- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Rusia Luncurkan Satelit Misterius ke Orbit Bumi, AS Curigai Senjata Luar Angkasa
Keterangan Gambar : Rusia meluncurkan satelit misterius Cosmos 2553 ke batas luar orbit di sekitar Bumi menggunakan roket Soyuz-2 dari Kosmodrom Plesetsk. Foto/ist
WASHINGTON – Rusia meluncurkan satelit misterius Cosmos 2553 ke batas luar orbit di sekitar Bumi menggunakan roket Soyuz-2 dari Kosmodrom Plesetsk. Satelit itu mendiami tepi orbit Bumi rendah (LEO) berjarak sekitar 2.000 kilometer.
Satelit misterius Rusia di batas luar orbit di sekitar Bumi telah memicu kekhawatiran bahwa Moskow sedang mengembangkan platform berbasis luar angkasa untuk meluncurkan rudal. Bahkan mungkin senjata nuklir untuk menghancurkan satelit vital yang tak terhitung jumlahnya.
Pejabat Amerika Serikat (AS) kepada New York Times mengatakan bahwa mereka yakin satelit tersebut sedang menguji komponen untuk senjata luar angkasa Rusia. Untuk itu, Komando Luar Angkasa AS memantaunya setiap hari untuk mencari tanda-tanda ancaman.
Baca Lainnya :
- Model Prediksi Cuaca AI Mengalahkan Sistem Prakiraan Cuaca Tradisional Terbaik0
- Tanpa Android, Huawei Luncurkan Mate 70 Series dengan HarmonyOS0
- Google Gemini Terkoneksi Spotify, Cari dan Putar Musik dengan Suara0
- Hutama Karya Terapkan AI Untuk Perencanaan Jalan Tol Trans Sumatera Yang Cepat, Tepat, Dan Efisien0
- Makin Canggih, OpenAI Hadirkan Mode Suara ke ChatGPT di Web0
Tidak jelas jenis sistem persenjataan apa yang direncanakan Moskow, tetapi menurut laporan awal dari sumber pemerintah AS, senjata nuklir berbasis antariksa akan digunakan untuk menyerang satelit musuh di orbit. Belum diketahui apakah senjata ini juga digunakan menyerang target di darat.
Senjata anti-satelit co-orbital (ASAT) ini akan diluncurkan ke orbit dan mengitari Bumi sebelum menyebarkan semacam perangkat nuklir, baik bom atau proyektil, yang akan meledak di dekat aset musuh untuk menghancurkannya dalam ledakan awal.
Pavel Podvig, peneliti senior di Institut Penelitian Perlucutan Senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, adalah salah satu orang pertama yang mengidentifikasi Cosmos 2553 sebagai calon pendahulu senjata nuklir berbasis antariksa.
Dia mengatakan satelit tersebut kemungkinan mengumpulkan data untuk digunakan dalam desain dan penyebaran senjata masa depan, memastikannya terlindungi dari paparan radiasi Van Allen dalam jangka panjang.
“Dugaan terbaik saya saat ini adalah ada eksperimen yang mempelajari perlindungan berbagai peralatan elektronik. Komunitas Intelijen AS tampaknya percaya bahwa peralatan ini ada hubungannya dengan senjata nuklir. Namun, hampir mustahil untuk membuktikan atau membantahnya,” katanya kepada Breaking Defense dikutip dari laman Daily Mail, Minggu (8/12/2024).
Strategi di balik ASAT berkemampuan nuklir tampaknya adalah penciptaan pulsa elektromagnetik (EMP). Ini berupa semburan energi yang akan memusnahkan perangkat elektronik di satelit musuh di area yang luas.
Namun, jika senjata semacam itu diledakkan terlalu dekat dengan Bumi tempat sebagian besar satelit beroperasi, dan akan mengganggu infrastruktur listrik di permukaan bumi. Meskipun radiasi ledakan nuklir akan diserap oleh atmosfer, ledakan tersebut akan menyebabkan pelepasan muatan elektrostatik yang sangat besar yang dikenal sebagai efek Compton.
Muatan yang sangat besar tersebut membebani sistem dan juga menyebabkan korsleting pada komponen produk elektronik apa pun. “Kami mulai memahami hal ini pada tahun 1962 setelah uji coba nuklir Starfish Prime ketika AS meledakkan senjata nuklir di orbit rendah bumi pada ketinggian sekitar 250 mil,” ujar Podvig.
Bom itu memiliki daya ledak sebesar 1,4 megaton - sangat kecil jika dibandingkan dengan nuklir masa kini - tetapi ledakan EMP di luar angkasa masih mengganggu sistem kelistrikan dan komunikasi di Hawaii yang berjarak lebih dari 500 mil dari titik ledakan.
Jika perangkat nuklir modern meledak pada ketinggian tersebut, maka menara telepon, internet, GPS, sistem perbankan, jaringan listrik, dan operasi militer semuanya akan terkena dampak, sehingga menimbulkan kekacauan.
Penempatan senjata semacam itu akan melanggar Perjanjian Luar Angkasa 1967, yang telah diratifikasi oleh sekitar 114 negara termasuk AS dan Uni Soviet saat itu dan melarang pemasangan sistem senjata nuklir di orbit atau penempatan 'senjata di luar angkasa dengan cara apa pun'.
Pada hari-hari setelah peluncuran, Februari 2022, Kementerian Pertahanan Rusia mengeluarkan pernyataan yang mengklaim sputnik barunya adalah pesawat ruang angkasa berteknologi yang dilengkapi dengan instrumen dan sistem yang baru dikembangkan untuk mengujinya di bawah pengaruh radiasi dan partikel bermuatan berat.
Namun, pejabat AS khawatir Cosmos 2553 sebenarnya bisa menjadi platform pengujian untuk senjata berbasis antariksa masa depan di tengah laporan bahwa satelit tersebut dapat membawa hulu ledak tiruan.(wib)