- Anggota ASPAI Se-Indonesia Uji Kompetensi Budidaya Anggur
- Mengintip Cara Anak Mengakrabi Kaki Seribu di Pemakaman
- 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer (1925-2025): Petani dan Biografi
- Pagar
- Mau Kuliah Gratis? Beasiswa Bank Indonesia 2025 Telah Dibuka, Ini Syaratnya!
- Air Terjun Weekacura, Hidden Gem di Sumba yang Punya Pesona Memanjakan Mata
- DWP Kemenkop dan LPDB Gelar Sosialisasi Perkoperasian dan Akses Pembiayaan Dana Bergulir di Cirebon
- Menakar Kunci Sukses Swasembada Pangan
- Patrick Pantera Negra Kluivert dan Memori Stadion Ernst Happel
- Pangan, Gizi dan Harapan
Laporan Konflik Agraria Sepanjang 2024
.jpg)
HIRUK pikuk kontestasi politik
elektoral 2024 tidak mampu menahan laju eskalasi letusan konflik agraria di
Indonesia. Sepanjang 2024, KPA mencatat sedikitnya terjadi 295 letusan konflik
agraria yang terjadi di semua sektor. Letusan konflik tersebut terjadi di atas
tanah seluas 1,1 juta hektar, tepatnya 1.113.577,47 hektar, yang berdampak pada
67.436 keluarga di 349 desa.
Terjadi kenaikan letusan konflik agraria hingga 21% pada
tahun 2024 jika dibandingkan tahun 2023 yang berjumlah 241. Sektor perkebunan
menjadi penyumbang konflik agraria tertinggi dengan 111 kasus, dimana 75 kasus
(67 %) disebabkan oleh perkebunan sawit dengan dengan luas 127.281,30 hektar
dan korban terdampak mencapai 14.696 keluarga.
Sementara sektor infrastruktur menyebabkan 79 kasus letupan
konflik dengan luas mencapai 290.785,11 hektar dan berdampak pada 20.274
keluarga. Sebagian besar konflik agraria infrastruktur tersebut disebabkan oleh
PSN dengan 36 kasus dari 39 total kasus konflik agraria PSN yang terjadi pada
tahun 2024 (3 kasus lainnya disebabkan food estate). Selanjutnya sektor
pertambangan menyebabkan 41 ledakan konflik yang didominasi oleh industri
batubara (14 kasus) dan nikel (11 kasus).
Baca Lainnya :
- Rekor Baru Bitcoin: Imbas dari Pelantikan Donald Trump?0
- Langkah Besar Menuju Pasar Karbon Global0
- Pelibatan TNI Dalam Proyek Rempang Eco City Melanggar Konstitusi, HAM, dan UU TNI0
- KKP Segel Pagar Laut di Perairan Bekasi 0
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat0
Secara sebaran, konflik agraria terjadi di 34 provinsi dari
38 provinsi di Indonesia. Provinsi Sulawesi Selatan menempati posisi pertama
dengan 37 kasus, Sumatra Utara (32), Kalimantan Timur (16), Jawa Barat (16),
Jawa Timur (15), Sulawesi Tengah (13), Sumatra Barat (12), Sumatra Selatan
(11), DKI Jakarta (11), dan Jambi (10).
Konflik agraria tahun ini juga menyebabkan ratusan kasus
kekerasan dan kriminalisasi. Selama 2024, sedikitnya 556 orang menjadi korban
kekerasan dan kriminalisasi akibat keterlibatan aparat di wilayah konflik
agraria. Korban-korban tersebut diantaranya mengalami kriminalisasi sebanyak
399 orang, dianiaya atau mengalami kekerasan sebanyak 149 orang, sebanyak 4
orang ditembak dan 4 orang tewas akibat tindakan gegabah para aparat.
Potret di Balik Konflik Agraria 2024
Selama 2024, petani menjadi kelompok yang paling terdampak
dari letupan-letupan konflik agraria. Dari total 295, 173 diantaranya
melibatkan petani sebagai korban. Kelompok kedua yang paling sering menjadi
korban adalah kelompok masyarakat miskin kota. Mereka tergusur atau terdampak
sebanyak 56 kali. Kelompok ketiga yang paling sering menjadi korban adalah
Masyarakat Adat dengan 53 kasus. Terakhir, kelompok nelayan yang menjadi korban
sebanyak 13 kali.
