Negara

By PorosBumi 06 Feb 2025, 10:49:41 WIB Tilikan
Negara

Keterangan Gambar : Wahyono Sukoharyo


HARI-hari ini Bangsa Indonesia seperti kehilangan sebuah negara, nir pemerintah hingga nihil pemimpin. Ya, negara, entitas politik yang dalam rezim demokrasi sejak Plato telah diberi wewenang untuk mengatur urusan rakyat itu hari hari ini seolah absen, alpa, lenyap entah kemana. Rakyat sebagai ‘tuan’ sebenarnya dari sebuah negara, dibuat masygul, was-was dan merasa ‘ditinggalkan’.

Persoalan kembali merajalelanya korupsi, pelemahan KPK, pagar laut tak bertuan hingga ontran-ontrak kelangkaan  gas elpiji 3 kilogram hanya sedikit contoh bagaimana rakyat sang pemilik sejati kedaulatan hari ini seolah kehilangan orang yang diamanahi mandat kekuasaan yakni negara.

Padahal rakyat bangsa ini setiap lima tahun sekali selalu memberi kepercayaan kepada entitas bernama negara untuk memimpin, mengatur, melindungi dan membuat sejahtera ‘demos’, sang rakyat yang akrab disebut dalam Bahasa Demokrasi.

Baca Lainnya :

Paham Demokrasi mendalilkan bahwa negara merupakan representasi rakyat. Atau dalam Bahasa MPR era Orde Baru, sejatinya negara merupakan penjelmaaan rakyat, mandataris rakyat. Sang mandataris harus bekerja dan berikhtiar sesuai apa yang diinginkan rakyat. Alih-alih bekerja menurut kehendak rakyat, negara hari hari ini sangat jauh dari karakter seorang mandataris, seorang wakil maupun kepanjangan tangan dari sebuah ‘demos’. Negara seolah bertindak sendiri lepas dari keinginan sang empunya kepercayaan yakni rakyat.   

Salah satu begawan demokrasi Plato pernah berpendapat bahwa negara dibentuk oleh rakyat karena keinginan dan kebutuhannya. Bagi Plato negara dan manusia memiliki persamaan, oleh sebab itu masalah moralitas haruslah merupakan yang paling utama yang harus diperhatikan dalam kehidupan bernegara, bahkan harus menjadi paling hakiki dalam keberadaan hidup para penguasa dan seluruh

warga negara selaku manusia. Negara ideal menurut Plato adalah suatu komunitas etikal untuk mencapai kebajikan dan kebaikan.

Para ahli politik era modern baik dari Anglo Saxon maupun Eropa Kontinental menyebutkan bahwa secara leksikal setidak ada dua pengertinan negara yakni: 1) organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat, 2) kelompok sosial yang memiliki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasikan di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat, sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.

Jika melihat definisi dari Plato maupun para ahli di era modern, salah satu kesimpulan tentang apa itu negara adalah sebuah kekuatan yang memiliki otoritas dan wewenang legal untuk ditaati oleh rakyat dengan landasan moralitas dan kebajikan.

Dalam konteks polemik pagar laut maupun kisruh gas elpiji ‘melon’apakah adanya negara seperti definisi Plato maupun para ahli politik modern memang ada di Indonesia? Jika negara diartikan sebagai entitas yang memiliki otoritas legal dan wilayah, tentu kehadiran negara bisa dirasakan bangsa ini. Tapi jika ditarik lebih luas apakah jejak dan eksistensi negara itu juga berpegang teguh pada moralitas dan kebajikan yang itu bisa dirasakan rakyat, tentu masih debatable.

Faktanya, meski kehadiran negara secara eksplisit telah tertulis secara jelas di Undang-Undang Dasar 1945 namun realitasnya dalam kasus pagar laut maupun kagaduhan soal distribusi gas elpiji 3 kg akhir-akhir ini, kehadiran negara justru disanksikan.

Negara seolah tidak berpijak di bumi dan berjarak dengan masyarakat, terpisah dengan ‘demos’. Lalu dimana sebenarnya negara, entitas yang telah diberi amanah kekuasaan di setiap lima tahun ritual Pemilu itu berada akhir-akhir ini? Apa iya negara ini telah hilang di tela bumi ‘mati’ seperti halnya yang pernah didengungkan Nietszche bahwa Tuhan juga telah ‘mati’? 

 

 

 

 

 

 

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment