- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Untuk Kelestarian Alam, Belantara Foundation Bersama Mitra Tak Lelah Mananam Pohon
.jpg)
PEKANBARU - Global Land Outlook
edisi ke-2 United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD) tahun
2022 melaporkan penggurunan, degradasi lahan, dan kekeringan merupakan salah
satu tantangan lingkungan yang paling mendesak untuk segera ditangani. Setiap
menit, lahan seluas empat lapangan sepak bola hilang karena degradasi lahan.
Sebesar 40% dari seluruh wilayah daratan di seluruh dunia
sudah dianggap terdegradasi. Hal ini dapat mengancam ketahanan pangan, air dan
iklim global. Menyikapi fenomena tersebut, Belantara Foundation mengajak mitra
sektor swasta Jepang menanam bibit pohon secara simbolis di kawasan Taman Hutan
Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH), Provinsi Riau pada Selasa, 17 Juni
2025.
Aksi tanam pohon ini terselenggara atas kerja sama dengan
Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Minas Tahura serta Kelompok Tani Hutan
yang menjadi mitra Tahura SSH. Jenis bibit pohon yang ditanam antara lain
adalah ramin (Gonystylus bancanus) dan gaharu (Aquilaria malaccensis), yang
keduanya termasuk dalam kategori spesies pohon langka yang perlu dilestarikan.
Baca Lainnya :
- Satu Langkah, Satu Kayuhan: Hentikan Polusi Plastik, Kembalikan Langit Biru0
- Sidak Aktivitas Penambangan Ilegal di Pulau Citlim, KKP Temukan Kerusakan Ekosistem0
- Peusangan Elephant Conservation Initiative, Komitmen Prabowo Lestarikan Gajah di Aceh0
- Tim KKN PPM UGM Hitung Jejak Karbon Selama Pengabdian di Banggai Kepulauan0
- Walhi: Pencabutan 4 Izin Usaha Pertambang di Raja Ampat Tindakan Terlambat dan Setengah Hati0
Penanaman ini merupakan salah satu bentuk aksi nyata kerja sama
multipihak dalam upaya pemulihan atau restorasi hutan yang terdegradasi.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr Dolly Priatna mengatakan bahwa
restorasi ekosistem merupakan salah satu isu global yang penting saat ini.
Sidang Majelis Umum PBB telah mendeklarasikan the UN Decade
on Ecosystem Restoration untuk menyinergikan upaya restorasi ekosistem secara
masif pada ekosistem yang rusak dan terganggu pada periode 2021-2030. Dunia
telah menargetkan pemulihan seluas 1,5 miliar hektar lahan terdegradasi pada
2030.
"Restorasi ekosistem dianggap sebagai salah satu
langkah strategis untuk memitigasi perubahan iklim, meningkatkan ketahanan
pangan, menjaga suplai air, serta melindungi keanekaragaman hayati," kata
Dolly lewat siaran pers yang diterima, Senin (24/6/2025).
Dengan tema “Pulihkan Lahan, Buka Peluang”, Peringatan Hari
Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia yang jatuh pada 17 Juni
2025 ini menjadi sebuah momentum penting dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat global untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan.
"Selain itu, peringatan ini bisa menjadi kesempatan
bagi semua elemen masyarakat, termasuk sektor swasta, untuk berpartisipasi
aktif dalam upaya pemulihan lahan yang terdegradasi," kata dia.
Oleh karenanya, tujuan utama penanaman simbolis ini adalah
untuk memperluas keterlibatan sektor swasta dalam kerja sama pada program
restorasi atau pemulihan hutan yang terdegradasi untuk mendukung beberapa
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) dan
melestarikan jenis pohon lokal yang terancam punah serta mengurangi dampak
perubahan iklim.
Lebih lanjut, Dolly, yang juga merupakan pengajar di Sekolah
Pascasarjana Universitas Pakuan menjelaskan “Forest Restoration Project: SDGs
Together!” adalah program pemulihan hutan yang terdegradasi yang diharapkan
dapat membantu upaya mengembalikan fungsi pengaturan tata air dan iklim mikro
pada ekosistem hutan, mengurangi risiko kerusakan lingkungan seperti erosi dan
tanah longsor, tercemarnya sumber air, turunnya muka air tanah, kebakaran
lahan, serta polusi udara.
Pemulihan hutan terdegradasi juga dapat memperbaiki kualitas
lingkungan, termasuk kualitas udara, kualitas air, pohon, tanah, dan populasi
satwa liar beserta habitat alaminya. Tidak hanya mendukung pemulihan hutan
terdegradasi,, program ini juga akan mampu mendorong peningkatan sosial-ekonomi
masyarakat lokal secara berkelanjutan
“Sesuai dengan misi dari Persatuan Bangsa-Bangsa atau United
Nation Sustainable Development Goals (UN SDGs) yaitu no one left behind dalam
mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, kami menggunakan pendekatan
kolaborasi multipihak, salah satunya dengan menggandeng sektor swasta dari
Jepang untuk mendukung gerakan pemulihan hutan terdegradasi di Pulau Sumatera
khususnya di Provinsi Riau”, tegas Dolly yang juga anggota Commission on
Ecosystem Management IUCN.
Representative Director APP Japan Ltd., Tan Ui Sian
mengatakan bahwa pihaknya akan lebih gencar mengajak multi-stakeholders di
Jepang untuk mendukung Forest Restoration Project: SDGs Together ini. Saat ini,
program tersebut berfokus untuk mendukung SDGs ke 12, yaitu memastikan pola
konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
Lalu, target SDGs ke 13 yaitu mengambil tindakan cepat untuk
mengatasi perubahan iklim dan dampaknya dan target SDGs ke 15 yaitu melindungi,
memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem
serta target SDGs ke 17 yaitu menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi
kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.
“Kerja sama dengan KPHP Minas Tahura telah memasuki tahap
ke-5 dan bagi kami telah memberikan nilai tambah lebih besar untuk
mengembangkan program dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di Jepang.
Kami berharap dapat mengajak multi-stakeholders dari mancanegara lebih luas
lagi untuk mendukung program Forest Restoration Project: SDGs Together”, tandas
Tan.
Sementara itu, Kepala KPHP Minas Tahura, Sri Wilda Hasibuan
SSos MSi menuturkan bahwa kawasan Tahura SSH merupakan kawasan konservasi alam
yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1999. Tahura SSH memiliki
luas kawasan lebih dari 6.000 hektar. Sayangnya, saat ini sebagian besar
wilayah tersebut telah mengalami deforestasi dan degradasi akibat aktivitas
ilegal seperti perambahan lahan, pembalakan liar dan lain sebagainya.
“Kami terus melakukan pengawasan dan pemulihan fungsi
kawasan Tahura SSH melalui program perlindungan dan restorasi hutan yang
terdegradasi. Upaya ini tidak bisa kami lakukan sendiri, namun perlu adanya
sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak," tutur Sri.
"Pada pertengahan 2022 lalu, kami bersama Belantara
Foundation dan pemangku kepentingan di Jepang menggagas program yaitu Forest
Restoration Project: SDGs Together. Program ini bertujuan untuk memulihkan
kawasan hutan yang terdegradasi agar dapat berkontribusi pada mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim serta mendukung pemenuhan Nationally Determined
Contribution (NDC) Pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon di
Provinsi Riau,” pungkas Sri. (fadlik al iman)
