- Perry Warjiyo Dkk Tahan BI Rate di 4,75 Persen
- OJK Cap Dormant Bila Rekening Tak Aktif Lebih 1800 Hari
- Genjot Nilai Tambah dan Manfaat, MIND ID Perkuat Tata Kelola Produksi dan Penjualan
- Bobibos dari Jerami: Inovasi atau Ilusi Energi?
- Indonesia Belum Layak Jual Karbon, Jika Belum Cukup Berkomitmen Menurunkan Emisi
- Romantisme Kedatangan Queen Maxima: N4APS, Masa Depan Seni & Identitas Budaya melalui Art Blockchain
- Perkuat Ketahanan Energi, Tambahan Produksi Gas Medco dari Sumur Suban Jauh Lampaui Target
- Negara Berkembang Butuh USD1,4 Triliun Tekan Karbon, Negara Maju Hanya Janjikan USD300 Miliar
- BI Laporkan Utang Indonesia Menyusut 0,6% Pada Triwulan III 2025
- Pelaku Pasar Yakin Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Lagi
Perry Warjiyo Dkk Tahan BI Rate di 4,75 Persen

Keterangan Gambar : BI- Istimewa
JAKARTA- Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 November 2025
memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 4,75 persen, suku bunga Deposit
Facility sebesar
3,75 persen, dan suku bunga Lending
Facility sebesar 5,5 persen.
Gubernur Bank Indonesia,
Perry Warjiyo menjelaskan bahwa keputusan ini konsisten dengan fokus kebijakan
jangka pendek pada stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk
investasi portofolio asing dari dampak meningkatnya ketidakpastian global.
“Kebijakan ini juga tetap memperkuat efektivitas transmisi
pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama
ini,” kata dia dalam
keterangan resmi, Rabu(19/11/2025).
Baca Lainnya :
- OJK Cap Dormant Bila Rekening Tak Aktif Lebih 1800 Hari0
- Genjot Nilai Tambah dan Manfaat, MIND ID Perkuat Tata Kelola Produksi dan Penjualan0
- BI Laporkan Utang Indonesia Menyusut 0,6% Pada Triwulan III 20250
- Pelaku Pasar Yakin Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Lagi0
- Menthobi karyatama Raya Raup Laba Rp36,7 Miliar Saat La Nina Menerpa 0
Perry melanjutkan, BI akan
terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI-Rate lebih lanjut dengan
prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen,
serta perlunya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Ia juga mengungkapan pelonggaran kebijakan makroprudensial diperkuat
dengan meningkatkan efektivitas implementasi pemberian likuiditas kepada
perbankan dalam mempercepat penurunan suku bunga dan kenaikan pertumbuhan
kredit/pembiayaan ke sektor riil khususnya sektor-sektor prioritas Pemerintah.
“Kebijakan
sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri
sistem pembayaran, dan peningkatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran,”terang Perry.
Dari sisi global, Perry
melihat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) masih melambat akibat berlanjutnya dampak
tarif dagang AS dan sempat berhentinya aktivitas Pemerintah yang terlama
sepanjang sejarah yang berdampak pada tetap lemahnya kondisi ketenagakerjaan
AS.
Tak hanya AS, Perry juga mendapati perlambatan ekonomi juga terjadi di Jepang,
Tiongkok, dan India akibat permintaan domestik yang belum kuat. Sementara itu,
ekonomi Eropa tumbuh lebih tinggi dari prakiraan akibat realisasi pertumbuhan
di triwulan III 2025 yang ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan
investasi seiring pelonggaran kebijakan moneter.
“Dengan
perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 diprakirakan tetap
sekitar 3,1 persen.
Sedangkan dari pasar keuangan, Perry memandang ketidakpastian kembali meningkat dipengaruhi
oleh penurunan suku bunga kebijakan bank sentral AS yang dinilai pasar lebih
berhati-hati (less dovish).
“Kebijakan tarif yang menahan penurunan inflasi
AS serta kondisi pasar tenaga kerja yang belum kuat akibat kebijakan imigrasi
dan berhentinya aktivitas Pemerintah di AS diprakirakan mendorong the Fed
menahan penurunan Fed Funds Rate (FFR) di sisa tahun 2025.” Duga Perry.
.jpg)

.jpg)



.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