Dari sisi lanskap agraria, tanah pertanian rakyat yang
paling sering terdampak konflik agraria, sejalan dengan data di atas. Dari
total 295 ledakan konflik, 178 kasus terjadi di atas tanah pertanian rakyat
dengan total luas mencapai 326.224,34 hektar, dan korban sebanyak 46.642 rumah
tangga petani. Jika dikalkulasikan secara rata-rata rumah tangga petani, maka
setidaknya terdapat 93.284 petani (laki-laki dan perempuan petani), yang
menjadi korban konflik agraria sepanjang tahun 2024. Estimasi tersebut bisa jadi
lebih, sebab dalam budaya masyarakat pedesaan dan pertanian di Indonesia,
lumrah ditemukan model usaha pertanian dalam skala rumah tangga, yang tidak
hanya melibatkan suami-istri, melainkan juga mengikutsertakan anak-anak
dalam membantu penggarapan lahan.
Hasil pemantauan dan analisis yang dilakukan KPA, menemukan
bahwa konflik agraria yang terjadi sepanjang 2024 merupakan konflik-konflik
lama yang meledak kembali akibat tindakan sepihak pemerintah, badan usaha, baik
swasta maupun milik negara hingga aparat keamanan. Selain meletupnya konflik,
peristiwa tersebut kembali memakan korban.
Sebagian besar merupakan konflik yang telah berlangsung
sejak 10 tahun terakhir, atau kasus konflik agraria baru yang terjadi di era
pemerintahan Jokowi. Sisanya merupakan konflik-konflik agraria lama (latent,
manifest) yang telah berumur puluhan tahun, namun belum kunjung
selesai konfliknya.
Dari sisi aktor penyebab konflik, badan usaha swasta
mendominasi sebagai penyebab utama letupan konflik agraria 181 kasus konflik
agraria. Di sisi lain, badan usaha swasta diprediksi juga akan pemicu konflik
agraria yang lebih luas. Apalagi pada tahun ini, pemerintah memberikan “kedok
PSN” untuk proyek-proyek yang sarat kepentingan swasta agar masuk ke dalam
daftar PSN seperti Proyek Bumi Serpong Damai (BSD) dan Pantai Indah Kapuk 2
(PIK 2). Mundur jauh ke belakang, ada proyek Lido yang digawangi MNC Group.
Catatan lain adalah Badan Otorita dan Badan Bank Tanah yang
menjelma menjadi wajah baru perampas tanah selama beberapa tahun terakhir (terutama
sejak UU Cipta Kerja). Tahun ini, operasi Badan Otorita menyebabkan
14 letupan konflik dan Badan Bank Tanah sebanyak sebanyak 7 kasus konflik.
Rentetan kasus agraria yang terjadi sepanjang tahun ini
tidak tidak bisa dilepaskan dari pola-pola kejahatan korupsi, kolusi dan
manipulasi. Praktek korupsi, kolusi dan manipulasi itu menjelma dalam
praktik-praktik mafia tanah, malaministrasi, pembiaran secara sistemik dan
terstruktur atas tanah-tanah terlantar, tukar guling kawasan, deforestasi, atau
praktek jual-beli tanah, dan operasi illegal tambang. Pada ujungnya, rakyat
menjadi korban dari praktek-praktek koruptif tersebut.
KPA menemukan ada 108 kasus diantaranya disebabkan oleh
praktik illegal badan usaha, baik swasta maupun negara. Sementara 21 kasus
melibatkan praktik mafia tanah dan sisanya sebanyak 23 kasus akibat pembiaran
berkepanjangan atas tanah-tanah yang diterlantarkan oleh perusahaan, dan
menjadi modus pengusaha untuk mendapatkan modal dari bank dengan cara
mengagunkan HGU/HGB ke bank.
Panen “Konflik Agraria” Satu Dekade Jokowi
Sepanjang satu dekade terakhir negara kita berhasil
“memanen” konflik agraria. Kesimpulan ini pantas disematkan untuk menggambarkan
situasi agraria yang terjadi selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi.
Sepanjang 10 tahun memimpin Indonesia, Jokowi memecahkan
rekor sebagai Presiden yang melahirkan letusan konflik agraria tertinggi dalam
sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia. Jika dikalkulasikan sejak 2015-2024,
sedikitnya terjadi 3.234 ledakan konflik dengan luas mencapai 7.422.838,47
hektar dan korban sebanyak 1.826.744 keluarga.
