Prediksi Perubahan Iklim Masa Depan Arus Lintas Indonesia, BRIN Gunakan Pendekatan Masa Lalu

By PorosBumi 09 Mei 2025, 07:22:21 WIB Sains
Prediksi Perubahan Iklim Masa Depan Arus Lintas Indonesia, BRIN Gunakan Pendekatan Masa Lalu

BANDUNG - Arus Lintas Indonesia (Arlindo) atau Indonesian Throughflow (ITF) merupakan salah satu arus laut terbesar di dunia yang berperan penting dalam sistem sirkulasi laut global dan iklim kawasan Indo-Pasifik. Dalam menghadapi tantangan arus laut yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang berubah seiring waktu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset menggunakan pendekatan paleoklimatologi dan paleoseanografi guna memahami dinamika pola arus laut di masa depan melalui pemahaman terhadap jejak perubahan di masa lalu.

Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA-BRIN), Marfasran Hendrizan menjelaskan bahwa memanfaatkan data observasi arus laut di Selat Makassar selama lebih dari 13 tahun sebagai acuan. Data observasi tersebut menjadi data kunci untuk memverifikasi dinamika Arlindo di masa lampau. 

“Dengan melihat data masa lalu, kita bisa mempelajari kondisi lautan di masa depan dengan lebih baik karena pemanasan global, kenaikan muka laut ekstrem, pelemahan sirkulasi termohalin, dan pelemahan Arlindo pernah terjadi di masa lalu. Informasi jangka panjang ini penting untuk ketahanan iklim dan pengelolaan laut Indonesia ke depan,” ujar Hendrizan dalam webinar PRIMA bertajuk Climate Frontiers in Indonesia: Insights from Land, Sea and Sky yang diselenggarakan 29–30 April 2025 di Bandung.

Baca Lainnya :

Data menunjukkan bahwa Arlindo menguat ke selatan pada musim panas di belahan bumi utara dan saat fenomena La Niña terjadi. Selain itu, gelombang Kelvin dari Samudra Hindia turut berkontribusi pada pola arus di wilayah tersebut, yang dipengaruhi oleh interaksi antara ENSO (El Niño–Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole).

“Melalui empat paket kerja (Work Package/WP), penelitian kami tidak hanya fokus pada aspek ilmiah, tetapi juga pada penguatan kapasitas masyarakat ilmiah, verifikasi data monitoring, serta penyediaan informasi strategis bagi kebijakan nasional dan internasional terkait perubahan iklim dan kelautan”, jelasnya.

Hendrizan menjelaskan bahwa dinamika Arlindo tidak hanya dipengaruhi oleh faktor musiman semata. Variabilitas iklim jangka panjang di Samudra Hindia, seperti IOD, serta interaksinya dengan fenomena ENSO, turut memegang peranan penting dalam membentuk pola Arlindo. Untuk menggali pemahaman yang lebih dalam, pendekatan paleoklimatologi dan paleoseanografi digunakan.

Pendekatan ini melibatkan analisis terhadap sedimen dasar laut, perubahan kepadatan air, hingga jejak mikroorganisme laut purba seperti foraminifera yang menyimpan catatan alami perubahan lingkungan laut selama ribuan bahkan hingga jutaan tahun lalu.

Salah satu hasil yang diperoleh dari studi paleoklimatologi dan paleoseanografi adalah pelemahan Arlindo di Selat Makassar, bertepatan dengan pelemahan sirkulasi termohalin global pada zaman es terakhir. Kajian ini memperkirakan fenomena di Samudra Atlantik yang jauh dari wilayah Indonesia menyebabkan pelemahan Arlindo di masa itu.

Penyebab fenomena di lokasi yang jauh ini telah dimodelkan untuk prediksi Arlindo di masa depan. Artinya pemahaman yang baik mengenai interaksi antara fenomena lautan di wilayah lintang tinggi dan fenomena di wilayah Indonesia masa lampau sangat dibutuhkan untuk verifikasi model di masa depan.

Model proyeksi pelemahan Arlindo di masa depan memperlihatkan pemanasan global yang terjadi berdampak pada pencairan es dan peningkatan curah hujan di Samudra Atlantik utara. Air permukaan yang berubah di wilayah belahan bumi utara ini menyebabkan sistem arus besar (sirkulasi termohalin) yang bergerak karena perbedaan suhu dan salinitas melambat. Hal ini kemudian berperan terhadap panas lautan yang meningkat di wilayah Samudra Pasifik selatan dan Samudra Hindia. 

Lebih lanjut, Hendrizan menjelaskan bahwa panas lautan yang tinggi ini menyebabkan muka laut yang semakin naik karena air laut mengembang di Samudra Hindia. Ketika muka laut naik di Samudra Hindia maka akan terjadi muka laut yang turun di Samudra Pasifik.

Perbedaan ketinggian muka laut di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik ini kemudian meningkatkan penjalaran gelombang laut dengan frekuensi yang lebih tinggi masuk ke wilayah Indonesia dan selanjutnya melemahkan Arlindo. Namun, proyeksi ini masih perlu dibuktikan dari data-data masa lalu.

Riset ini menjadi bagian dari upaya BRIN dalam menghadirkan solusi berbasis penelitian yang nyata, sehingga dapat menjawab kebutuhan masyarakat secara langsung. Dengan komitmen yang teguh, BRIN terus mendukung berbagai riset kelautan yang berkontribusi pada pemahaman global serta kebijakan berbasis sains di bidang iklim dan sirkulasi laut. (mg, acs/ed:kg,jml)

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment