- Peduli Kesehatan, Anggota Sevenist Club Periksa Gula Darah dan Gelar Seminar Kesehatan Jantung
- Kemenag Karanganyar Borong Juara di Ajang Penyuluh Agama Islam Award Jateng 2025
- Muhammad Sirod: Penundaan Tarif AS-China Jeda Strategis, Bukan Damai Permanen
- Taman Bumi Meratus dan Kebumen bukan Sekadar Warisan Alam dan Budaya
- AHY: Pembangunan Infrastruktur Perkuat Pertahanan Negara
- Anak Perusahaan Sinarmas Group Kembali Gusur Tanah Petani di Tebo
- Wamentan dan Rektor IPB Luncurkan Benih Paten! Produktivitas Capai 12 Ton Per Hektare
- Belantara Foundation: Strategi Terpadu Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Sebuah Keharusan
- SBY: Krisis Iklim dan Krisis Lingkungan Itu Nyata
- Kembangkan Energi Transisi, Pertamina Dorong Kesejahteraan 408 Petani di Desa Uma Palak
Prediksi Perubahan Iklim Masa Depan Arus Lintas Indonesia, BRIN Gunakan Pendekatan Masa Lalu
.jpg)
BANDUNG - Arus Lintas Indonesia
(Arlindo) atau Indonesian Throughflow (ITF) merupakan salah satu arus laut
terbesar di dunia yang berperan penting dalam sistem sirkulasi laut global dan
iklim kawasan Indo-Pasifik. Dalam menghadapi tantangan arus laut yang menghubungkan
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang berubah seiring waktu, Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset menggunakan pendekatan paleoklimatologi
dan paleoseanografi guna memahami dinamika pola arus laut di masa depan melalui
pemahaman terhadap jejak perubahan di masa lalu.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA-BRIN),
Marfasran Hendrizan menjelaskan bahwa memanfaatkan data observasi arus laut di
Selat Makassar selama lebih dari 13 tahun sebagai acuan. Data observasi
tersebut menjadi data kunci untuk memverifikasi dinamika Arlindo di masa
lampau.
“Dengan melihat data masa lalu, kita bisa mempelajari
kondisi lautan di masa depan dengan lebih baik karena pemanasan global,
kenaikan muka laut ekstrem, pelemahan sirkulasi termohalin, dan pelemahan
Arlindo pernah terjadi di masa lalu. Informasi jangka panjang ini penting untuk
ketahanan iklim dan pengelolaan laut Indonesia ke depan,” ujar Hendrizan dalam
webinar PRIMA bertajuk Climate Frontiers in Indonesia: Insights from Land, Sea
and Sky yang diselenggarakan 29–30 April 2025 di Bandung.
Baca Lainnya :
- Fasilitas Riset Lidar Tingkatkan Pemahaman Dinamika Cuaca dan Iklim di Khatulistiwa0
- Uji Kelayakan Lokasi PLTN, BRIN dan BMKG Lakukan Kajian Potensi Tsunami di Pantai Gosong0
- NASA dan SpaceX Luncurkan Misi Crew-10, Siap Bawa Pulang Astronot ISS yang Terdampar0
- Teknologi China Mencengkram Dunia, Kuasai 37 dari 44 Sektor Sains0
- Keterlibatan Masyarakat Diperlukan dalam Membangun Lintasan Ikan0
Data menunjukkan bahwa Arlindo menguat ke selatan pada musim
panas di belahan bumi utara dan saat fenomena La Niña terjadi. Selain itu,
gelombang Kelvin dari Samudra Hindia turut berkontribusi pada pola arus di
wilayah tersebut, yang dipengaruhi oleh interaksi antara ENSO (El Niño–Southern
Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole).
“Melalui empat paket kerja (Work Package/WP), penelitian
kami tidak hanya fokus pada aspek ilmiah, tetapi juga pada penguatan kapasitas
masyarakat ilmiah, verifikasi data monitoring, serta penyediaan informasi
strategis bagi kebijakan nasional dan internasional terkait perubahan iklim dan
kelautan”, jelasnya.
Hendrizan menjelaskan bahwa dinamika Arlindo tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor musiman semata. Variabilitas iklim jangka panjang di
Samudra Hindia, seperti IOD, serta interaksinya dengan fenomena ENSO, turut
memegang peranan penting dalam membentuk pola Arlindo. Untuk menggali pemahaman
yang lebih dalam, pendekatan paleoklimatologi dan paleoseanografi digunakan.
Pendekatan ini melibatkan analisis terhadap sedimen dasar
laut, perubahan kepadatan air, hingga jejak mikroorganisme laut purba seperti
foraminifera yang menyimpan catatan alami perubahan lingkungan laut selama
ribuan bahkan hingga jutaan tahun lalu.
Salah satu hasil yang diperoleh dari studi paleoklimatologi
dan paleoseanografi adalah pelemahan Arlindo di Selat Makassar, bertepatan
dengan pelemahan sirkulasi termohalin global pada zaman es terakhir. Kajian ini
memperkirakan fenomena di Samudra Atlantik yang jauh dari wilayah Indonesia
menyebabkan pelemahan Arlindo di masa itu.
Penyebab fenomena di lokasi yang jauh ini telah dimodelkan
untuk prediksi Arlindo di masa depan. Artinya pemahaman yang baik mengenai
interaksi antara fenomena lautan di wilayah lintang tinggi dan fenomena di
wilayah Indonesia masa lampau sangat dibutuhkan untuk verifikasi model di masa
depan.
Model proyeksi pelemahan Arlindo di masa depan
memperlihatkan pemanasan global yang terjadi berdampak pada pencairan es dan
peningkatan curah hujan di Samudra Atlantik utara. Air permukaan yang berubah
di wilayah belahan bumi utara ini menyebabkan sistem arus besar (sirkulasi
termohalin) yang bergerak karena perbedaan suhu dan salinitas melambat. Hal ini
kemudian berperan terhadap panas lautan yang meningkat di wilayah Samudra
Pasifik selatan dan Samudra Hindia.
Lebih lanjut, Hendrizan menjelaskan bahwa panas lautan yang
tinggi ini menyebabkan muka laut yang semakin naik karena air laut mengembang
di Samudra Hindia. Ketika muka laut naik di Samudra Hindia maka akan terjadi
muka laut yang turun di Samudra Pasifik.
Perbedaan ketinggian muka laut di Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik ini kemudian meningkatkan penjalaran gelombang laut dengan frekuensi
yang lebih tinggi masuk ke wilayah Indonesia dan selanjutnya melemahkan
Arlindo. Namun, proyeksi ini masih perlu dibuktikan dari data-data masa lalu.
Riset ini menjadi bagian dari upaya BRIN dalam menghadirkan
solusi berbasis penelitian yang nyata, sehingga dapat menjawab kebutuhan
masyarakat secara langsung. Dengan komitmen yang teguh, BRIN terus mendukung
berbagai riset kelautan yang berkontribusi pada pemahaman global serta
kebijakan berbasis sains di bidang iklim dan sirkulasi laut. (mg,
acs/ed:kg,jml)
