- Hilirisasi Grup MIND ID, Transformasi Pertambangan Berbasis Nilai Tambah
- Cerita Eks Wartawan Jualan Cabai yang Diborong Mentan Amran dari Daerah Bencana Aceh
- Kepungan Bencana Ekologis dan Keharusan Reformasi Fiskal Sektor Ekstraktif
- Pertumbuhan Ekonomi 2026 Ditaksir 5 Persen, WP Badan Harus Siap Diperiksa
- Ikhtiar Nyata SDG Academy Indonesia: Konektivitas Data, Kebijakan, dan Kepemimpinan
- Kembangkan Potensi Anak, LPAM Mirabel dan Ilmu Politik UNY Gelar Peringatan Hari Ibu
- Sambut Nataru dan HAB Kemenag ke-80, PD IPARI Karanganyar Bersih-Bersih Rumah Ibadah Lintas Agama
- Penguatan Sektor Riil Kunci Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen di 2026
- Musim Mas Dukung Pemkab Deli Serdang Hadirkan Ruang Publik Bersama melalui Pembangunan Alun-Alun
- Sidang Pengeroyokan di Tanjungpinang, Korban Soroti Terdakwa Tak Ditahan
Pertumbuhan Ekonomi 2026 Ditaksir 5 Persen, WP Badan Harus Siap Diperiksa

Keterangan Gambar : Ilustrasi RSM- RSM
JAKARTA- Pelaku
usaha perlu memahami
secara lebih mendalam arah pertumbuhan ekonomi, ruang kebijakan fiskal, serta
implikasinya terhadap strategi dan keberlanjutan bisnis tahun 2026.
Pasalnya,
sebagian kalangan ekonom menaksir perekonomian Indonesia diperkirakan
tetap berada pada jalur yang relatif stabil, meskipun tantangan struktural
masih membatasi akselerasi pertumbuhan yang lebih tinggi.
Ekonom Universitas
Indonesia,
Ibrahim Rohman menakar pertumbuhan
ekonomi Indonesia diproyeksikan bertahan di kisaran sekitar 5 persen, dengan
konsumsi domestik tetap menjadi penopang utama.
Baca Lainnya :
- Penguatan Sektor Riil Kunci Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen di 20260
- Perry Warjiyo Dkk Kembali Tahan BI Rate Pada 4,75 Persen0
- Hashim Djojohadikusumo: Hilirisasi Harus Sejalan dengan Pembenahan SDM dan Penerimaan Negara0
- Peningkatan Kapasitas Industri dengan Hilirisasi Jadi Kunci Indonesia Naik Kelas0
- Royalindo Investa Tergiur Cuan Gula Hinga Kecerdasan Buatan 0
“Indonesia berada
dalam kondisi pertumbuhan yang relatif aman di sekitar 5 persen, kecuali
terjadi perbaikan struktural pada produktivitas. Konsumsi domestik akan tetap
menjadi penopang utama, sementara ekspor cenderung menambah volatilitas
dibandingkan mendorong akselerasi pertumbuhan,” ujar Ibrahim dikutip
Senin(29/12/2025).
Ia menegaskan
bahwa tanpa reformasi produktivitas yang nyata, peningkatan investasi dan
belanja fiskal hanya akan memperbesar volume aktivitas ekonomi, namun belum
tentu meningkatkan efisiensi dan daya saing.
“Tanpa reformasi
produktivitas, tambahan investasi dan belanja fiskal lebih banyak memperbesar
skala ekonomi, bukan kualitas pertumbuhan,” lanjutnya.
Bagi dunia usaha, jelas ia, kondisi
pertumbuhan yang stabil namun tidak spektakuler ini menuntut penyesuaian
strategi bisnis yang lebih hati-hati.
“Fokus utama
sebaiknya diarahkan pada penguatan skala usaha yang sehat, disiplin biaya,
serta pengelolaan arus kas yang stabil, bukan ekspansi agresif dengan risiko
tinggi,” jelas Ibrahim.
Ia juga
menambahkan bahwa keunggulan kompetitif ke depan akan lebih banyak ditentukan
oleh produktivitas di tingkat perusahaan, melalui digitalisasi, otomasi proses,
dan peningkatan keterampilan sumber daya manusia, dibandingkan semata-mata
mengandalkan kondisi ekonomi makro.
Menanggapi
pandangan itu, Managing Partner Tax RSM Indonesia, Ichwan Sukardi menyatakan perkembangan dan tren kebijakan perpajakan yang
diperkirakan akan semakin signifikan pada 2026. Ia menyoroti bahwa tahun 2026
akan menjadi fase penting dalam transformasi kepatuhan perpajakan melalui
penerapan sistem Coretax.
Sistem Coretax
menghadirkan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) yang lebih terintegrasi,
pemanfaatan data prepopulated, serta tingkat transparansi yang jauh lebih
tinggi.
“Coretax pada
dasarnya mengubah cara Wajib Pajak (WP) berinteraksi
dengan sistem perpajakan. Kepatuhan kini sepenuhnya berbasis data, sehingga
kesiapan administrasi menjadi sangat krusial,” ujar Ichwan.
Ia menjelaskan
bahwa kebijakan perpajakan pada 2026 akan bergerak ke arah yang semakin
terstruktur, terintegrasi, dan berbasis data. Pemerintah mendorong perluasan
basis pajak melalui identifikasi Wajib Pajak dan transaksi yang lebih luas,
didukung oleh Coretax dan pendekatan Compliance Risk Management.
Di sisi lain,
penguatan kepatuhan dan penegakan hukum juga akan dilakukan secara lebih
sistematis melalui pemeriksaan berbasis teknologi, penagihan yang lebih
efektif, serta pemanfaatan analisis data dan intelijen perpajakan.
Pemerintah juga
akan memperkuat penyelarasan pajak internasional seiring meningkatnya aktivitas
lintas negara, serta menerapkan insentif pajak yang lebih terarah untuk
mendorong investasi, pertumbuhan ekonomi hijau, pembangunan infrastruktur, dan
peningkatan daya beli masyarakat.
“Kombinasi
berbagai kebijakan ini menuntut Wajib Pajak untuk memperkuat tata kelola dan
kepatuhan perpajakan sebagai bagian integral dari strategi bisnis jangka
menengah,” jelas Ichwan.
Ia menegaskan
bahwa kesiapan menghadapi risiko perpajakan ke depan menjadi semakin penting.
“Kepatuhan pajak
harus benar-benar dipersiapkan untuk menghadapi berbagai bentuk pemeriksaan,
audit, dan risiko perpajakan di masa mendatang,” pungkasnya.
.jpg)
1.jpg)

.jpg)

6.jpg)
.jpg)
1.jpg)
.jpg)

.jpg)

