- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan
- PFI Kepri Sambangi KSOP Batam, Perkuat Sinergi dan Semangat Foto Jurnalistik Maritim
- Belajar dari Makkah: Potensi Bio-Energi di Balik Sistem Pengolahan Limbah Modern
Masa Depan Berkelanjutan Itu Bukan Retorika di Kampung Reklamasi Air Jangkang
.jpg)
Keterangan Gambar : Kampung Reklamasi jadi bukti implementasi keberlanjutan di industri tambang timah. (Ist)
Muksen melepas topi untuk
menyeka buliran keringat di wajahnya. Matahari tepat di atas kepala membakar
kulit siang itu. Dengan menenteng parang, ia beringsut menuju bawah pohon untuk
istirahat. Sejurus kemudian, rekannya Mahmud menghampiri untuk ikut beristirahat.
Muksen dan Mahmud baru saja selesai membabat ilalang dan juga menyiangi rumput
rumput liar di sela-sela tanaman Jambu Mente (Monyet) di areal perkebunan
Kampung Reklamasi PT Timah Tbk di Desa Riding Panjang, Kecamatan Merawang,
Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Muksen dan Mahmud adalah
dua pekerja yang menggantungkan hidup di Kampung Reklamasi Air Jangkang.
Meski hari hari beraktivitas
di bawah sengatan matahari, Muksen mengaku senang dan berterima kasih kepada PT
Timah Tbk karena diberi kesempatan bekerja di Kampung Reklamasi Air Jangkang.
Jika dulu dia sebagai nelayan penghasilannya tak menentu, kini dia bisa mengharapkan
upah bulanan sebagai pekerja di Kampung Reklamasi untuk menafkahi istri dan
kedua anaknya. Kecemasan yang selalu menghantui terkait penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidup kini sirna. “Ya setidaknya harapan untuk masa depan
itu masih ada, Mas,” tutur Muksen semringah saat berbincang dengan Porosbumi.com,
Jumat (17/10) 2025.
Sebagai pekerja di Kampung Reklamasi Air Jangkang, sehari hari Muksen dan Mahmud bertugas menjaga tanaman buah-buahan di kebun, menyiangi tanaman hama, dan membabat rumput/ilalang di areal perkebunan yang dipenuhi berbagai jenis tanaman lokal seperti jelutung, nyatoh, kayu putih, gaharu, jambu mete, sirsak, cemara laut, durian, mangga, dan rambutan. Selain itu, terdapat juga uji coba tanaman ekonomis seperti porang, pelawan dan gelam.
Baca Lainnya :
- Tolak Inisiatif AZEC, Masyarakat Sipil Indonesia Desak Transisi Energi yang Demokratis & Berkeadilan0
- MIND ID Sabet Penghargaan ESG Berkat Efisiensi Energi dan Komitmen Keberlanjutan0
- Mau Tahu Perkembangan Proyek Abadi Masela, Ini Updatenya!0
- Bukan Sekadar Jargon, Hilirisasi Langkah Nyata Wujudkan Asta Cita0
- Pemerintah Siapkan Skema Pembelian Hasil Produksi Minyak Rakyat 80% Dari ICP0

Menurut Muksen, sebagai nelayan
dulu dia rata-rata hanya bisa membawa pulang uang maksimal sekitar Rp2 jutaan
sebulan. “Tapi di sini bulanannya dapat Rp3 jutaan. Setara UMR lah, “ujar
Muksen yang diamini oleh Mahmud. Menurut Mahmud, uang sesar Rp3 juta sudah
lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga. Setali tiga uang dengan Muksen,
kecemasan ketidakberdayaan memenuhi kebutuhan
hidup yang dulu selalu menghantui, kini mulai hilang. Honor bulanan sebagai
pekerja di Kampung Reklamasi membuat dirinya tenang menjalani hidup.
Muksen maupun Mahmud
mengaku sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari komunitas Kampung Reklamasi
Air Jangkang. Bukan hanya karena bisa menjadi sumber kehidupan keduanya, namun
lebih dari itu keberadaan Kampung Reklamasi Air Jangkang juga sangat
mengedepankan partisipasi dan keterlibatan komunitas masyarakat sekitar seperti
mereka dalam pengelolaanya. Alhasil meski status mereka sebagai pekerja namun
dalam keseharian baik Muksen maupun Mahmud sudah menganggap Kampung Reklamasi seperti
milik mereka yang harus dijaga kelestarian dan keberlanjutannya.
