
Selain itu, keterlibatan TNI dalam Proyek Rempang Eco City juga
bertentangan dengan Peran dan Fungsi TNI sebagai alat negara di bidang
pertahanan untuk penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman
bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat
(1) huruf a UU TNI.
Lebih lanjut keterlibatan itu juga melanggar Tugas Pokok TNI
sebagaimana Pasal 7 UU TNI karena Keterlibatan TNI dalam Proyek Rempang Eco
City tidak dapat dikategorikan sebagai Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
yang membutuhkan prasyarat kebijakan dan keputusan politik negara atau
kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keterlibatan TNI dalam proyek ini dengan dalih perbantuan,
sebagaimana Pasal 7 ayat (2) UU TNI, sama sekali tidak berdasar. Sebab
perbantuan semestinya dilakukan ketika persoalan yang dihadapi melampaui
kapasitas (beyond capacity) otoritas sipil terkait. Sementara dalam konteks
ini, tidak terlihat kondisi-kondisi yang berpotensi memicu ketidaksanggupan
otoritas sipil dalam menanganinya, termasuk aspek ancaman. Sebab prinsip tugas
perbantuan semestinya melalui pertimbangan kondisi kapasitas otoritas sipil.
Meskipun terdapat tugas membantu tugas pemerintah daerah
dalam OMSP, tetapi aspek ini berpotensi menjadi dalih yang dipaksakan,
mengingat tidak jelasnya batasan keterlibatan TNI nantinya. Kondisi ini
merupakan implikasi ketiadaan regulasi yang mengatur Tugas Perbantuan TNI yang semestinya
menjadi obat penawar problematika perluasan peran militer di ranah sipil dalam
konteks OMSP.
Perlu kami ingatkan bahwa TNI tidak dibentuk untuk terlibat
dalam proyek bisnis dan investasi. TNI dibentuk, dididik, diorganisir, dibiayai
dan dipersenjatai semata-mata untuk membunuh dan menghancurkan musuh dalam
perang. Pelibatan TNI dalam proyek-proyek bisnis semacam ini hanya akan
menempatkan TNI dalam posisi berhadap-hadapan dengan rakyat yang pada akhirnya
menimbulkan kekerasan dan pelanggaran HAM.
Di tengah banyaknya permasalahan kekerasan yang dilakukan
oleh Prajurit TNI dan Kritik dari berbagai kalangan dan masyarakat seperti
dalam kasus Penembakan Pemilik Rental Mobil di Tangerang sampai dengan
Penyerangan Warga di Deli Serdang, sudah sepatutnya TNI mengevaluasi diri dan
menghindar dari potensi berulangnya kekerasan yang baru termasuk terlibat dalam
proyek di Rempang Eco City.
Koalisi juga menduga adanya motif ekonomi dan politik dari
segelintir orang atau yang kerap disebut sebagai Perwira Intervensionis untuk
menarik-narik Institusi TNI terlibat dalam proyek Rempang Eco City. Oleh karena
itu koalisi menilai dugaan motif ekonomi dan politik yang membuka ruang
keterlibatan TNI dalam Proyek Strategis Nasional termasuk dan tidak terbatas
pada Proyek Rempang Eco City harus diselidiki lebih lanjut oleh Presiden RI,
DPR RI dan Panglima TNI.
Karena dampak pelaksanaannya tidak hanya pada
Profesionalisme TNI, tetapi TNI akan dihadapkan secara langsung dengan
masyarakat yang mendiami wilayah di mana Proyek-proyek tersebut dilaksanakan
baik masyarakat lokal maupun adat.
Secara umum keterlibatan TNI dalam pelaksanaan proyek-proyek
Pemerintah lainnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, seperti dalam proyek
Lumbung Pangan (Food Estate) di beberapa wilayah, Pengamanan PT Freeport
Indonesia di Papua, Pengamanan PT Dairi Prima Mineral di Sumatera Utara,
Pengamanan PT Inexco Jaya Makmur di Sumatera Barat (2018), Pengamanan PT Duta
Palma di Kalimantan Barat (2024).
Termasuk keterlibatan dalam perampasan tanah adat Badan
Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) oleh PTPN II di Sumatera Utara
(2020), Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Wadas (2021), PSN
Smelter Nikel CNI Group, Sulawesi Tenggara (2022), hingga PSN Bendungan Lau
Simeme, Sumatera Utara (2024). dalam praktiknya keterlibatan-keterlibatan TNI
tersebut menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat lokal dan masyarakat adat
dan tidak jarang menimbulkan kekerasan.
Berdasarkan uraian di atas, koalisi mendesak:
Presiden RI memerintah Panglima TNI untuk memastikan tidak
ada keterlibatan Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan dan Satuan
Pelaksana di bawahnya, terkhusus Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama
dan Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam dalam Proyek Rempang Eco City;
Komisi I DPR RI sebagai salah satu bagian dari Kontrol Sipil
atas Militer harus mengevaluasi semua tindakan TNI yang bertentangan dengan
Peran, Tugas dan Fungsinya, terkhusus terkait dengan Keterlibatan TNI dalam
Proyek-Proyek Strategis Nasional;
Panglima TNI memerintahkan Inspektorat Jenderal TNI Angkatan
Darat untuk melakukan Audit, Review, Evaluasi, Pemantauan, dan Kegiatan
Pengawasan Lainnya terkait dengan keterlibatan Komando Daerah Militer (Kodam) 1
Bukit Barisan dan Satuan Pelaksana di bawahnya, terkhusus Komando Resor Militer
(Korem) 033 Wira Pratama dan Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam dalam
Proyek Rempang Eco City yang bertentangan dengan Peran, Tugas dan Fungsi TNI;
Presiden dan DPR RI harus memastikan tidak ada Keterlibatan
TNI dalam Proyek Pemerintah, serta memerintahkan Semua Kementerian Koordinator
dan Kementerian dan/atau Lembaga Negara lainnya untuk tidak menarik dan/atau
membuka ruang keterlibatan Institusi TNI dalam Pelaksanaan Proyek Pemerintah;
Jakarta, 15 Januari 2024
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan:
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty
International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA
Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP),
Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
