- Wajah Baru Pupuk Bersubsidi: 145 Regulasi Dipangkas, Waktu Antrean Distribusi Turun 40%
- Dari PHK ke Jualan Nasi Uduk: Cerita Yadi dan JKP yang Tertunaikan untuk Melanjutkan Hidup
- Resmikan Cold Stroge Berkapasitas 30 Ribu Ton, BEEF Kian Nyata Sokong Program MBG
- Sektor Pertambangan Jadi Lokomotif Ekonomi Lokal di Berbagai Daerah
- MIND ID Perkuat Komitmen Transisi Energi Lewat Hilirisasi Bauksit
- Aktivis Ragu Soal Komitmen Pengakuan Hutan Adat 1,4 Juta Ha
- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
Dari PHK ke Jualan Nasi Uduk: Cerita Yadi dan JKP yang Tertunaikan untuk Melanjutkan Hidup

Keterangan Gambar : Program JKP dari BPJS Ketenagakerjaan menjadi bukti kehadiran negara memenuhi hak pekerja. (dok BPJS)
DEPOK-Pukul
04.30 WIB, kabut tebal masih menyelimuti Pondok Petir, Bojongsari, Depok. Yadi,
mantan karyawan jasa ekspedisi yang kini menjadi satpam perumahan, sudah terjaga.
Ingatan Yadi melayang di masa lalu. Dulu setiap hari ia mengaspal minimal 60
kilometer demi membawa pulang Rp150.000. Sebagai pekerja kontrak, ia tak pernah
mendapat asuransi—sampai akhirnya terkena PHK tahun lalu.
Kini nasib Yadi berubah.
Berkat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diatur dalam PP Nomor 6 Tahun
2025, ia menerima Rp1,8 juta per bulan selama enam bulan pasca-PHK. Uang itu ia
gunakan sebagai modal berjualan nasi uduk bersama istrinya di pinggir jalan
dekat rumahnya. “Dengan JKP ini, saya bisa mulai lagi dari nol,” ujarnya akhir
pekan di penghujung Oktober lalu.
Yadi bukan satu-satunya. Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, Yadi mungkin mewakili nasib
setidaknya 86,58 juta pekerja informal di Indonesia—rekor tertinggi sejak
pandemi. Di balik angka itu ada tukang ojek, penjual gorengan, pembantu rumah
tangga, dan buruh musiman yang puluhan tahun tak pernah merasakan pesangon.
Baca Lainnya :
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal0
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads0
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui0
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad0
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan0
Wajah
Ketenagakerjaan Indonesia 2025
Kisah Yadi dan juga
persoalan pemenuhan hak-hak pekerja informal masih menjadi pekerjaan rumah
negeri ini. Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di
dunia, sedang berada di persimpangan krusial menuju visi pembangunan
berkelanjutan. Dengan angkatan kerja mencapai 153,05 juta orang per Februari
2025, sektor ketenagakerjaan sejatinya menjadi pondasi utama bagi kemajuan
ekonomi nasional. Namun, di balik pertumbuhan PDB yang diproyeksikan mencapai
5,2% pada 2025, terdapat tantangan ketenagakerjaan berupa ketidaksetaraan akses
hak pekerja, dominasi sektor informal, dan kesenjangan gender.
Padahal di era modern
saat ini perlindungan pekerja bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan
investasi strategis untuk masa depan yang lebih adil. Terpenuhinya hak dasar
pekerja bisa mendorong transformasi sosial-ekonomi
yang inklusif, di mana setiap individu—terlepas dari gender, status formalitas,
atau latar belakang—berkontribusi optimal terhadap kemakmuran bangsa. Apakah pemenuhan
hak-hak dasar pekerja seperti dialami Taryono saat ini sudah terwujud dalam sektor
tenaga kerja Indonesia? Atau pertanyaan yang paling umum bisa dilontarkan
adalah bagaimana hak-hak pekerja saat ini dipenuhi oleh negara?
Data BPS menyebut,
tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia mencapai 4,76% pada Februari 2025,
menurun sedikit dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata upah buruh sebesar
Rp3,09 juta per bulan—naik 1,78% year-on-year. Meski demikian, angka ini
menyembunyikan realitas bahwa 70,60% penduduk usia kerja tergabung dalam
angkatan kerja, di mana banyak yang rentan terhadap eksploitasi.
JKP Jawab Pemenuhan Kebutuhan
Hak Pekerja
Hingga akhirnya wajah
pekerja mulai berubah ke arah yang lebih baik. Dimulai dengan terbitnya Undang-Undang
Cipta Kerja (UU CK) yang direvisi pada 2025. UU CK ini dengan disokong Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 menjadi landasan utama untuk memperkuat
jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Berdasarkan PP ini, pekerja yang terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK) berhak atas 60% upah selama enam bulan pertama,
diikuti penurunan bertahap, sebagai bentuk perlindungan transisi.
Selain itu, Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2025 mengatur klaim JKP,
memastikan hak hilang hanya jika tidak diajukan dalam enam bulan pasca-PHK.
Aturan kontrak kerja waktu tertentu (PKWT) terbaru membatasi durasi maksimal
tiga tahun, dengan hak konversi ke permanen untuk pekerja berprestasi, mencegah
praktik outsourcing abusif.
Direktur Utama BPJS
Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo mengakui bahwa program JKP telah memberikan
manfaat kepada lebih dari 250 ribu pekerja yang terkena PHK sejak Januari 2025.
“Ini membuktikan bahwa negara hadir disaat pekerja membutuhkan.” ujar Anggoro
dalam sebuah diskusi di Jakarta, 15 Oktober 2025. Pada gilirannya JKP menjadi
bukti nyata bahwa persoalan pemenuhan hak-hak pekerja bukan hanya di atas kerta
formalitas, tetapi juga bentuk manifestasi untuk menjawab tuntutan global.
Keniscayaan
Ekosistem Pekerja Berkelanjutan
International Labour
Organization (ILO) dalam Dokumen Kerja Layak Nasional (DWCP) 2020-2025 jauh-jauh
sudah mewanti-wanti bahwa pengakuan hak pekerja, termasuk dalam hal ini pekerja
rumah tangga dan migran dapat mengurangi eksploitasi, yang selama ini
menghambat kontribusi mereka terhadap PDB.
Di Indonesia, di mana pekerja
migran menyumbang remitansi hingga USD10 miliar per tahun, inisiatif seperti
Kredit Usaha Rakyat (KUR) Penempatan PMI 2025 dirancang untuk menciptakan
ekosistem penempatan yang aman dan berkelanjutan.
Namun, tantangan terbesar
tetap pada sektor informal, yang mendominasi 59,40% tenaga kerja pada Februari
2025—setara 86,58 juta orang, rekor tertinggi sejak pandemi. Data BPS Agustus
2025 menunjukkan penurunan tipis menjadi 57,80% atau 84,58 juta orang, tetapi
sektor ini masih rentan tanpa jaminan sosial. Pekerja informal, mayoritas di
pertanian dan perdagangan, sering menghadapi upah di bawah upah minimum
provinsi (UMP), dengan produktivitas rendah dibanding negara ASEAN lain.
Selain status pekerja
informal yang banyak disandang masyarakat, secara umum beranda dunia
ketenagakerjaan bangsa ini juga masih berkutat soal keseteraan antara pekerja
laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender masih menjadi batu sandungan dalam menciptakan
inklusivitas di dunia pekerja. Data tahun 2023 menyebutkan, partisipasi angkatan
kerja perempuan hanya 55%, jauh di bawah laki-laki (85%). Tren ini berlanjut ke
tahun 2025 dengan indeks kesetaraan gender naik tipis menjadi 0,692.