Partisipatif
Masyarakat Jadi Napas Konsep Reklamasi
Soal keterlibatan
masyarakat dalam tata kelola Kampung Reklamasi ini, PT Timah Tbk punya jawaban
sendiri. “Kalau masyarakat dilibatkan, kami merasa nilainya berbeda daripada
kita mengerjakan sendiri. Nah paradigma itulah yang kita terjemahkan di semua
rantai bisnis kita, termasuk di Kampung Reklamasi ini, “ucap Sekretaris
Perusahaan (Sekper) PT Timah Tbk Rendi Kurniawan kepada rombongan jurnalis
peserta Site Visite ke PT Timah, Sabtu (18/10) 2025.
Siti, salah satu staf Departemen
HSE (Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan) dan Departemen
Sustainability PT Timah Agro Manunggal (TAM), anak usaha PT Timak Tbk yang
mengelola aspek reklamasi paska tambang mengakui, keberadaan Kampung Reklamsi
Air Jangkang memberi banyak dampak positif, salah satunya membuka lapangan
pekerjaan dan membuka ruang keterlibatan masyarakat sekitar. “Lowongan
pekerjaan yang ada memang tidak banyak,
tetapi konsep pengelolaan di sini didesain lebih akomodatif dan partisipatif
terhadap masyarakat sekitar,” ujar Siti.
Siti menyebutkan, berbeda
dengan konsep reklamasi selama ini dimana rata-rata merupakan upaya untuk
mengembalikan ekosistem atau lingkungan seperti aslinya dulu, konsep Kampung
Reklamasi Air Jangkang besutan PT Timah Tbk ini menitikberatkan pada apa yang
menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat atau lingkungan sekitar. “Keinginan
masyarakat sekitar itu apa? Keinginan atau kebutuhan itu yang kemudian kita serap
dan akomodasi menjadi landasan melakukan reklmasi di tempat ini,” timpal Dodi,
salah satu staf Departemen HSE Kampung Reklamasi lainnya.
Reklamasi Air Jangkang merupakan
program rehabilitasi lahan bekas tambang timah yang dimiliki dan dikelola oleh
PT Timah Tbk (bagian dari holding MIND ID) di wilayah operasionalnya di
Kepulauan Bangka Belitung. Kampung Reklamasi Air Jangkang memiliki luas sekitar 37
hektare lahan bekas tambang yang disulap menjadi tempat edukasi lingkungan dan
pertanian. Dari luas tersebut, sekitar 25 hektare ditanami berbagai pohon buah
dan tanaman, sementara sisanya digunakan untuk area lainnya seperti kolam,
kebun, dan fasilitas wisata lainnya.
Dalam perspektif keberlanjutan, Kampung Reklamasi bisa dimaknai sebagai inisiatif untuk memulihkan kawasan eks tambang timah yang rusak parah akibat aktivitas penambangan, dengan tujuan mengembalikan fungsi ekologis, sosial, dan ekonomi lahan tersebut. Program ini menunjukkan komitmen PT Timah Tbk terhadap Environmental, Social, and Governance (ESG), di mana reklamasi bukan hanya kewajiban hukum, tapi juga peluang menciptakan nilai tambah.

Hebatnya, program Kampung
Reklamasi Air Jangkang yang dimulai sejak sekitar 2013 hingga 2018 ini menjadi
salah satu proyek percontohan (pilot project) reklamasi terpadu di Indonesia. Kawasan
ini dulunya adalah lubang galian bekas pengerukan timah seluas sekitar 37 hektare,
yang kondisinya kritis, tanah tandus, minim unsur hara, penuh gundukan dan
lubang berbahaya, serta tidak mendukung pertumbuhan tanaman.
Secara konseptual Reklamasi
Air Jangkang didesai sebagai edu ecotourism (edukasi dan ekowisata), yang
mengintegrasikan sejumlah hal yakni: pemulihan lingkungan berupa penanaman
pohon, rehabilitasi ekosistem, dan pengurangan emisi karbon. Data dari PT Timah
Tbk menyebutkan, hingga tahun 2025 PT Timah Tbk telah memulihkan total 1.565,30
ha lahan bekas tambang secara keseluruhan, dengan Kampung Reklamasi Air
Jangkang sebagai preseden yang sukses. Konsep lain yang diterapkan yakni segi pendidikan
dan wisata dimana Kampung Reklamasi Air Jangkang memiliki tempat edukasi
tentang alam, pertanian, dan konservasi, sekaligus destinasi wisata keluarga. Konsep
lain yang tak kalah penting Kampung Reklamasi Air Jangkang merupakan upaya menggerakkan
ekonomi masyarakat dengan melibatkan warga lokal dalam pengelolaan pertanian,
peternakan, dan pariwisata, sehingga menciptakan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan.
