- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
JATAM Desak Mabes Polri Bongkar Kasus Juanda Lesmana, Bos Batu Bara KPUC di Kaltara
MALINAU - Perusahaan batu bara yang
dikenal sebagai pencemar lingkungan di Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara), PT
Kayan Putra Utama Coal (KPUC) berhenti beroperasi sementara per 1 Desember
2024, berdasarkan memo internal yang viral di media sosial. Penghentian operasi
itu diikuti oleh penyegelan oleh polisi di aktivitas tambang batu bara milik
KPUC.
Selain itu, menurut sejumlah media lokal, pemilik KPUC,
Juanda Lesmana Lauw tengah diperiksa oleh penyidik dari Mabes Polri di Jakarta.
Diketahui, KPUC merupakan perusahaan tambang batu bara yang mengantongi SK
503/545/K.635/2009 yang berlaku sejak 28 Desember 2009 hingga 17 Oktober 2025,
dengan luas 4.989 hektare.
“Sejak 2010, operasi perusahaan telah berkali-kali mencemari
Sungai Malinau. Perusahaan ini diduga melanggar hukum karena membuang limbah
tambang tanpa pengolahan, yang diakui oleh perusahaan secara tertulis pada 2017
di hadapan notaris,” tulis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dalam siaran
persnya, Senin (9/12/2024).
Baca Lainnya :
- Pertamina Raih Penghargaan Investing on Climate Editor’s Choice Award 20240
- Belantara Foundation-APPJ Promosikan Program Pemulihan Hutan di Pameran SDGs Week-EcoPro 2024 Tokyo 0
- Peduli Lingkungan, BRI Gelar Pelatihan Optimalisasi Pengelolaan Sampah Ekonomis Berbasis Masyarakat0
- Perubahan Iklim Meningkatkan Kecepatan Angin Badai dan Risiko Kerusakan0
- Rekaman dari Karang Ungkap Ancaman Bencana Iklim bagi Indonesia0
Tindakan tersebut melanggar Pasal 98 UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur pidana bagi
siapa saja yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran. Dalam pasal itu diatur pidana penjara 3-10 tahun dengan denda Rp
3-10 miliar bagi pelaku pencemaran. Namun, apabila tindakan kesengajaan itu
menyebabkan gangguan atau bahaya pada kesehatan manusia, pidananya bertambah
menjadi 4-12 tahun dan denda Rp4-12 miliar.
Pada 2017, Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Utara menerbitkan
surat teguran dan penghentian sementara untuk empat perusahaan tambang batu bara
di Malinau, salah satunya kepada KPUC. Surat tersebut berkaitan dengan
pencemaran Sungai Malinau yang dilakukan oleh perusahaan. Seolah tak jera, KPUC
kembali melakukan pencemaran hingga diberikan surat teguran oleh Bupati Malinau
pada 2021 menyusul kesalahan fatal yang dilakukan.
Perusahaan yang pernah mengusir paksa masyarakat Desa Punan
Riang, Langap, dan Seturan tersebut melakukan kelalaian yang menyebabkan
tanggul penampungan limbah jebol pada 7 Februari 2021. Akibatnya, limbah batu
bara menerobos masuk Sungai Malinau, sehingga terjadi pencemaran berat pada
sungai yang menjadi penyangga utama kebutuhan air bersih masyarakat Kalimantan
Utara tersebut. Padahal, Sungai Malinau merupakan sumber utama bagi Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Apa’ Mening.
Jebolnya tanggul menyebabkan PDAM menghentikan distribusi
layanan air bersih pada 8 Februari 2021. Peristiwa tersebut juga berdampak
langsung pada 14 desa yang menggantungkan penghidupan pada Sungai Malinau. Desa tersebut berada di sepanjang DAS
Malinau, DAS Mentarang, hingga DAS Sesayap.
Mengutip berbagai media lokal, KPUC diduga melakukan
pelanggaran lain berupa operasi penambangan di luar konsesi Izin Usaha
Pertambangan (IUP) di Blok Rian seluas 28 hektare pada 2016. Selain itu,
perusahaan juga diduga melakukan penebangan kayu secara ilegal di kawasan Hutan
Produksi Tetap (HPT) pada 2008 untuk melakukan land clearing tanpa mengantongi
izin pinjam pakai kawasan hutan. Izin itu baru diterbitkan melalui Kepmenhut
No. SK.157/MENHUT-II/2009.
Aktivitas ilegal di luar konsesi diduga terus berlangsung.
Menurut perhitungan dari citra satelit, terdapat bukaan lahan seluas sekitar
146,03 hektare di luar konsesi KPUC pada 2024. Bukaan tersebut berada di
sekitar konsesi KPUC yang diduga merupakan perluasan jalan hauling.
Aktivitas pertambangan ugal-ugalan yang memicu deforestasi
seluas 1.900 hektare sejak 2010 tersebut, turut menyebabkan banjir bandang
kerap menyambangi Malinau. Pada 23 September 2023, Bupati Malinau menetapkan
status tanggap darurat dengan no 360/K.289/2023 selama 7 hari terhitung 22 – 28
September 2023. Peristiwa ini menjadi bencana banjir terburuk bagi masyarakat
Malinau yang akan terus-menerus terjadi di masa yang datang.