Benang merah yang bisa ditarik dari situasi konflik agraria
yang terjadi sepanjang 2024 adalah disebabkan oleh dua mantra utama rezim
pemerintahan Jokowi selama dua periode terakhir, yakni bisnis ekstraktif yang
bersandar pada industri perkebunan dan tambang, serta proyek-proyek pembangunan
yang dilabeli Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pemicu utama ini tentu tidak bisa dilepaskan dari isu
kehutanan, sebab selain bersumber dari hasil perampasan tanah rakyat, sumber
tanah ketiganya seringkali berasal dari kawasan hutan konservasi yang
seharusnya dibiarkan alami.
Sepanjang pemerintahan Jokowi, konflik agraria perkebunan
terjadi sebanyak 1.243 kasus yang Sebagian besarnya disebabkan perkebunan
sawit. Sementara percepatan proyek-proyek strategis nasional menyebabkan 154
letusan dengan luas mencapai 1 (satu) juta hektar dan korban terdampak sebanyak
103.685 keluarga.
Catatan lainnya, eskasi konflik agraria akibat industri
pertambangan yang terus naik terutama pasca revisi UU Minerba dan masuknya
sebagian bisnis tambang ke dalam daftar PSN. Periode 2020-2024, konflik agraria
akibat industri pertambangan terjadi sebanyak 136 kasus. Kasus-kasus tersebut
sebagian besarnya disebabkan oleh nikel dan batubara.
Selama pemerintahan Jokowi, kekerasan sepertinya telah
menjadi langgam dalam penanganan konflik. Periode 2015-2024, KPA mencatat 2.841
kasus kriminalisasi, 1.054 kasus penganiayaan, 88 orang tertembak dan 79 tewas.
Setiap tahun selalu terdapat korban tewas dalam penanganan konflik
agraria.
Catatan khusus patut dilayangkan kepada pihak kepolisian.
Tercatat selama periode kedua pemerintahan Jokowi (2020-2024), trend kekerasan
dan kriminalisasi yang dilakukan aparat kepolisian terus mengalamai kenaikan.
Rentetan kasus-kasus yang dilakukan pihak kepolisian dan menimbulkan korban di
pihak masyarakat tidak kunjung membuat institusi Bhayangkara ini melakukan
pembenahan diri.
Konflik Agraria dalam 100 Hari Pemerintahan
Prabowo
Krisis agraria di atas, sejatinya telah meninggalkan
pekerjaan rumah besar bagi Presiden Prabowo. Sayangnya, selama 100 hari pertama
pemerintahannya, konflik agraria tidak menunjukkan gejala penurunan. Rentang
waktu tersebut sedikitnya terjadi 63 letusan konflik agraria dengan luas
66.082,19 hektar dan korban terdampak sebanyak 10.075 keluarga.
Di satu sisi, memang tidak adil jika letupan konflik ini
tanggung jawabnya ditimpakan ke Presiden Prabowo yang baru saja menjadi nahkoda
baru pemerintahan. Ledakan konflik-konflik tersebut adalah buat kebijakan yang
terjadi para periode pemerintahan sebelumnya.
Namun begitu, ledakan konflik tersebut bisa saja dihindarkan
jika Prabowo mengeluarkan intruksi kepada para pihak, terutama pemerintah,
aparat keamanan, perusahaan, atau badan-badan otorita untuk menahan diri dan
menjaga kondusifitas di lapangan. Namun sayangnya, hal itu tidak terjadi jika
melihat dinamika selama 100 hari pertama ini.
Di sisi lain, KPA juga menemukan bahwa beberapa kejadian
konflik yang terjadi selama 100 hari pertama Prabowo banyak dipicu oleh
program-program prioriritasnya sendiri, salah satunya terkait program
swasembada pangan dan ketahanan pangan. Salah satunya adalah kasus penggusuran
para petani di Desa Sahbandar, Kecamatan Kertajati, Jawa Barat.
Terkait kasus di Kertajati, adalah PT Sindangkasih Multi
Usaha (SMU), salah satu badan usaha pemerintah daerah Majalengka yang menjadi
aktor penggusuran. Mereka bekerjasama dengan PT Garuda Indofood. Penggusuran
tersebut mengakibatkan 250 keluarga yang menguasai lahan seluas 399,98 hektar
tersebut menjadi terancam.