Kini dengan kehadiran PT
Timah Tbk, kawasan bekas tambang Air Jangkang telah disulap menjadi kawasan hijau
dan memesona. Lubang bekas tambang telah direhabilitasi menjadi danau alami
dilengkapi dermaga untuk wisata air. Di areal Kampung Reklamasi juga terdapat rumah
panggung Melayu yang dimaksudkan sebagai ikon budaya sebagai spot foto dan
penginapan. Faktor lain yang coba diintegrasikan di Kampung Reklamasi yakni
aspek pertanian dan peternakan. Terdapat kebun hidroponik sayur, tanaman buah,
pembibitan, kolam ikan, dan peternakan sapi yang mana semuanya dikelola
masyarakat setempat. Hal ini menjadi manifestasi langsung upaya partisipasi dan
pelibatan masyarakat secara bottom up
Konsep terintegrasi lain di
Kampung Reklamasi adalah upaya untuk melakukan konservasi satwa. Berkolaborasi dengan
lembaga Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi, di kawasan Kampung Reklamasi PT Timah sukses merehabilitasi
hewan liar seperti buaya, beruang madu, burung merak, rusa, dan spesies endemik
Bangka Belitung. Dalam kolaborasi ini PT
Timah menyediakan lahan bekas tambang yang telah direklamasi sebagai lokasi PPS
Alobi di Kampoeng Reklamasi Air Jangkang.
PPS Alobi dilengkapi fasilitas
modern seperti taman bunga matahari, ATV trail, Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) Rooftop 10,5 kWp untuk energi hijau, dan Energy Techno Park sebagai
pusat percontohan EBT (Energi Baru Terbarukan). “PPS Alobi sangat disupport PT
Timah untuk memulihkan ekosistem satwa akibat aktivitas pertambangan khususnya tambang
timah,” ujar Manager Lembaga Konservasi PPS Alobi, Endi Riyadi Yusuf.
Menurut Endi, fungsi utama PPS Alobi adalah menyelamatkan, merehabilitasi, dan melepasliarkan satwa liar yang dilindungi, terutama yang berasal dari konflik dengan manusia, sitaan, atau penyerahan sukarela dari masyarakat. PPS Alobi berdiri di lahan bekas tambang seluas 4 hektar yang saat ini dilengkapi 37 kandang satwa, menara pantau, kantor, klinik dan fasilitas lainnya untuk mendukung rehabilitasi satwa.

Rehabilitasi satwa yang
dilakukan di PPS Alobi ini merupakan upaya mengembalikan insting liar para
satwa, sekaligus kesiapan fisik dan lingkungannya. Sehingga saat dilepasliarkan
nanti, satwa bisa bertahan hidup dan berperan membangun ekosistem. Endi sangat
mengapresiasi komitmen PT Timah Tbk sebagai perusahaan tambang yang telah
konsisten menjaga kelestarian satwa. Menurutnya, reklamasi bukan hanya sekadar
menanam pohon tetapi juga bagaimana memulihkan ekosistem lain dalam hal ini
satwa.
Setelah lebih dari satu
dasawarsa (12 tahun) kehadirannya di lahan bekas tambang, Kampung Reklamasi Air
Jangkang mulai memberi beragam dampak positif terhadap lingkungan sekitar. Dalam
hal pemulihan ekosistem misalnya, lahan yang sebelumnya rusak akibat
pertambangan kini dihijaukan kembali dan dikembalikan kesuburannya, menciptakan
ekosistem yang lebih seimbang.
Ada pengurangan emisi CO2
hingga 51,8 ton per tahun melalui PLTS yang digunakan di Kampung Reklamasi,
serta memulihkan habitat alami yang terganggu oleh tambang ilegal. Pembangunan
embung di kawasan ini juga mampu
menyediakan pasokan air yang dapat digunakan masyarakat untuk pertanian saat
musim kemarau, mendukung ketahanan pangan lokal. Ditambah lagi dengan
kontribusi PPS Alobi mampu merawat dan merehabilitasi berbagai jenis satwa
dilindungi sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya atau dirawat untuk
edukasi.
Kemudian secara sosial-ekonomi,
kesuksesan rehabilitasi di Kampung Reklamasi Air Jangkang mampu meningkatkan
persepsi positif masyarakat. Studi tahun 2021menunjukkan manfaat bagi
pendapatan masyarakat lokal dan menjadi model reklamasi ideal di dunia
pertambangan Indonesia. Pembangunan dan pengembangan kawasan ini menciptakan
peluang kerja bagi masyarakat sekitar, baik dalam sektor pertanian, peternakan,
maupun pariwisata. Bekas lahan tambang juga mampu disulap menjadi destinasi
wisata edukasi dengan konsep agrowisata menarik, menampilkan kebun sayur
hidroponik, buah-buahan, pembibitan, kolam ikan, dan peternakan sapi.
Saat ini Kampung
Reklamasi Air Jangkang dikelola oleh anak perusahaan PT Timah Tbk, yaitu PT
Timah Agro Manunggal (TAM), bekerja sama dengan berbagai pihak seperti
Kementerian ESDM, Alobi Foundation (untuk konservasi satwa), dan pemerintah
daerah. Mulai resmi dikelola TAM pada Maret 2021.
Menurut Rendi Kurniawan,
Kampung Reklamasi Air Jangkang menjadi salah satu bentuk manifestasi komitmen
perusahaan dalam menerapkan aspek keberlanjutan di wilaya area bekas
pertambangan. “Di bisnis proses kita, kita berusaha memposisikan aspek
keberlanjutan itu menjadi napas perusahaan,” beber Rendi.
Terkait keberlanjutan di
area bekas tambang timah, Rendi menguraikan sejauh ini secara teori upaya
rehabilitasi bisa dilakukan dengan lebih cepat. Selama ini penambangan timah tidak
menggunakan material lain, hanya dipisahkan oleh air dan tidak ada chemical
lain. Dengan kondisi seperti itu untuk melakukan recovery areal bekas tambang seharusnya
jauh lebih cepat daripada menggunakan chemical. Selain tak butuh waktu lama,
areal bekas pertambangan timah bisa disulap untuk mendatangkan beragam manfaat.
Rendi mencontohkan keberadaan
kolong (istilah lubang bekas tambang timah). Menurutnya, dalam melakukan
rehabilitasi di areal bekas tambang, tidak semua lubang bekas tambang atau
kolong ditutup karena masih ada celah manfaat bagi lingkungan sekitar. “Tidak
semua kolong harus kita tutup, midsetnya bukan begitu. Tapi dengan adanya
kolong yang ada bisa diambil manfaatnya, misalnya untuk perikanan, pengairan.
Bahkan bekas kolong itu juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber air baku PDAM.
Jadi semuanya akan kami lihat bagaimana dampak dari penambangan itu bisa
memunculkan potensi ekonomi ekonomi yang baru,”ujarnya.
Data yang dihimpun dari
sejumlah sumber hingga tahun 2025 menyebutkan, selain Kampung Reklamasi Air
Jangkang, PT Timah Tbk sejauh ini juga konsisten melakukan reklamasi darat dan
laut di berbagai lokasi. Upaya reklamasi itu meliputi penanaman lahan
pascatambang, rehabilitasi ekosistem laut dengan artificial reef, penanaman
mangrove, serta restocking kepiting bakau. Reklamasi darat di Semester I 2025
mencapai 75,52 hektare dengan berbagai jenis tanaman.
Kontribusi positif PT
Timah tbk juga terjadi di reklamasi laut. Sejak tahun 2016 hingga 2024, PT
Timah Tbk telah menginisiasi penenggelaman ribuan artificial reef (terumbu
karang buatan) dan fish shelter (rumah ikan) di berbagai titik di
Bangka Belitung. Kemudian menanam mangrove seluas 1,5 hektar pada periode
Januari-Juni 2025, melakukan restocking kepiting bakau di berbagai
titik, seperti Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
serta pemasangan penahan abrasi sepanjang 250 meter pada Januari-Juni 2025.
“Kita adalah pionir untuk
reklamasi laut. Selama ini kita membantu menyusun konsep reklamasi sebagai panduan
bagaimana reklamasi laut itu dilakukan di Indonesia. Berbekal pengalaman itu, dalam setiap
penyusunan konsep reklamasi laut, kita pasti ikut berkontribusi di
dalamnya,”tandas Rendi.
Ikhtiar
Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
Komitmen PT Timah Tbk mewujudkan
ESG dan Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya di bidang
rehabilitasi paska tambang seperti di Kampung Reklamasi Air Jangkang, tetapi
juga melalui program pendidikan dan budaya. Di bidang pendidikan, PT Timah Tbk
menginisiasi lahirnya Pemali Boarding School yang memberikan beasiswa SMA bagi
siswa berprestasi dari keluarga berpenghasilan rendah di sekitar area tambang,
seperti di Bangka Belitung, Riau, dan Kepulauan Riau. Pemali Boarding School berada
di Dusun Pelabuhan, Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka,
Bangka Belitung.