Akrobat Politik Juanda Lesmana untuk Mengamankan
Bisnis
Nama Juanda Lesmana bukan nama baru di dalam dunia politik
bisnis Kalimantan Utara yang merupakan provinsi pemekaran dari Kalimantan
Timur. Ia pernah tersangkut kasus korupsi mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita
Widyasari yang divonis 10 tahun penjara. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum
(JPU) mendakwa Rita bersama dengan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairuddin
menerima gratifikasi sebesar Rp 469.465.440.000.
JPU menyebutkan nama Juanda Lesmana Lauw sebagai salah satu
pengusaha yang memberikan gratifikasi, dengan nilai Rp 19 miliar. Gratifikasi
tersebut terkait dengan izin penjualan perusahaan PT Gerak Kesatuan Bersama
yang mengantongi izin pertambangan seluas 2.000 hektare. Rita merupakan Bupati
Kukar periode 2010-2015 dan 2016-2021.
Juanda juga dikenal berkarib dengan Gubernur Kalimantan
Utara Zainal Arifin Paliwang dan wakilnya Yansen Tipa Padan sejak pilkada 2020.
Juanda mengenal Zainal saat masih menjabat Wakapolda Kalimantan Utara dan
mengenal Yansen saat masih menjabat sebagai Bupati Malinau. Di periode keduanya
menjabat, keran bagi pembangunan Bendungan Mentarang dibuka selebar-lebarnya.
Zainal dan Yansen TP juga membuka pintu bagi masuknya
program Kawasan Industri Hijau Indonesia yang merupakan bagian integral dari
Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIHI/KIPI) di Kalimantan Utara. Berkat
Zainal dan Yansen, Juanda memiliki proyek baru untuk membangun Bendungan
Mentarang yang akan menjadi suplai utama bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 MW yang dikendalikan oleh PT Kayan
Hydropower Nusantara (KHN).
KHN dibentuk salah satunya oleh perusahaan Juanda Lesmana
bernama PT Kayan Patria Pratama (KPP), bersama dengan PT Adaro Energy Indonesia
Tbk (Adaro) dan Sarawak Energy Berhad (Sarawak Energy). PLTA Mentarang Induk
digadang-gadang sebagai salah satu penyedia listrik bagi KIHI/KIPI. Untuk
membangun bendungan ini, ruang hidup ratusan warga yang menghuni 11 perkampungan
di 3 kecamatan akan dikorbankan.
Dalam arena politik 2024, kedekatan Juanda dengan Gerindra
terlacak melalui dukungannya yang solid dan terbuka untuk seluruh kader
Gerindra yang maju dalam pertarungan Pilkada 2024 di Kalimantan Utara. Dukungan
dari Juanda terbaca saat pengusaha tersebut ikut menyerahkan formulir B1-KWK
kepada calon kepala daerah yang berasal dari Gerindra untuk maju dalam
kontestasi Pilkada Kaltara 2024.
Dengan akrobat politik dan bisnis yang dilakukan oleh Juanda
Lesmana, terdapat kemungkinan ia akan lolos dari proses hukum yang semestinya.
Sebab itu, JATAM menyerukan agar kepolisian membuka kasus yang melibatkan
Juanda Lesmana Lauw sebagai pemilik KPUC secara transparan kepada publik dan
bersungguh-sungguh melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran dan tindak
pidana yang dilakukan.
Kerusakan yang telah diakibatkan oleh KPUC sejak 2010 tidak
dapat diukur oleh nominal apapun. Masyarakat Malinau kini dipaksa untuk tinggal
berdampingan dengan bentang alam yang telah porak-poranda dan dipaksa hidup
dalam bayang-bayang ancaman keselamatan akibat berbagai bencana yang mengintai
akibat rusaknya bentang alam Malinau. Padahal, Malinau telah ditetapkan sebagai
kabupaten konservasi sejak 2005 yang kemudian ditegaskan melalui Perda
Kabupaten Malinau Nomor 4 Tahun 2007 tentang Kabupaten Malinau sebagai
Kabupaten Konservasi.
Kehancuran bentang alam membuat gelar jantung hijau
Kalimantan Utara yang disematkan pada Malinau terancam. Gelar tersebut
disematkan karena Malinau memiliki kawasan hutan terluas di Kalimantan Utara.
Pada 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan luas hutan di
Kalimantan Utara mencapai 7.059.251,19 hektare, dengan rincian, terluas di
Kabupaten Malinau yang mencapai 3.960.966,22 hektare. Disusul Kabupaten
Bulungan 1.378.283,54 hektare, Kabupaten Nunukan 1.354.350,62 hektare,
Kabupaten Tana Tidung 341.299,19 hektare, dan Kota Tarakan 24.351,61 hektare.
Untuk menyelamatkan Malinau dari kehancuran, JATAM mendesak
pemerintah untuk menutup seluruh aktivitas pertambangan di Malinau. Sebab,
investasi skala besar seperti pembangunan mega proyek KIHI dan bendungan hanya
akan memperluas skala kerusakannya, alih-alih memulihkan. Selain itu, JATAM
menyerukan kepada kepolisian, khususnya Kapolri, untuk menolak tunduk kepada
kekuatan oligarki tambang. Kapolri harus dapat menjaga marwah Kepolisian NKRI
dengan mengusut tuntas kasus yang menyeret Juanda Lesmana. (end)