- AHY: Ini Call to Action, Kita Tidak Tinggal Diam Saat Bumi Terluka
- Serahkan 326 Akta Notaris Kopdes, Mendes Optimistis Serap Tenaga Kerja Produktif di Desa
- Menhut Gagas Syarat Pendakian Berdasar Level Kesulitan Suatu Gunung
- Komisi V DPR RI Desak Kawasan Transmigrasi Dibebaskan Dari Kawasan Hutan
- Pembangunan Terminal Khusus Perusahaan Tambang Nikel PT STS di Haltim Diduga Melanggar Aturan
- Greenpeace Dorong Tanggung Jawab Produsen untuk Lebih Serius Menangani Sampah Plastik
- Produksi Beras Nasional Januari-Agustus 2025 Capai 29,97 Juta Ton, Naik 14,09 Persen
- Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
- AHY Ungkap 3 Langkah Konret Tantangan Urbanisasi di BRICS
- Kemandirian Pangan, Koperasi dan Seni, Sebuah Utopia?
Mentan: 212 Produsen Beras Bermasalah Telah Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
(1).jpg)
JAKARTA — Menteri Pertanian Andi Amran
Sulaiman mengungkapkan temuan mengejutkan terkait peredaran beras bermasalah di
pasar. Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian Pertanian,
Amran menyatakan bahwa sebanyak 212 merek beras dari total 268 merek yang
diperiksa diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran
tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Temuan ini telah dilaporkan secara
resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti.
“Temuan ini hasil kerja lapangan yang kami lakukan bersama
Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya.
Dari 13 laboratorium di 10 provinsi, kami temukan 85,56 persen beras premium
tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen beratnya
tidak sesuai. Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Mentan Amran.
Mentan menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian
serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat. FAO
memperkirakan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026,
di atas target nasional 32 juta ton. “Kalau dulu harga naik karena stok
sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga
tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” ujarnya.
Baca Lainnya :
- Dukungan Kebijakan untuk Swasembada Pangan0
- Prabowo: Saya Tidak Akan Tenang Sebelum Indonesia Swasembada Pangan0
- Beras!0
- Serapan Beras Lokal Periode Jan–Mei Tertinggi Selama 57 Tahun, Tembus 2,3 Juta Ton0
- Panen Perdana Sawah Wanam Merauke Buka Jalan Swasembada Pangan dari Papua0
Mentan Amran menyebut, potensi kerugian konsumen akibat
praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun. Beras SPHP yang seharusnya
dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras
premium dengan harga lebih mahal. “Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa
Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara
tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tambahnya.
Sementara itu, Sesjam Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Andi
Herman, yang hadir dalam konferensi pers menyatakan bahwa temuan ini merupakan
peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi, baik dari sisi mutu, harga,
maupun distribusi pangan.
“Dari sisi hukum, ini merupakan praktik markup dan
pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari
komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat.
Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan
perbaikan tata kelola,” kata Andi.
Senada, perwakilan Satgas Pangan Mabes Polri, Brigjen Helfi
Assegaf menegaskan bahwa praktik pengemasan dan pelabelan yang menyesatkan
merupakan pelanggaran serius terhadap UU Perlindungan Konsumen. “Jika dalam dua
minggu sejak hari ini, hingga 10 Juli 2025, masih ditemukan pelanggaran, kami
akan melakukan tindakan hukum dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda
hingga Rp2 miliar,” tegas Helfi.
Dalam konferensi pers tersebut, pemerintah sepakat
memberikan waktu dua minggu bagi pelaku usaha pangan untuk melakukan perbaikan
dan menghentikan semua bentuk penyimpangan. “Kami tidak ingin rakyat terus
dirugikan. Mulai hari ini, tidak boleh lagi ada beras di atas HET, mutu tidak
sesuai, atau berat dikurangi. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan
hukum,” ujar Amran.
Menteri Amran juga mengajak seluruh pelaku industri beras
untuk berbenah dan menjunjung tinggi etika usaha. “Mari kita koreksi bersama.
Negara ini harus dijaga, pangan adalah soal hajat hidup orang banyak. Kalau
terus dibiarkan, dampaknya sangat luas, dari daya beli rakyat hingga stabilitas
ekonomi nasional,” tutupnya.
Sikap Tegas Mentan Mendapat Dukungan Luas dari Masyarakat
Langkah tegas Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membongkar
praktik curang 212 mafia pangan dari 10 provinsi menuai apresiasi dan dukungan
luas dari masyarakat. Respon positif masyarakat mencerminkan tingginya
harapan publik terhadap penegakan hukum di sektor pangan yang selama ini kerap
dirundung permainan harga dan spekulasi oleh mafia pangan tak bertanggung
jawab.
“Baru kali ini ada menteri yang berani bongkar sampai ke
akarnya,” ujar Mardiyah (46), ibu rumah tangga asal Semarang. Ia mengaku kerap
curiga dengan kualitas beras kemasan premium yang dibelinya. “Kualitasnya
standar, tapi harganya mahal. Ternyata benar, banyak yang curang. Kami sangat
dukung Pak Amran.”
Dukungan serupa datang dari Hasbullah (38), petani dan
pengecer beras di Jawa Tengah. Ia menyatakan, “Kadang kami petani ditekan soal
harga gabah, tapi di pasar harga malah melonjak. Padahal permainan ada di
tengah. Ini harus dibongkar tuntas. Mafia pangan tidak boleh dibiarkan.”
Sementara itu, Yuliani (51), pegawai swasta di Jakarta
Barat, menyebut temuan ini sebagai bentuk nyata keberpihakan pada rakyat kecil.
“Selama ini harga beras bikin kami mengelus dada, padahal katanya stok aman.
Kalau ternyata banyak yang bermain curang, mereka harus dihukum. Terima kasih
kepada Pak Amran yang berani mengungkap ini.”
Sebagaimana diketahui, dari hasil pemeriksaan terhadap 212
merek beras di 10 provinsi, lebih dari 85% tidak sesuai mutu, hampir 60% dijual
melebihi HET, dan 21% memiliki berat bersih yang lebih ringan dari label.
Potensi kerugian konsumen ditaksir mencapai Rp99 triliun.
Masyarakat berharap pengungkapan ini menjadi langkah awal
pembenahan tata niaga beras nasional secara menyeluruh, sekaligus mengakhiri
praktik mafia pangan yang selama ini merugikan petani dan rakyat kecil.