Pemali Boarding School menyediakan pendidikan SMA unggulan di asrama, yang tidak hanya fokus pada akademis tetapi juga pengembangan karakter, kemandirian, dan keterampilan non-akademis lain bagi para siswanya. Program ini sudah berjalan lebih dari dua dekade sejak tahun 2000 dan telah menghasilkan ratusan alumni yang berkiprah di berbagai bidang. Salah satu tujuan utama berdirinya Pemali Boarding School adalah bagian komitmen PT Timah Tbk untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkar tambang dan juga memangkas angka putus sekolah.

Salah satu siswa Pemali
Boarding School, Deffan mengakui dirinya cukup beruntung bisa menimba ilmu di Pemali Baording School karena fasilitasnya
cukup memadai dan lengkap. Selain semua biaya dan kebutuhan sekolah dirinya
tidak perlu mengeluarkan biaya serupiah pun alias gratis, di Pemali Baording
School dirinya merasa cukup berkembang.
“Saya merasa pemikiran
saya bertambah luas dan juga teman-teman di sini banyak yang support. Dari segi
ekonomi, dengan fasilitas beasiswa saya juga bisa membantu ekonomi keluarga
karena orang tua tidak perlu lagi membeli peralatan sekolah seperti buku dan
seragam karena semuanya sudah disediakan di sini,” ujar siswa asal Sungailiat,
Kabupaten Bangka ini.
Menurut Deffan, dari segi
faslitas, sekolah Pemali Boarding School sangat memanjakan siswa. Di asrama 3
siswa diberi fasilitas 1 laptop, jaringan wifi full dan makan 3 kali sehari.
Selain belajar sehari hari di SMAN 1 Pemali, di asrama siswa juga dibekali
pelajaran ekstra tambahan berupa berkebun dengan menanam jagung, cabe dan
sayur-sayuran. “Bisa dibilang masuk ke sekolah ini sudah sesuai cita-cita
saya,” timpal Dodi, siswa kelas XI.
Baik Deffan maupun Dodi
berharap keberadaan Pemali Boarding
School terus ada karena sangat dibutuhkan mengingat saat ini masih banyak
anak-anak seusianya yang ingin berkembang dan membutuhkan pendidikan memadai
dan terjangkau. Deffan optimistis dengan adanya program ini SDM di Bangka Belitung
bisa berkembang. “Karena di sekolah ini siswa tidak hanya dibekali pendidikan
karakter dan etika tetapi juga ada pelajaran soft skill,” timpal siswa berkacamata
kelas X ini.
Deffan bercerita, untuk
menunjang kemampuan akademis, siswa kelas 10, 11 dan 12 diberikan les tambahan
selain kelas regular di SMAN 1 Pemali. Untuk siswa kelas 11 dan 12 materi les
diberikan oleh pengajar dari platform belajar ruang guru berupa mata pelajaran Matematika,
Bahasa Inggris dan IPA. Sedangkan untuk kelas 10 disediakan les Bahasa Inggris.
Selama di asrama para
siswa siswi sudah beraktivitas pukul 4.30 WIB. Bagi yang beragama Islam akan
melakukan shalat subuh berjamaah dan setelah itu dilanjutkan dengan aktivitas olahraga.
Selesai olahraga siswa akan melakukan persiapan pribadi untuk persiapan
berangkat ke sekolah.
“Kita di sekolah sampai pukul
15.00. Habis Magrib kita persiapan makan malam, sebelum makan malam siswa
diwajibkan berbaris rapi sambil berhitung sebelum masuk ke ruang makan,”tutur
Deffan yang dipercaya sebagai Wakil Ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas),
sebuah lembaga yang mengawasi kinerja OSIS.
Menurut Fajar Siddik dari
bagian Program Pembinaan Siswa Pemali Boarding School, semua kebutuhan siswa Pemali
Boarding School hingga lulus ditanggung PT Timah Tbk. Sedangkan sistem belajar
mengajarnya, siswa tinggal di asrama dan bersekolah di SMAN 1 Pemali.
“Asramanya di sini, sekolahnya dititipkan di SMAN 1 Pemali karena ada
kerjasama. Setiap tahun penerimaan siswa sebanyak 36 siswa yang berasal dari 3
wilayah PT Timah (Prov Babel, Prov Kep. Riau dan Provinsi Riau),” ujar Fajar.
Fajar menjelaskan, saat
ini proses belajar mengajar di Bording School Pemali telah memasuki angkatan ke
22. Rata-rata siswanya berusia antara 15 hingga 18 tahun. Semua proses belajar
mengajar dilakukan di SMAN 1 Pemali sementara di asrama siswa hanya dibekali
dengan pelajaran ekstrakurikuler tambahan yang fokus kepada soft skill seperti
berkebun dan beternak ikan dengan memanfaatkan lahan sekitar asrama.
“Pada intinya materi
ekstrakurikuliernya di asrama lebih diarahkan ke enterpreneurship (wirausaha). Sedangkan
pengajarnya selain bekerjasama dengan platform pendidikan Ruang Guru, kita juga
memanfaatkan jejaring alumni khususnya yang sudah sukses untuk berbagi ilmu di
sini,” tambahnya. Merujuk data hingga Agustus 2025, Pemali Boarding School
telah meluluskan 886 alumni. Saat ini para alumni Pemali Boarding School telah
bekerja dalam beragam profesi seperti guru, dokter, dosen, polisi, karyawan
BUMN, dan swasta.
Tak berhenti di bidang pendidikan. Untuk melestarikan budaya di sekitar wilayah pertambangan, PT Timah Tbk juga berkontribusi dalam mendukung Kampung Adat Gebong Memarong yang terletak di Dusun Air Abik, Desa Gunung Muda, Kabupaten Bangka. Sejak 2018, PT Timah Tbk konsisten mendukung pelestarian budaya Orang Lum (sebutan masyarakat Adat Gebong Memarong) melalui pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat. Perusahaan juga membantu pembangunan rumah adat (Gebong Memarong), menyediakan sarana seperti home stay dan galeri, serta memberikan pelatihan keterampilan dan pendampingan.
.jpg)
Kampung Adat Gebong
Memarong adalah sebuah kawasan adat Suku Lum di Dusun Air Abik, Desa Gunung
Muda, Kabupaten Bangka. Melalui kerjasama antara PT Timah Tbk dan Lembaga Adat
Mapur, Kampung Adat Gebong Memorang saat ini berfungsi sebagai destinasi wisata
edukasi budaya untuk melestarikan tradisi masyarakat adat Mapur. Kampung Adat
ini memiliki bangunan rumah panggung Suku Lum (Memarong) yang terbuat dari kayu
ibul, atap nipah, dan dinding kulit kayu. Kampung adat ini juga memiliki
sejumlah kegiatan budaya adat seperti pesta panen, upacara adat, dan program
edukasi tentang budaya lokal.
Menurut Johan, tokoh adat
Kampung Adat Gebong Memarong, pihaknya sangat bersyukur dan berterima kasih
kepada PT Timah Tbk yang selama ini secara konsisten membantu mengembangkan dan
melestarikan keberadaan Kampung Adat Gebong Memorang. Dia berharap kedepan,
kontribusi dan kerjasama antara kampung adat dengan PT Timah terus berjalan
dengan program-program lain yang berujung demi kelestarian tradisi dan adat
kampung.
Johan bercerita, pihak
adat awalnya belum mau menyetujui begitu saja uluran bantuan yang diberikan PT
Timah Tbk. Pihak adat membutuhkan waktu setidaknya satu tahun sebelum akhirnya
memutuskan menerima kerjasama dari PT Timah. “Setelah melalui musyawarah dengan
para tetua adat, akhirnya kami memutuskan untuk menerima bantuan PT Timah karena
bertujuan melestarian kampung adat dan tidak menimbulkan masalah baru,” tutur
Johan.
Komitmen
Keberlanjutan Laut dengan Revitalisasi Mangrove
Tak hanya pendidikan dan
budaya, komitmen PT Timah Tbk menerapkan aspek keberlanjutan di pertambangan juga
diwujudkan dengan melakukan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan pesisir bekas
tambang. Terkait hal ini sejak tahun 2010, PT Timah Tbk menggandeng Yayasan
Ikebana Kenanga untuk berkolaborasi dalam merevitalisasi hutan mangrove di
Pantai Rebo, Sungailiat, Kabupaten Bangka. Bersama Yayasan Ikebana, PT Timah
Tbk telah melakukan penanaman dan penyulaman mangrove sekitar 15 tahun. Setidaknya
sudah sekitar lebih dari 50 ribu mangrove telah ditanam sebagai upaya
rehabilitasi mangrove dan memperluas wilayah penanaman. Program ini juga merupakan
bagian dari komitmen lingkungan perusahaan untuk mencegah abrasi, menjaga
ekosistem pesisir, serta mendukung pelestarian dan reboisasi hutan mangrove.
Buah dari upaya revitalisasi hutan Mangrove di pesisir Pantai Rebo itu kini sudah bisa dinikmati masyarakat sekitar yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan. “Alhamdulilah kini masyarakat bebas mencari kepiting di pesisir Mangrove. Hal itu tidak kita larang, karena semua ini memang tujuannya buat masyarakat,” tutur Danni Rusli, salah satu penggerak Yayasan Ikebana.

Danni menyebut, saat ini
ada sekitar 17 hektar (ha) lahan pesisir pantai Rebo yang sudah direvitalisasi
dengan hutan Mangrove hasil kerjasama dengan PT Timah Tbk. Dari lahan seluas
itu, jumlah pohon Mangrove yang berhasil ditanam sekitar 80.000 pohon. Menurut
Danni, dirinya cukup puas dengan hasil revitalisasi itu karena hal ini sekaligus
membuktikan kepada pihak-pihak yang selama ini menganggap sebelah mata dalam
memandang revitalisasi mangrove.
“Dulu di awal-awal ketika
saya melemparkan ide untuk mengajak melakukan revitalisasi mangrove ini banyak
dicibir karena ide ini dianggap aneh di Bangka. Banyak di antara yang mencibir
itu mengatakan buat apa tanam mangrove di Bangka? lebih baik jadi penambang
Timah,” cerita Danni mengenang awal-awal perjuangan dirinya berinisiatif
merevitalisasi mangrove di lahan bekas tambang di pesisir Pantai Rebo. Tidak
memedulikan cibiran orang, Danni terus berusaha merealisasi idenya menanam
mangrove. Hingga akhirnya kehadiran PT Tiah Tbk yang mengajaknya sebagai mitra
dalam revitalisasi Mangrove mengubah semua dan membantu merealisasikan
ide-idenya dalam penanaman Mangrove. Pesisir pantai Rebo yang dulunya bekas
tambang timah masyarakat, kini pemandangannya menghijau dan menjadi rumah bagi
banyak ikan.
Danni menambahkan, hasil
revitalisasi Mangrove yang dilakukan pihaknya dengan dukungan penuh PT Timah
Tbk mampu meningkatnya ekosistem pesisir seperti pencegahan abrasi, penyediaan
habitat ikan dan kepiting, serta peningkatan kualitas air. Ekosistem Mangrove
yang ada juga memiliki banyak manfaat untuk kehidupan di antaranya sebagai
upaya mitigasi krisis iklim serta mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam
jumlah banyak. Program ini juga memberikan harapan masa depan bagi perekonomian
masyarakat pesisir dengan adanya peningkatan potensi hasil perikanan.
”Dulu nelayan sulit sini setengah
mati mencari ikan dan kepiting karena bekas tambang, kini dengan adanya Mangrove,
ikan dan kepiting mudah dicari,” timpal Dani, salah satu relawan Yayasan
Ikebana.
Sekretaris Perusahaan PT
Timah Tbk, Rendi Kurniawan mengakui keterlibatan pihaknya melakukan
revitalisasi Mangrove dengan melibatkan komunitas masyarakat merupakan bagian
komitmen perusahaan kaitannya dengan aspek keberlanjutan penambangan di laut.
Apalagi selama ini dalam proses produksi, operasional perusahaan lebih banyak
melakukan penambangan di laut. Karena itu, dalam proses penambangan perusahaan
sangat memperhatikan keberlanjutan dari ekosistem laut yang ada.
“Ekosistem itu kita
melihatnya bukan hanya lautnya, tetapi juga kawasan pesisir kita perhatikan.
Selama ini kita melihat ancamannya adalah abrasi, yang di beberapa tempat
penyebab itu bukan semata-mata karena penambangan tetapi juga faktor iklim.
Untuk itu selama ini kita sudah membuat penahan abrasi. Sedangkan untuk
ekosistem yang di pinggir, penanaman Mangrove juga merupakan bagian dari upaya
kita mengatasi persoalan abrasi ini,” sebut Rendi.
Rendi memaparkan, selain
revitalisasi Mangrove, upaya pihaknya untuk melakukan rehabilitasi ekosistem
pesisir pantai juga dengan membuat "rumah cumi" dan atraktor cumi
yang fungsinya adalah sebagai tempat bertelur dan berlindung bagi cumi. “Atraktor
cumi" adalah teknologi spesifik yang dibuat untuk meniru rumah tersebut
agar cumi-cumi bertelur dan berkembang biak. Jadi, atraktor cumi adalah rumah
cumi buatan yang dirancang secara khusus untuk tujuan konservasi. Kegiatan ini
dilakukan bersama nelayan setempat dan merupakan bagian dari program
pengelolaan dan rehabilitasi lingkungan laut untuk menjaga kelestarian habitat
cumi.
Selain itu dalam beberapa
kegiatan CSR perusahaan, lanjut Rendi, pihaknya juga membuat coral garden yang sangat
bermanfaat untuk nelayan pesisir. Mereka
yang biasanya melaut dengan jarak jauh untuk mencari ikan maka dengan
keberadaan coral garden, ikan-ikan yang biasanya berada di tengah laut bisa
bersarang di coral garden yang berada di pesisir. “Kita berusaha dekatkan coral
garden itu dengan pusat ikan agar nelayan mudah menangkapnya,” tambah Rendi.
