Peneliti BRIN Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Hias Krisan, Begini Cara Mengatasinya!

By PorosBumi 20 Agu 2025, 10:37:13 WIB Life Style
Peneliti BRIN Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Hias Krisan, Begini Cara Mengatasinya!

CIBINONG – Krisan merupakan salah satu bunga hias favorit di pasar domestik maupun ekspor, menghadapi tantangan serius dari serangan hama dan penyakit tanaman. Temuan riset dari Peneliti Pusat Riset Hortikultura, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kampung Bengkok, Cipanas, Cianjur, mengidentifikasi sejumlah organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dominan menyerang krisan dan berpotensi menurunkan produktivitas serta kualitas bunga.

Peneliti Ahli Utama BRIN, Tonny Koestoni Mukasan menyebutkan bahwa jenis hama yang banyak menyerang krisan meliputi trips, ulat grayak (Spodoptera litura), kutu daun (Myzus persicae), dan kutu putih (Bemisia tabaci). Dari pengamatan lapangan, hama trips dan pengorok daun (Liriomyza sp.) ditemukan sebagai serangan dominan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Trips menyebabkan daun mengerut dan bunga tidak berkembang optimal, sementara pengorok daun merusak jaringan daun hingga menimbulkan korokan.

Selain itu, kutu putih diketahui mengisap cairan tanaman sekaligus berperan sebagai vektor penyakit virus. Kondisi ini menjadikan pengendalian hama secara terpadu menjadi kebutuhan penting bagi petani krisan. Tonny menegaskan bahwa upaya pengendalian tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus dilakukan dengan pendekatan menyeluruh, mulai dari praktik budidaya, pemeliharaan kebersihan lahan, hingga pemasangan perangkap hama.

Baca Lainnya :

Dalam praktiknya, Tonny merekomendasikan penggunaan perangkap warna biru untuk menekan populasi trips. Perangkap ini dipasang pada kanopi tanaman dengan media plastik berlapis lem, yang perlu diganti setiap minggu. Jika langkah mekanis belum cukup efektif, penggunaan pestisida disarankan dengan memperhatikan dosis serta standar penggunaannya.

Riset juga menemukan bahwa efektivitas pestisida sangat dipengaruhi oleh pH air pelarut. Pestisida bekerja optimal pada pH 4,5–5. Apabila pH air melebihi batas tersebut, akan terjadi reaksi hidrolisa basa yang menurunkan efikasi pestisida. Sayangnya, sebagian besar petani masih belum mengukur pH air pelarut dan menggunakan alat takar sederhana seperti sendok atau tutup botol, sehingga akurasi dosis tidak terjamin.

Faktor lain yang diperhatikan adalah waktu penyemprotan. Tonny menjelaskan, pestisida memerlukan waktu sekitar dua jam untuk masuk ke jaringan tanaman. Proses ini hanya maksimal jika suhu dan kelembaban stabil atau menurun. Karena itu, penyemprotan di daerah tropis disarankan dilakukan setelah pukul 15.00 agar efektivitasnya tetap terjaga.

Selain memberikan penjelasan teknis, Tonny juga melakukan demonstrasi kepada petani terkait cara pencampuran dan pengadukan pestisida yang benar. Proses ini bertujuan agar tidak terjadi endapan pada larutan dan pestisida dapat bekerja dengan lebih baik di lapangan.

Dari sisi penyakit tanaman, Eli Korlina Edisaputra, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Hortikultura BRIN, menemukan bahwa penyakit dominan pada krisan di Cipanas adalah karat putih (Puccinia horiana), hawar daun, serta infeksi virus. Menurut Eli, selama ini petani masih banyak mengandalkan pestisida kimia. Ia merekomendasikan penggunaan agens hayati sejak tahap persemaian, seperti Trichoderma dan Gliocladium, untuk memperkaya tanah dengan mikroorganisme antagonis. Selain itu, biopestisida Beauveria bassiana dan Metarhizium juga dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan ulat, kutu putih, kutu daun, dan trips dengan dampak lebih aman bagi lingkungan.

Sementara itu, Neni Gunaeni, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Hortikultura ORPP BRIN, menyoroti temuan viroid pada tanaman krisan di Cipanas. Viroid adalah partikel RNA sirkular yang sangat kecil, tidak memiliki kapsid protein, dan hanya menyerang tanaman. Infeksi viroid pada krisan menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan menghasilkan bunga berukuran kecil. Viroid dapat menular melalui benih maupun vektor tanaman.

Penyakit mosaik akibat infeksi virus juga ditemukan pada krisan, ditandai dengan bercak kuning pada daun, daun menggulung, serta pertumbuhan tanaman yang terhambat. Menurut Neni, penyakit ini bersifat sistemik sehingga hingga kini belum tersedia obat maupun vaksin yang dapat menyembuhkannya. Upaya yang dapat dilakukan adalah mencabut tanaman terinfeksi, khususnya jika persentase serangan masih di bawah 10 persen, untuk mencegah penyebaran lebih luas.

Rangkaian identifikasi hama dan penyakit pada krisan di Cipanas ini menjadi bagian penting dari riset hortikultura BRIN untuk mendukung upaya pengendalian hama terpadu, meningkatkan kapasitas petani dalam pengelolaan OPT, dan menjaga keberlanjutan produksi krisan di Indonesia. (DNP/Ed:ade,jml)

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment