- AHY: Indonesia Kaya Potensi Ekraf yang Bisa Tingkatkan Perekonomian
- Macan Tutul Jawa Puncak Predator di TN Ujung Kulon
- 5 Produk UMKM yang Punya Potensi Besar Ekspor ke Inggris
- Hub UMK Jakarta Raya Wujud Kontribusi PLN Dalam Pemberdayaan Ekonomi Lokal
- Presiden Prabowo Dorong Swasembada Pangan dan Ekonomi Biru Lewat Perikanan Budidaya
- Manfaatkan Energi Matahari, Petani Kopi Cuan Jutaan
- Kaktus Duri Menyengat, Kulit Glowing Sehat Terlihat!
- Kembalinya Candi Lumbung ke Desa Sengi
- Susu: Sapi dan Sastra
- Liverpool vs Man City, Laga Bergengsi Tim Papan Atas Liga Inggris
Dewan Pakar GSN: Urusan Air, Pemda Jakarta Butuh Sinergi Dengan Pemerintah Pusat
JAKARTA - Task Force Kedaulatan Air Dewan Pakar Gerakan Solidaritas Nasional GSN Muhammad Sirod menanggapi pernyataan calon Gubernur DKI Dharma Pongrekun yang menganggap banjir sebagai rejeki dari Tuhan bukan musibah dan PDAM (PAM JAYA) mampu mengatasi kelangkaan air di sebagian warga Jakarta sehingga tanpa repot dan mahal lagi membeli air galonan.
Sirod mengatakan bahwa secara umum opini calon gubernur tersebut benar adanya, karena secara teknologi memang PDAM-PDAM di Indonesia mampu mengonversi air baku yang kualitasnya tak layak konsumsi menjadi layak konsumsi. Problem Jakarta, lebih disebabkan akses air perpipaan yang belum mencapai keseluruhan karena semrawutnya jaringan di bawah tanah.
"Mungkin masih ingat mengapa Pak Jokowi masuk ke gorong-gorong saat beliau menjadi gubernur DKI dulu? di situlah sebenarnya titik permasalahannya. Kita harus punya sistem ducting, sehingga pipa-pipa air, kabel PLN, kabel Telkom dan fiber optik diatur dan ditata di bawah tanah," ujar Sirod, yang juga pendiri Indonesian Water Association.
Baca Lainnya :
- Sekjen KPA: Pemberantasan Mafia Tanah dan Penyelesaian Konflik Agraria Jangan Hanya Gertak Sambal0
- Ketahanan Pangan Inti dari Pembangunan Nasional0
- Indonesia Darurat Melek Pustaka0
- Cara Repsol Honda Jaga Kepercayaan Diri Marquez0
- Kalahkan Federer, Djokovic Juara Wimbledon0
Menurut Sirod, masalah air perpipaan di Jakarta itu sudah lama diketahui, tetapi fokus pemerintah daerah (Pemda) nampaknya belum berhasil menyelesaikannya. Palyja dan Aetra yang dulu mengelola air bersih di Jakarta, sebelum berakhir di 1 Februari 2023, juga tidak berhasil melakukan pemenuhan akses air minum sampai ke titik-titik yang biasanya membeli air galonan tersebut.
Sirod mengutip penelitian Lemhannas pada 2021 yang menyatakan, berdasarkan laporan Sekretariat sebanyak 97,5% air waduk di DKI Jakarta tercemar, 88% air sungai tercemar, 68% air tanah tercemar, dan seluruh air laut teluk DKI Jakarta tercemar atau sebanyak 100%. Lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 melaporkan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak dan berkelanjutan DKI Jakarta pada 2019 sudah mencapai 89,93%" (Febriawati, 2021).
Sirod berharap tidak ada lagi politisasi air karena sekarang ini PAM JAYA sudah berdiri sendiri dengan menyerap semua karyawan ex Palyja dan Aetra ke dalam BUMD tersebut. "Problem utilitas air ini rumit, salah satu di antaranya rawan politisasi,” ujar Sirod.
“Kita berharap pemerintah DKI ke depan adalah pemerintah yang mampu bersinergi dengan pemerintah pusat dengan baik. Karena sungai-sungai yang melintasi Jakarta itu dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Kementerian PU, sehingga sinergi antara Pemda DKI dan Pemerintah Pusat (Presiden) itu sangat penting," tutup Sirod. (hdr)