Meningkatnya Eskalasi Konflik Agraria Pasca UU
Cipta Kerja
Kebijakan yang memberi kontribusi langsung dalam konflik
agrarian dalam lima tahun terakhir adalah UU Cipta Kerja. Dominasi kepentingan
swasta dalam mengakumulasi profit dibandingkan dengan memperluas kapasitas
ekonomi rakyat memberi jalan bagi kemudahan perampasan tanah.
Dalam ribuan pasal UUCK, pengaturan mengenai kemudahan
Petani, nelayan, masyarakat adat dan perempuan untuk memiliki tanah maupun
akses dalam pengusahaan tanah praktis tidak diberikan. Pengaturan tersebut
terpampang mulai dari perizinan dunia usaha, pengadaan tanah, penetapan kawasan
hutan, hingga perencanaan dan penetapan proyek strategis nasional.
Hal tersebut telah merugikan masyarakat luas sebab beberapa
pengaturan dalam UU Cipta Kerja yang digunakan sebagai dasar perampasan tanah
sekaligus menghambat Reforma Agraria justru dengan cepat diundangkan. Beberapa
di antaranya adalah; 1) pembentukan Badan Bank Tanah; 2) munculnya HPL sebagai
hak baru; 3) meningkatnya impor pangan; 4) perlakuan khusus bagi pengusaha
tambang dan hilangnya hak veto rakyat; dan 5) meningkatnya ancaman perampasan
pesisir dan wilayah tangkap nelayan atas nama kebijakan/kawasan strategis
nasional;
Selain diperhadapkan dengan hyper regulation,
temuan lainnnya ialah masyarakat mulai terdampak dari UU Cipta. Khususnya
terkait dampak yang dialami oleh petani, buruh, nelayan, masyarakat adat,
perempuan dan kelompok miskin lainnya sebagai konstituen yang harus diutamakan
dalam pembangunan nasional
Konsepsi Reforma Agraria Prabowo-Gibran
Merujuk pada dokumen Asta Cita, kebijakan Reforma Agraria
dimasukan ke dalam Asta Cita kedua di bawah Program Swasembada Pangan.
Tepatnya, “Menjalankan agenda Reformasi Agraria untuk memperbaiki
kesejahteraan petani dalam arti luas sekaligus mendukung peningkatan produksi
di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan kelautan”.
Dalam kerangka ini, Asta Cita menempatkan bahwa tujuan
reforma agraria adalah peningkatan produksi dalam dimensi luas berbagai bidang
agraria di bawah payung swasembada pangan. Selanjutnya RPJMN 2025-2029,
merumuskan lebih teknis kerangka Reforma Agraria ke dalam “Kebijakan
Pembangunan Wilayah dan Sarana Prasarana”. Terjemahan Asta Cita terkait pangan
dan Reforma Agraria di dalam RPJMN dapat kita lihat dalam gambar di bawah ini.
Bertolak dari dua hal tersebut, dapat dilihat bahwa Reforma
Agraria dalam Asta Cita ditempatkan sebagai landasan dasar bagi pembangunan
pertanian. Namun dalam penerjemahan oleh Bappenas, Reforma Agraria kembali
dikerdilkan dan diterjemahkan sebagai program sertifikasi tanah.
Sejatinya, Presiden Prabowo memiliki momentum menjalankan
reforma agraria di bawah komandonya. Terutama jika melihat 3 (tiga) program
prioritas dan unggulan Prabowo, yakni swasembada pangan, pengentasan kemiskinan
dan program makan bergizi gratis.
Dalam konteks swasembada pangan. Jika mau berhasil
berswasembada, Prabowo sudah semestinya meletakkan reforma agraria sebagai
landasan utama. Pemerintah harus menaikkan level targetannya menjadi keadulatan
pangan, dimana pelaksanaan reforma agrarian menjadi fondasi pembangunan
pertanian dan pedesaan.