Menurut Rendi, dari semua
operasional keseharian perusahaan maupun program CSR untuk menjaga
keberlanjutan ekosistem di laut, pelibatan atau partisipasi masyarakat menjadi
faktor penting. “Untuk ekosistem laut misalnya, pembuatan fishing groung pasti
juga melibatkan masyarakat atau komunitas nelayan yg berada di sekitar. Kenapa
perlu libatkan masyarakat? Karena mereka nanti akan mendapatkan manfaat dan
mereka akan menjaganya,”ujar pria murah senyum ini.
Menurut data yang
dihimpun dari berbagai sumber per Juni 2025, di wilayah Bangka Belitung saat
ini PT Timah sudah membangun penahan abrasi sepanjang 150 meter di Pantai
Asmara Dewi, Karimun dan di Pantai Pongkar, Karimun sepanjang 100 meter
(Februari 2025). Sedangkan di Kepulauan Riau hingga April 2024, PT Timah
membangun sepanjang 2.360 meter penahan abrasi.
Pengamat energi dari
Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi memuji peran dan kontribusi PT Timah
Tbk dalam menerapkan paradigma pertambangan berkelanjutan yang dinilainya sudah
cukup baik. Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah adanya upaya
reklamasi di areal bekas pertambangan. “Di kampung reklamasi di Bangka misalnya,
saya melihat selain ada upaya melibatkan masyarakat, reklamasi itu secara
geologis juga mengurangi pencemaran lingkungan,”ujar Fahmy ketika dihubungi,
Jumat (31/10).
Fahmy menilai, upaya
melibatkan masyarakat dalam reklamasi yang selama ini dilakukan PT Timah Tbk
menjadi salah satu bukti bahwa ada upaya mempraktikkan aspek keberlanjutan
dalam industri tambang timah. Dengan keterlibatkan masyarakat itu secara tidak
langsung apa yang dihasilkan PT Timah selama ini juga ikut dinikmati
masyarakat. “Dalam konteks keberlanjutan pertambangan, upaya PT Timah itu sudah
cukup bagus,”tambah pria kelahiran 30 Januari 1961.
Kisah-kisah inspiratif
dari Pulau Bangka Belitung memberi bukti bahwa PT Timah Tbk dalam produksinya
tidak semata mengejar kepentingan komersial tetapi juga terus berkontribusi
dalam aspek keberlanjutan baik melalui program Corporate Social Responsibility
(CSR) maupun Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Mengutip data
per semester I tahun 2025, tercatat sebanyak 46.117 masyarakat telah menerima
manfaat langsung dari berbagai program CSR yang digulirkan perusahaan. Sebagai
anggota Holding Industri Pertambangan MIND ID, PT Timah Tbk tercatat telah
melaksanakan 479 kegiatan CSR di wilayah operasional perusahaan yang meliputi
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Riau, dan Provinsi Kepulauan Riau.
Program-program CSR PT
Timah Tbk juga telah menerima berbagai apresiasi dan penghargaan, seperti
Indonesia Best CSR Award 2023 dari The Iconomics, serta dua penghargaan dari
Pemkab Bangka Tengah, dan Tamasya Award 2024. Indonesia Best CSR Award 2023 diberikan
sebagai bentuk pengakuan terhadap dampak program CSR yang signifikan terhadap
peningkatan ekonomi dan kemandirian masyarakat. Sedangkan penghargaan dari
Pemkab Bangka Tengah diterima PT Timah karena program CSR-nya dinilai selaras
dengan program unggulan daerah, seperti penurunan stunting, ekonomi kerakyatan,
dan sektor pariwisata. Di tahun 2024, PT Timah Tbk juga diganjar Tamasya Award
2024 atas keberhasilan pelaksanaan program Pembinaan dan Pemberdayaan
Masyarakat (PPM).
Melihat beragam program
CSR dan juga TJSL yang dilakukan PT Timah Tbk idealnya masyarakat atau penerima
manfaat program bisa berdaya dan diberdayakan. Karena sejatinya baik program
TJSL maupun CSR PT Timah Tbk muaranya adalah faktor keberlanjutan kehidupan dari
ekosistem lingkungan sekitar perusahaan menuju lebih baik di masa depan. Tentu
arahnya dengan perspektif keberlanjutan yang kini terus digaungkan di dunia
pertambangan timah. Cerita Muksen dan Mahmud di Kampung Reklamasi Air Jangkang
setidaknya memberi bukti bahwa masa depan berkelanjutan di dunia tambang itu
nyata adanya dan bukan retorika yang mengawang awang. (Wahyono)
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

