- Hilirisasi Grup MIND ID, Transformasi Pertambangan Berbasis Nilai Tambah
- Cerita Eks Wartawan Jualan Cabai yang Diborong Mentan Amran dari Daerah Bencana Aceh
- Kepungan Bencana Ekologis dan Keharusan Reformasi Fiskal Sektor Ekstraktif
- Pertumbuhan Ekonomi 2026 Ditaksir 5 Persen, WP Badan Harus Siap Diperiksa
- Ikhtiar Nyata SDG Academy Indonesia: Konektivitas Data, Kebijakan, dan Kepemimpinan
- Kembangkan Potensi Anak, LPAM Mirabel dan Ilmu Politik UNY Gelar Peringatan Hari Ibu
- Sambut Nataru dan HAB Kemenag ke-80, PD IPARI Karanganyar Bersih-Bersih Rumah Ibadah Lintas Agama
- Penguatan Sektor Riil Kunci Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen di 2026
- Musim Mas Dukung Pemkab Deli Serdang Hadirkan Ruang Publik Bersama melalui Pembangunan Alun-Alun
- Sidang Pengeroyokan di Tanjungpinang, Korban Soroti Terdakwa Tak Ditahan
Forum Lintas Iman dan Komitmen Bersama untuk Sistem Pangan Lestari
(1)(1).jpg)
DEPOK — Lebih dari 20 tokoh agama,
penghayat kepercayaan, serta perwakilan organisasi keagamaan berkumpul dalam
Lokakarya Sistem Pangan untuk Tokoh Agama dan Kepercayaan yang diselenggarakan
oleh Yayasan KEHATI bekerja sama dengan Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL)
pada 7–10 Desember 2025 di Wisma Hijau, Depok. Kegiatan ini menghasilkan
Deklarasi Bersama Tokoh Agama & Kepercayaan yang menegaskan komitmen lintas
iman dalam mendorong transformasi sistem pangan nasional yang adil,
berkelanjutan, serta berakar pada nilai-nilai spiritualitas nusantara.
Dalam lokakarya tersebut, para peserta menyoroti krisis
sistem pangan yang ditandai oleh hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan
fungsi lahan, ketimpangan akses pangan bagi kelompok rentan, hingga pola
konsumsi yang semakin menjauh dari kearifan lokal.
Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan Keanekaragaman
Hayati Indonesia (KEHATI) Puji Sumedi menekankan bahwa pangan harus dipandang
secara holistik. “Pangan adalah ruang spiritual, ekologis, dan sosial. Ia bukan
sekadar komoditas. Transformasi sistem pangan tidak akan terjadi tanpa
memulihkan relasi manusia dengan alam sebagai anugerah Tuhan,” ujarnya.
Baca Lainnya :
- Indonesia Ekspor 10 Kontainer Udang Bebas Cesium 137 ke AS0
- Indef Ingatkan Pertanian Belum Pulih Dari Dampak Pandemi0
- Mentan: 40.000 Sawah Terdampak akan Dapatkan Bantuan Kementan, Termasuk Alsintan di Sumut0
- Pangan dalam Perspektif dan Tradisi Masyarakat Indonesia, Sejatinya Sudah Swasembada0
- Pengamat: Indonesia Swasembada Beras, Stok Dunia Tertinggi Sepanjang Sejarah, Harga Global Anjlok!0
Kepala Sekretariat KSPL, Gina Karina, menambahkan bahwa
pendekatan teknokratik tidak cukup dalam menjawab krisis pangan. “Nilai agama
dan kearifan lokal memberikan landasan moral yang kuat untuk menggerakkan
perubahan. Tokoh agama memiliki pengaruh besar dalam membentuk perilaku dan
pilihan konsumsi masyarakat,” jelasnya.
Di acara yang sama, Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas
Jarot Indarto menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan komunitas
iman. “Transformasi sistem pangan merupakan agenda besar dalam RPJMN, dan
partisipasi tokoh agama sangat diperlukan agar kebijakan diversifikasi pangan
serta perlindungan sumber daya lokal dapat berkembang menjadi gerakan luas di
