- Seruan Serikat Petani Indonesia Pasca Protes dan Kerusuhan Agustus
- Mendorong Koeksistensi Manusia dan Orangutan Tapanuli
- UNAS dan Kedubes Malaysia Inisiasi Penanaman Mangrove di Desa Sukawali, Tangerang
- Pegunungan Dolok Paung Tidak Lagi Memberi Air Kehidupan Bagi Masyarakat Adat Huta Parpatihan
- Kembalinya Operasi PT Gag Nikel Kabar Buruk Bagi Upaya #SaveRajaAmpat
- Gatal Kepala dan Sebal
- Oki Setiana Dewi Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Jakarta
- HUT ke 24 PD, SBY Melukis Only The Strong Langsung di Hadapan Ratusan Kader Demokrat
- Greenpeace Asia Tenggara Bawa Cerita #SaveRajaAmpat ke Forum PBB, Desak Tata Kelola Nikel
- Spirit dan Kesyahduan Peringatan Maulid Nabi Musola Nurul Hikmah dan Yayasan Ihsan Nur
Ikhtiar OJK Dukung SDGs: Membumikan Meritokrasi Tata Kelola Keuangan Sehat Berkelanjutan

Keterangan Gambar : Dalam 14 tahun kehadirannya di Indonesia, OJK menjadi salah satu inisiator keuangan berkelanjutan nasional (Ist)
Wahyono, jurnalis Porosbumi.com
Selain angin demokrasi yang begitu massif
bertiup di belahan bumi, agenda Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi salah
satu agenda global yang kini terus dikampanyekan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Secara sederhana SDGs dimaknai sebagai rencana aksi global yang disepakati oleh 193 negara anggota
PBB pada 2015 untuk menciptakan dunia lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan
pada 2030. Dalam SDGs ada 17 tujuan
pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030, mencakup isu ekonomi, sosial, dan
lingkungan. SDGs
dirancang untuk menjawab tantangan kompleks yang dihadapi dunia, seperti
kemiskinan, kelaparan, ketidaksetaraan, perubahan iklim, dan kerusakan
lingkungan. Mengusung 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, SDGs memberikan panduan
dan cetak biru (blue print) bersama bagi seluruh dunia untuk mencapai
pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Baca Lainnya :
- Api Dalam Sekam dan Batu Uji Kepemimpinan Prabowo Subianto 0
- Guru: Novel dan Kenangan0
- Fakta Unik Kondusifitas Demo Mahasiswa dan Driver Online di Kota Palembang0
- Perempuan Adat Kasimle, Dahulu Tidak Berdaya Kini Pengolah Sumber Daya0
- Tari Topeng Indramayu Tampil Memukau di Osaka Expo 2025 0
Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sebagai regulator sektor keuangan memainkan peran krusial dalam mendukung
tercapainya agenda SDGs melalui kebijakan keuangan berkelanjutan (sustainable
finance). Secara faktual, selama ini OJK telah menunjukkan komitmen kuat dengan
mengintegrasikan prinsip-prinsip SDGs ke dalam regulasi dan inisiatifnya dalam
mengalokasikan modal secara berkelanjutan guna mendukung transisi ke ekonomi
hijau dan inklusif. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai
Net Zero Emission (NZE) dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Artikel kali
ini akan membincangkan bagaimana ikhtiar dan komitmen OJK dalam 14 tahun
rentang kehadirannya di Indonesia dalam mendukung dan membumikan agenda
strategis SDGs.
Pendahuluan: Inisiator Kerja dan Kebijakan Keuangan Berkelanjutan
Penegasan komitmen OJK terhadap
agenda agenda SDGs bukan isapan jempol dan retorika semata. OJK selama ini telah
memberi bukti dengan meluncurkan berbagai kebijakan untuk memperkuat komitmen
terhadap SDGs. Salah satu inisiatif utama adalah Roadmap Keuangan Berkelanjutan
Fase I (2015-2019) dan Fase II (2021-2025), yang bertujuan membangun ekosistem
keuangan berkelanjutan dengan mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan
tata kelola (ESG/Environmental,
Social, and Governance). Jauh
sebelumnya di tahun 2017, OJK juga telah menginisiasi terbitnya Peraturan OJK
(POJK) No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan, yang
mewajibkan lembaga keuangan untuk mengintegrasikan prinsip berkelanjutan dalam
operasinya. Selain itu, POJK No. 60/POJK.04/2017 mengatur penerbitan obligasi
hijau (green bonds) untuk membiayai proyek-proyek yang mendukung SDGs.
Kemudian pada Januari 2022, OJK
meluncurkan Taksonomi Hijau Indonesia (Indonesia Green Taxonomy) Edisi 1.0,
yang kemudian diperbarui menjadi Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia
(TKBI) Versi 2 pada tahun 2025. TKBI Versi 2 di tahun 2025 mencakup peluncuran dan sosialisasi, serta kegiatan
seperti pilot project untuk mendukung transisi ke
ekonomi hijau dan rendah karbon. Implementasi TKBI Versi 2 meliputi:
aa a. Dukungan untuk Net Zero Emission (NZE)
TKBI Versi
2 dan pilot project terkait menjadi instrumen OJK dalam mendukung komitmen
Pemerintah Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) dan Enhanced NDC.
b. b. Pilot Project
OJK melakukan pilot project implementasi TKBI untuk menguji
dan memperdalam pemahaman mengenai penerapan taksonomi di industri jasa
keuangan. Selain itu dalam TKBI, OJK juga berfokus pada sosialisasi dan
literasi keuangan berkelanjutan, termasuk pengenalan produk keuangan syariah,
dengan tujuan meningkatkan pemahaman serta kapasitas pelaku industri jasa
keuangan untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. OJK juga membentuk Satuan Tugas (Task Force) untuk
mengembangkan ekosistem keuangan berkelanjutan, termasuk mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim.
Kolaborasi internasional menjadi bagian penting dari komitmen OJK. Pada periode 2024-2025, OJK telah memperkuat kolaborasi internasional melalui partisipasi dalam Global Asia Insurance Partnership untuk menghadapi tantangan asuransi di Asia dan peningkatan kemitraan dengan OECD/INFE untuk inisiatif edukasi keuangan global, sejalan dengan agenda SDGs. OJK juga aktif berpartisipasi dalam penyusunan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (Versi 2 & 3) serta secara internal mengembangkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) 2024 untuk mendorong alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan sesuai tujuan NZE dan TPB/SDGs.19:48 03/09/2025. Kolaborasi global yang telah dilakukan OJK untuk membumikan agenda agenda SDGs selama tahun 2024-2025 antara lain:
a. Global Asia Insurance Partnership:
OJK
resmi bergabung dalam kemitraan ini untuk memperkuat kolaborasi regional dalam
menghadapi tantangan sektor asuransi di Asia, yang secara tidak langsung
mendukung stabilitas dan keberlanjutan keuangan.
b. Menggandeng OECD/INFE:
Pada November 2024, OJK menyepakati
peningkatan kemitraan dengan OECD/INFE untuk memajukan inisiatif edukasi
keuangan secara global, termasuk untuk mendukung komitmen G20/OECD High-Level,
yang berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan.
c c. Partisipasi dalam ASEAN Taxonomy for
Sustainable Finance (ATSF):
OJK berperan aktif dalam pengembangan ATSF (Versi 2 dan 3),
yang merupakan klasifikasi standar untuk aktivitas ekonomi berkelanjutan di
tingkat regional, sejalan dengan upaya mencapai tujuan keberlanjutan di ASEAN. Tak
berhenti di situ, OJK juga merangkul International Finance Corporation (IFC)
untuk meningkatkan standar ESG di sektor keuangan, dan berkolaborasi dengan United
Nations Development Programme (UNDP) untuk memperkuat blended finance guna
mengatasi tantangan pembiayaan SDGs. Selain itu, OJK terlibat dalam Sustainable
Banking and Finance Network (SBFN) sejak 2012, yang mendukung penyelarasan
kebijakan dengan standar internasional seperti Prinsip Obligasi Hijau ICMA dan
Standar Obligasi Hijau, Sosial, dan Berkelanjutan ASEAN.
Rumuskan Peta Jalan Keuangan Hijau
Jika diakumulasikan dalam lima tahun terakhir, OJK telah
mengeluarkan berbagai inisiatif dan kerangka kerja untuk mendorong pembiayaan
berkelanjutan guna mendukung SDGs, seperti pembentukan roadmap Keuangan
Berkelanjutan, penerbitan panduan dan pedoman terkait keuangan hijau dan
sosial, serta pengembangan Taksonomi Hijau Indonesia untuk mengarahkan
investasi ke sektor yang lebih berkelanjutan. OJK juga mendorong emiten dan
perusahaan publik untuk mengintegrasikan aspek Lingkungan, Sosial, dan Tata
Kelola (ESG) dalam laporan keberlanjutan mereka. Hal ini juga mencakup
pengalokasian dana Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) untuk kegiatan yang
mendukung keuangan berkelanjutan.
Selain regulasi, OJK juga fokus pada peningkatan pemahaman
dan komitmen seluruh pelaku industri keuangan, termasuk perbankan, pasar modal,
dan lembaga keuangan lainnya, dalam menerapkan keuangan berkelanjutan. Meskipun
data kuantitatif capaian pembiayaan tahun 2023 hingga 2024 tidak tersedia
secara langsung, capaian OJK terkonsentrasi pada pembangunan ekosistem keuangan
berkelanjutan, meningkatkan pemahaman, dan mendorong komitmen industri keuangan
untuk menyelaraskan kegiatan ekonomi dengan tujuan sosial dan lingkungan. Data hingga Maret 2022 misalnya menunjukkan bahwa total obligasi
hijau, sosial, dan berkelanjutan (GSS bonds) yang beredar di Indonesia mencapai
sekitar USD7,0 miliar, dengan penerbitan sektor publik mendominasi.
Penerbitan sukuk hijau sovereign juga membuahkan hasil. Secara
kumulatif penerbitan sukuk hijau sovereign mencapai USD5,0 miliar hingga Mei
2022, termasuk sukuk hijau ritel yang mengumpulkan USD830 juta sejak 2019. Pada
2021, volume penerbitan obligasi berkelanjutan mencapai USD1,03 miliar,
melampaui obligasi hijau yang sebesar USD750 juta untuk pertama kalinya. Secara
keseluruhan, total penerbitan obligasi hijau dan sukuk hijau mencapai USD5
miliar hingga akhir 2021, termasuk sukuk hijau sovereign pertama senilai
USD1,25 miliar pada 2018, diikuti USD750 juta masing-masing pada 2019 dan 2020.
Tak berhenti di sukuk hijau sovereign, pertumbuhan pasar
obligasi berkelanjutan Indonesia juga cukup menjanjikan. Terjadi
peningkatan kepercayaan pasar dan penawaran obligasi
berkelanjutan. Contohnya adalah penawaran umum berkelanjutan Obligasi
Berkelanjutan IV Sarana Multi Infrastruktur Tahap II Tahun 2024 yang berhasil
menghimpun permintaan melebihi target awal, menunjukkan minat investor yang
tinggi. Pertumbuhan pasar obligasi berkelanjutan di Indonesia dapat disimpulkan
sebagai tren positif dengan penerbitan yang semakin meningkat dan minat
investor tinggi.
Di kancah internasional
pertumbuhan pasar obligasi
berkelanjutan Indonesia juga tercatat merupakan yang terbesar kedua di ASEAN,
dengan potensi pertumbuhan tinggi didukung oleh regulasi OJK. Selain itu, OJK
telah mendorong integrasi ESG di lebih dari 700 lembaga keuangan, dengan fokus
pada manajemen risiko iklim yang mendukung SDGs seperti SDG 13 (Penanganan
Perubahan Iklim) dan SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau). Data dari Integrated
National Financing Framework (INFF) menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan
pembiayaan holistik untuk SDGs, dengan OJK berperan dalam memobilisasi sumber
daya swasta.
Epilog: Tantangan Membumikan Agenda SDGs
Komitmen OJK membumikan sekaligus merealisasikan program SDGs telah memberikan dampak positif signifikan, satu diantaranya terlihat dari adanya peningkatan alokasi dana ke proyek hijau untuk mendukung transisi energi dan ketahanan iklim. Meskipun sejauh ini tidak ada rincian alokasi dana spesifik dari OJK untuk proyek hijau 2025 namun OJK secara eksplisit sangat mendukung penuh transisi energi melalui implementasi keuangan berkelanjutan melalui peraturan seperti POJK 51/POJK.03/2017 dan pengembangan Taksonomi Hijau Indonesia untuk memfasilitasi pendanaan proyek ramah lingkungan. Dalam POJK 51/POJK.03/2017 secara tegas dan jelas OJK mewajibkan lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik untuk menerapkan keuangan berkelanjutan. Namun, tantangan OJK merealisasikan agenda SDGs tetap ada, seperti misalnya implementasi Sustainable Linked Loans (SLL) yang masih menghadapi hambatan dalam mencapai target SDGs nasional. Tantangan lain berupa biaya teknologi tinggi dan kebutuhan data berkualitas untuk indikator hijau.
Tantangan lain yang
tak kalah penting dihadapi OJK dalam mewujudkan keuangan berkelanjutan sesuai
agenda SDGs pada 2025 dan 2026 yaitu mengubah pola pikir pelaku usaha dan
masyarakat dari keuntungan jangka pendek ke kemakmuran jangka panjang, yang
membutuhkan penguatan ESG sebagai basis utama. Selain itu juga mengatasi
masalah praktik pembiayaan yang belum mengindahkan keberlanjutan dan penegakan
hukum lingkungan yang belum efektif.
Untuk mengatasi sejumlah tantangan
tersebut, sejauh ini OJK berusaha konsisten dalam menerapkan Roadmap Keuangan
Berkelanjutan, melibatkan penetapan kebijakan, regulasi, norma, dan standar
yang mendorong industri keuangan untuk menyelaraskan kepentingan ekonomi,
lingkungan, dan sosial. Langkah langkah ini juga dibarengi dengan upaya meningkatkan
kesadaran, kapasitas, dan komitmen industri jasa keuangan dalam
mengimplementasikan aspek ESG, serta mendorong penggunaan produk dan layanan
keuangan berkelanjutan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi inklusif dan
ramah lingkungan. OJK juga terus mendorong inovasi,
seperti peluncuran bursa karbon sejak 2023 untuk mempercepat pencapaian NZE.
Komitmen OJK terhadap SDGs tahun ke
tahun juga tak meredum bahkan terus meningkat. Melalui regulasi, taksonomi, dan
kolaborasi, OJK tidak hanya mendukung pencapaian target global tetapi juga
memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Dengan pertumbuhan pembiayaan
berkelanjutan yang pesat, Indonesia berada di jalur yang semestinya menuju masa
depan lebih hijau dan inklusif seperti dicita-citakan dalam narasi besar SDGs.