Pada konteks agenda pengentasan kemiskinan, pembangunan yang
bersifat distributif kekayaan melalui redistribusi tanah dan penataan ulang
luas pertanian (dari gurem ke non gurem) akan memperkuat kemampuan produksi
pertanian, mendorong terjadinya surplus ekonomi, lalu penciptaan pasar baru
sebagai dasar pembangunan industri pertanian. Dengan kata lain soal kemiskinan
dapat diselesaikan melalui pelaksanaan reforma agraria terutama redistribusi
tanah dan dukungan program pendukungnya – land reform plus atau land reform
yang disempurnakan sebagai Reforma Agraria.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah momentum lainnya
bagi pelaksanaan Reforma Agraria. Jika dikelola dan diarahkan dalam pemihakan
kepada petani, peternak dan nelayan, program MBG akan membuka peluang pasar
yang sangat besar bagi produk hasil pertanian, peternakan, dan perikanan
rakyat. Keragaman dan kekayaan pangan lokal pun akan menemukan momentumnya agar
menjadi konsumsi unggulan masyarakat Indonesia.
Namun di sisi lain, reforma agraria juga menghadapi
tantangan dari program Presiden Prabowo itu sendiri, terutama terkait program
pangan. Sebab, Prabowo hendak mencapai program swasembada pangan melalui food
estate, militerisasi pangan, pengadaan tanah demi proyek peternakan sapi.
Urgensi Pemerintahan Prabowo Membentuk
Undang-Undang Reforma Agraria
Sebagai Kepala Negara, Presiden Prabowo memiliki kewenangan
dalam menghasilkan UU bersama DPR. Bagaimana seharusnya pemerintahan Prabowo
memperkuat reforma agraria dari sisi hukum?
Selain amanat UUPA 1960, Reforma Agraria adalah amanat
reformasi yang tertuang dalam Tap MPR No.IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan SDA. Sebagai amanat reformasi, seluruh presiden di masa reformasi
merencanakan menjalankan reforma agrarian. Namun dengan payung hukum
pelaksanaan yang lemah.
Salah satu kelemahan dari sisi pelaksanaan kedua
pemerintahan ini adalah sisi kebijakan hukum. Pada masa SBY tidak ada satupun
kebijakan yang terkait langsung dengan pelaksanaan reforma agraria. Sementara,
pada masa pemerintahan JKW mengeluarkan Perpres 86/2018 Tentang Reforma Agraria
KPA memandang lambatnya pelaksanaan Perpres 86/2018
sebagaimana diubah oleh Perpres 62/2023, dikarenakan komando kelembagaan
Reforma Agraria tidak di bawah presiden langsung, ditambah juga dengan tidak
memiliki kewenangan yang eksekutorial dan bersifat lintas sektor. Terutama
untuk mempercepat redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria dan
pemberdayaan dan pembangunan ekonomi.
Dengan tujuan seperti itu maka dalam RUU Reforma Agraria ke
depan, pemerintah akan memiliki panduan utuh pelaksanaan Reforma Agraria,
antara lain:
- pendataan
dan pencatatan seluruh tanah Indonesia termasuk kawasan hutan untuk
memperoleh data struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah;
- penerimaan
pendaftaran lokasi Reforma Agraria dari bawah oleh masyarakat;
- penyelesaian
konflik pada wilayah-wilayah atau desa-desa yang berkonflik;
- redistribusi
tanah untuk penataan ulang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah serta sumber agraria lainnya sehingga menjadi
berkeadilan dan ekologis;
- penguatan
hak, berupa pemberian jaminan hukum dan/atau legalitas hak atas tanah; dan
- pemberdayaan
melalui penyediaan program pendukung kepada subjek Reforma Agraria dalam
rangka meningkatkan pemanfaatan tanah, produksi dan ekonomi rakyat.
Reforma Agraria merupakan sebuah kebijakan strategis yang
sangat penting dalam mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah dan penguasaan
atas kekayaan alam di Indonesia. Reforma Agraria bertujuan untuk memastikan
bahwa tanah dan sumber agraria dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kesejahteraan rakyat, sebagaimana Pancasila dan mandat Undang-Undang Dasar
1945.
Demikian rilis ini kami buat dan sampaikan sebagai ringkasan
dari Catatan Akhir Tahun 2024 KPA. Data dan analisis lebih lengkap dapat dibaca
melalui buku Catahu 2024 KPA.
Jakarta, 22 Januari 2024
Konsorsium Pembaruan Agraria
Dewi Kartika,
Sekretaris Jendral