masyarakat,” ujarnya.
Beberapa perwakilan tokoh agama dan kepercayaan turut
menyuarakan beberapa poin penting peran strategis agama dalam program pangan
lokal berkelanjutan. Perwakilan tokoh Katolik dari JPIC, Sr. Maria Monika
menyatakan bahwa dimensi spiritual harus tercermin dalam perilaku konsumsi
umat, dan menurutnya bumi adalah rumah bersama sehingga memilih pangan lokal,
mengurangi sampah, dan menjaga tanah merupakan bagian dari praktik iman
sehari-hari.
Dari kalangan penghayat kepercayaan, Kento Subarman
menekankan bahwa pangan memiliki keterhubungan erat dengan adat dan kosmos. Ia
menyatakan bahwa merusak tanah sama artinya dengan merusak diri sendiri,
sehingga regenerasi petani dan perlindungan lahan harus dipahami sebagai laku
spiritual, bukan sekadar upaya teknis.
Deklarasi Bersama
Deklarasi yang disepakati para tokoh agama dan penghayat
kepercayaan menegaskan komitmen untuk memperkuat pangan lokal dan kedaulatan
benih dengan melindungi benih-benih lokal, mendorong diversifikasi pangan, dan
mengembangkan inovasi olahan pangan yang dapat menarik minat generasi muda.
Deklarasi tersebut juga menekankan pentingnya integrasi
spiritualitas ekologis dalam pendidikan dan kebijakan dengan mengarusutamakan
ajaran agama dan kearifan lokal tentang rasa syukur, kesederhanaan, dan harmoni
dengan alam dalam pendidikan formal, khutbah, ritual, serta perayaan keagamaan.
Selain itu, para tokoh menyatakan perlunya perlindungan
lahan dan ekosistem melalui penolakan terhadap alih fungsi lahan subur,
penguatan upaya restorasi lingkungan, dan penegakan hukum terhadap tindakan
yang merusak alam.
Mereka juga mendorong regenerasi petani dengan membuka akses
lahan, menyediakan pendidikan pertanian ekologis, dan membangun kemitraan yang
dapat menarik anak muda untuk kembali bergerak di sektor pertanian.
Deklarasi tersebut turut menegaskan bahwa tata kelola sistem
pangan harus dilakukan secara lintas sektor dan melibatkan kementerian terkait,
lembaga agama, komunitas adat, serta organisasi masyarakat sipil secara setara
dan kolaboratif.
Dengan menggunakan pendekatan system thinking, para
peserta lokakarya merumuskan Teori Perubahan Sistem Pangan Berkelanjutan,
menyusun rencana aksi yang berlandaskan nilai-nilai spiritualitas, dan
menyepakati pembentukan Forum Lintas Agama dan Kepercayaan untuk Sistem Pangan
Lestari.
Wakil Kementerian Agama, Deva Sebayang, memberikan apresiasi
terhadap inisiatif ini dan menegaskan bahwa agama memiliki kekuatan moral yang
besar, serta bahwa gerakan lintas iman untuk pangan berkelanjutan merupakan
bukti bahwa spiritualitas dapat memberikan kontribusi nyata terhadap
penyelesaian persoalan nasional.
Deklarasi penutup menegaskan bahwa pangan merupakan hak
dasar sekaligus titipan Tuhan yang harus dijaga, konsumsi pangan harus
dilakukan secara beragam, bergizi, seimbang, dan tidak berlebihan, serta
komunitas agama, penghayat kepercayaan, dan masyarakat adat memiliki peran
penting dalam mendorong perubahan perilaku konsumsi masyarakat.
Para tokoh lintas iman sepakat bahwa transformasi sistem
pangan merupakan gerakan spiritual kolektif yang perlu diwujudkan demi masa
depan Indonesia yang lebih berkelanjutan. (fadlik al iman)
.jpg)
1.jpg)

.jpg)

6.jpg)
.jpg)
1.jpg)
.jpg)

.jpg)