Pada gilirannya kesenjangan
upah gender tetap mencolok: perempuan diupah 20-30% lebih rendah untuk
pekerjaan serupa, meski 14,37% pekerja perempuan berperan sebagai female
breadwinners (tulang punggung keluarga). Wajah perempuan sebagai ‘pekerja kelas
dua’ ini juga simetris dengan adanya kultur kungkungan beban domestik kaum
hawa. Data per Februari 2025 menyebut, tingkat pekerja paruh waktu perempuan
mencapai 36,66%, dua kali lipat laki-laki (18,55%), sering karena beban
domestik ganda. Komnas Perempuan mencatat 2.702 kasus kekerasan terhadap
pekerja perempuan sepanjang 2024, tren yang berpotensi naik di 2025 tanpa
intervensi kuat.
Padahal di sektor
informal, perempuan mendominasi 60% tenaga kerja, dengan kerentanan tinggi
terhadap eksploitasi. Untuk mengikis ekploitasi ini butuh partisipasi aktif
perempuan di bidang ketenagakerjaan. Riset McKinsey memproyeksikan bahwa
peningkatan partisipasi perempuan hingga 56% pada 2025 bisa menambah PDB hingga
USD135 miliar, menjadikan kesetaraan gender sebagai leverage ekonomi.
Untuk mengatasi kondisi
tersebut, pemerintah meluncurkan berbagai jurus dengan paradigma berkelanjutan.
Salah satunya pada Juni 2025, kolaborasi pemerintah dan PBB menghadirkan
program "Pekerjaan, Keterampilan, dan Perlindungan Sosial",
menargetkan 500 ribu tenaga kerja baru melalui pelatihan vokasi hijau. Sebagai
langkah tindaklanjut, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mempercepat
transformasi menuju ekonomi hijau adil, dengan Peta Jalan Pengembangan Tenaga
Kerja Hijau yang mencakup tiga strategi: ekosistem hijau, peningkatan
keterampilan, dan akses pasar kerja.
Sementara itu, dunia internasional
melalui organisasi buruh sedunia (ILO) juga terus mendorong pengakuan pekerja
platform digital sebagai pekerja formal. Melalui Sidang ILC 113, ILO ingin memastikan
upah dan jaminan sosial bagi 7 juta pekerja potensial yang terancam kehilangan pekerjaan
pada 2025 akibat disrupsi teknologi.
Setelah berbagai ikhtiar
dilakukan, dampak perlindungan hak-hak pekerja terhadap ekonomi mulai terasa.
ILO menyatakan bahwa RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dapat menekan
pengangguran dengan mengakui 2 juta pekerja informal, meningkatkan
produktivitas nasional hingga 15%. Jaminan sosial yang optimal, seperti BPJS
Ketenagakerjaan dengan 42 juta peserta aktif per September 2025, mengurangi
kemiskinan struktural dan mendorong konsumsi domestik. Di sektor energi, sinergi pemberdayaan pekerja
migran melalui kompetensi berkelanjutan diproyeksikan menambah devisa USD2
miliar.
Pada akhirnya semua
ikhtiar dan terobosan yang dilakukan dalam hal perlindungan hak-hak pekerja sejatinya
bukan hanya berkaitan dengan birokrasi kaku, melainkan idealnya menjadi jembatan
menuju kehidupan pekerja yang lebih baik. Kisah Yadi yang hidupnya bisa berubah
berkat JKP, menunjukkan bahwa persoalan hak pekerja bukan sekadar angka
statistik dari wajah ketenagakerjaan. Lebih dari itu dinamika hak pekerja adalah
bagian dari ikhtiar Indonesia yang sedang membangun ekosistem untuk melindungi
dan memenuhi hak-hak pekerja. Dan ketika 153 juta pekerja bangsa ini akhirnya
merasa dilindungi, maka langkah menatap Indonesia Emas 2045 akan lebih ringan
dan optimis. Seoptimis kisah Yadi dalam melanjutkan hidup setelah JKP-nya
tertunaikan. (Wahyono)
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

