Negara Berkembang Butuh USD1,4 Triliun Tekan Karbon, Negara Maju Hanya Janjikan USD300 Miliar

By PorosBumi 18 Nov 2025, 11:43:38 WIB Lingkungan
Negara Berkembang Butuh USD1,4 Triliun Tekan Karbon, Negara Maju Hanya Janjikan USD300 Miliar

Keterangan Gambar : Ilustrasi COP30, JustCop


JAKARTA- kelompok lingkungan mengingatkan perdagangan karbon berskala besar berisiko menjadi bentuk greenwashing, karena nilai tanah dan hutan dikomersialisasikan tanpa mengurangi emisi saat ini.

Sehingga pada pertemuan COP30 di  Belém Brazil diluncurkanlah Tropical Forests Forever Facility (TFFF), sebuah inisiatif yang diprakarsai oleh Brasil. Prakarsa ini untuk melindungi hutan tropis di seluruh dunia.

Inisiatif ini terbuka untuk lebih dari 70 negara yang memiliki hutan, dengan harapan dapat menarik kontribusi publik awal sebesar USD 25 miliar, yang kemudian dapat menggerakkan investasi tambahan hingga USD 100 miliar dari sektor swasta, dengan pembayaran tahunan sekitar USD 4 miliar. Secara signifikan, minimal 20 persen dari dana tersebut akan langsung diberikan kepada masyarakat Adat dan komunitas lokal.

Baca Lainnya :

TFFF mencakup perlindungan bagi Amazon, Hutan Atlantik, serta wilayah lembah sungai Congo dan Mekong.

Inisiatif ini menggabungkan sektor keuangan dengan upaya konservasi di tingkat global, sekaligus menyediakan model untuk investasi berkelanjutan dalam modal alam. Hutan hujan tropis, termasuk Amazon, memainkan peran penting dalam stabilisasi anggaran karbon dan perlindungan ekosistem.

Misalnya, hutan hujan tropis Indonesia menyumbang 15 persen dari total hutan tropis dunia, dan lahan gambutnya menyimpan 57 miliar ton karbon, yang jumlahnya lebih dari dua kali lipat karbon yang terdapat di cadangan minyak Timur Tengah yang terbukti.

Kepala APAC di EBC Financial Group, Samuel Hertz mengatakan sebagai perusahaan pialang global secara daring melihat COP30 merupakan  momen menarik karena mencuat  komitmen iklim bertemu dengan kenyataan pasar.

Negara berkembang membutuhkan sekitar USD 1,4 triliun, sementara negara-negara maju berjanji USD 300 miliar, sebuah kesenjangan yang tidak bisa diabaikan. Bagaimana janji-janji ini diimplementasikan akan memiliki dampak nyata terhadap investasi dan penetapan harga pasar,” ujar dia dalam keterangan resmi, Selasa(18/11/2025).

Ia menilai untuk memastikan bahwa kredit karbon mematuhi kerangka kerja yang mengatur kriteria penting seperti tambahan dan keberlanjutan .

“Tanpa ‘integritas tinggi’, upaya atau peta jalan untuk mengurangi bahan bakar fosil, kredit karbon berisiko menjadi alat perdagangan tanpa manfaat bersih yang nyata saat ini,” Kata dia.   

Sebagai bagian dari komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan, para pialag di EBC Financial Group, kata dia, dapat berkontribusi pada pelestarian hutan hujan melalui program "Lindungi Amazon dengan Setiap Transaksi.

" Setiap kali ada perdagangan yang memenuhi syarat, EBC akan menyumbang atas nama klien kepada mitra konservasi yang terverifikasi, tanpa biaya tambahan, menghubungkan aktivitas pasar rutin dengan upaya pelindungan hutan hujan yang terukur,” jelas dia.

Program ini bertujuan memberikan dampak lingkungan yang signifikan, seperti melindungi hingga 1.282 hektar hutan hujan, mengonservasi sekitar 875.641 pohon, dan mencegah sekitar 294.871 ton emisi CO₂ dari setiap perdagangan yang dilakukan di wahana EBC.

Inisiatif ini memberikan cara yang mudah bagi pedagang untuk berpartisipasi dalam pelestarian salah satu penyerap karbon terbesar di dunia, sambil tetap terlibat dalam pasar global. Selain Amazon, EBC juga berencana untuk memperluas upayanya ke proyek konservasi lainnya yang memiliki integritas tinggi, mencerminkan keselarasan yang semakin berkembang antara kegiatan keuangan dan pengelolaan lingkungan.

Dia mengingatkan Proksimitas Belém dengan hutan Amazon menekankan peran krusial hutan tropis dalam menjaga stabilitas iklim global.

Sementara itu,  Menteri Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan Indonesia akan  menghasilkan sekitar USD 1 miliar (IDR 16 triliun) dalam transaksi kredit karbon selama KTT tersebut, dengan target penjualan 90 juta ton kredit karbon dari proyek berbasis alam dan teknologi.

Pemerintah memposisikan diri sebagai "jembatan hijau", siap untuk memonetisasi kredit karbon berkualitas tinggi, menarik investasi asing, dan mengalihkan potensi aset alamnya menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Secara keseluruhan, ekosistem hutan Indonesia, ambisi pasar karbon, dan kemitraan internasional menempatkannya sebagai pemain kunci dalam agenda keuangan iklim COP30.” Papar Hanif.  




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment