Pangan dalam Perspektif dan Tradisi Masyarakat Indonesia, Sejatinya Sudah Swasembada

By PorosBumi 02 Des 2025, 15:06:42 WIB Tilikan
Pangan dalam Perspektif dan Tradisi Masyarakat Indonesia, Sejatinya Sudah Swasembada

Hendri Irawan

Pemimpin Redaksi Porosbumi

 

Baca Lainnya :

SWASEMBADA pangan yang digelorakan Presiden Prabowo Subianto kini bukan lagi wacana, bahkan sudah mewujud dan seperti permainan sulap saja. Dikatakan demikian, karena hanya dalam 1 tahun (dari target awal 4 tahun), swasembada pangan sudah di depan mata. Malah di sejumlah komoditas pangan terutama beras, sejatinya Indonesia sudah swasembada.

Presiden Prabowo dalam pidatonya pada Sidang Kabinet Paripurna memperingati satu tahun Kabinet Merah Putih, pada 20 Oktober 2025, menyampaikan bahwa produksi beras nasional Januari–Oktober 2025 mencapai 31.338.197 ton, tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Cadangan Beras Pemerintah (CBP) juga sangat maksimal. Di mana, stok beras di gudang Bulog mencapai 4,2 juta ton (Juni 2025), yang juga tercatat sebagai jumlah tertinggi sepanjang masa.

Dalam kesempatan itu, Presiden Prabowo Subianto juga memberikan apresiasi dan rasa bangga yang luar biasa atas capaian sektor pangan nasional di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Presiden menegaskan bahwa target swasembada pangan yang semula direncanakan tercapai dalam waktu empat tahun, berhasil diwujudkan hanya dalam satu tahun.

Setali tiga uang, Menteri Pertanian (Mentan)/Kepala Badan Pangan Nasional (Kepala Bapanas) Andi Amran Sulaiman saat memberikan pemaparan dalam Town Hall Meeting Capaian Kinerja 1 Tahun Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Jakarta, pada Selasa (21/10/2025), mengatakan swasembada pangan di Indonesia dapat terlihat dari transformasi pemenuhan kebutuhan konsumsi.

Misalnya, dahulu Indonesia terhadap suatu komoditas pangan masih harus ada impor. Namun saat ini telah bertransformasi dengan mengandalkan produksi dari petani sendiri dan bahkan mampu ekspor. Adapun dalam Proyeksi Neraca Pangan Nasional yang disusun Bapanas bersama kementerian/lembaga yang terkait, terdapat beberapa komoditas pangan pokok strategis yang mempunyai tingkat ketercukupan yang baik.

Per 2 Oktober 2025, pangan pokok yang memiliki surplus produksi terhadap kebutuhan konsumsi antara lain beras, jagung, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging ayam ras, dan telur ayam. Rinciannya antara lain beras dengan kebutuhan konsumsi setahun 30,97 juta ton diproyeksikan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri setahun yang dapat mencapai 34,34 juta ton. Sementara jagung setahun dibutuhkan 15,7 juta ton dengan proyeksi produksi setahun 16,68 juta ton.

Untuk bawang merah memiliki produksi setahun 1,35 juta ton dengan kebutuhan konsumsi setahun 1,18 juta ton. Realisasi ekspor sampai Agustus telah ada 159 ton dengan dilanjutkan rencana ekspor September-Desember sekitar 4,9 ribu ton. Kemudian untuk cabai, yakni cabai besar dan cabai rawit, produksi setahunnya masing-masing dapat berada hingga 1,46 juta ton dan 1,68 juta ton. Sementara kebutuhan setahun berada di kisaran 876,9 ribu sampai 958,5 ribu ton.

Pada komoditas daging ayam, produksi selama setahun diestimasikan 4,26 juta ton dan melebihi kebutuhan setahun yang 3,86 juta ton. Sementara telur ayam diperkirakan produksi dalam negeri di 2025 dapat mencapai 6,51 juta ton dengan kebutuhan konsumsi setahun di angka 6,22 juta ton.

Data proyeksi dari lembaga internasional seperti Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) mendukung peningkatan produksi beras Indonesia di tahun 2025 ini. "Beras kita, itu insya Allah swasembada. Ini produksinya meningkat. Bukan kata saya. Ini kata dunia, FAO. Kita gunakan data orang, karena biasanya orang lebih percaya. Ini FAO, kita peningkatan produksi beras terbesar nomor 2 dunia. Sebentar lagi nomor 1. Doakan. Kenaikannya," ujar Mentan/Kepala Bapanas Amran.

Adapun salah satu torehan positif pada era pemerintahan Presiden Prabowo adalah dengan ditempatkannya Indonesia menjadi negara ke-4 sebagai produsen beras terbesar sedunia. Ini dilaporkan dalam Food Outlook Biannual Report on Global Food Markets yang dipublikasikan oleh FAO Juni ini.

Disebutkan pula, perkiraan produksi beras Indonesia pada periode 2025/2026 dapat mencapai 35,6 juta ton. Sementara negara produsen beras terbesar yang pertama adalah India dengan 146,6 juta ton. Lalu Tiongkok 143 juta ton dan di tempat ketiga adalah Bangladesh dengan 40,7 juta ton.

Akan tetapi dibandingkan 3 negara tersebut, Indonesia mencatatkan perkembangan produksi yang paling eksponensial terhadap periode sebelumnya, yakni 4,5 persen. Peningkatan produksi beras tersebut menempatkan Indonesia berada di urutan ke-2 dunia setelah Brasil.

 

Pangan Adalah Beras 

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) Organisasi Pangan dan Pertanian/badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), swasembada pangan adalah kemampuan suatu negara untuk memproduksi sendiri seluruh kebutuhan pangannya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga menyebutkan, bahwa swasembada adalah usaha mencukupi kebutuhan sendiri (beras dan sebagainya).

Jika swasembada pangan mengacu pada pengertian yang dijabarkan di atas, serta diperkuat dengan data statistik bahwa produksi dan stok beras nasional tertinggi sepanjang sejarah republik ini berdiri, tak bisa ditampik bahwa Indonesia sekarang ini sudah swasembada pangan. Apalagi, dalam pemahaman mayoritas masyarakat Indonesia, pangan tidak lain adalah beras. Bulir bernas berwarna putih bening inilah yang menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat Tanah Air.

Tradisi dan keyakinan masyarakat Indonesia yang menganggap ketersediaan beras di rumah sebagai tanda keamanan atau ketentraman pangan sangatlah mengakar kuat, dan dapat dijelaskan melalui beberapa perspektif. Pertama, mayoritas masyarakat Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan pokok utama. Ketersediaan stok beras secara langsung berarti kebutuhan pangan dasar keluarga terpenuhi, yang secara langsung berkorelasi dengan rasa aman dari kelaparan.

Kedua, beras sebagai simbol kemakmuran dan kecukupan. Di banyak budaya di Indonesia, padi (beras) adalah simbol kesuburan, kehidupan, dan kemakmuran. Memiliki lumbung atau stok beras yang penuh secara historis menunjukkan status sosial dan kemampuan bertahan hidup yang baik.

Ketiga, beras sebagai tradisi dan ritual. Beras sering digunakan dalam berbagai upacara adat dan ritual keagamaan, memperkuat posisinya bukan hanya sebagai komoditas, tetapi juga sebagai elemen budaya yang sakral. Ini termasuk ritual yang terkait dengan Dewi Sri (dewi padi) di Jawa dan Bali.

Keempat, adanya stok pangan atau beras yang cukup di rumah berfungsi sebagai jaring pengaman terhadap ketidakpastian ekonomi, bencana alam, atau kenaikan harga pasar, memberikan ketenangan pikiran bagi kepala keluarga. Keyakinan ini mencerminkan betapa sentralnya peran beras dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat Indonesia.

Empat perspektif di atas, jika dikorelasikan dengan swasembada pangan, tak bisa dibantah bahwa Indonesia kini sudah swasembada pangan, kecukupan bahkan berlimpah beras. Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Ninasapti Triaswati juga menegaskan bahwa Indonesia saat ini telah mencapai swasembada beras dengan produksi nasional yang diproyeksikan menembus 34,77 juta ton gabah kering giling pada akhir 2025, cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan 286 juta penduduk.

“Hari ini dunia beras sedang berlutut karena Indonesia berkata ‘cukup’. Stok tertinggi sepanjang sejarah, harga terendah dalam satu dekade, dan kita justru berdiri tegak tanpa impor. Ini bukan lagi soal pangan, ini soal kedaulatan. Siapa pun yang masih meragukan atau mengganggu proses ini, secara sadar atau tidak, sedang berdiri di pihak yang salah sejarah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, yang diberitakan sejumlah media arus utama di Tanah Air, Kamis (27/11/2025).

 

Mengguncang Stok Beras Dunia

Ninasapti memaparkan, saat ini Indonesia merupakan negara besar yang berhasil meningkatkan produksi beras hingga menjadikannya yang terbesar sepanjang sejarah. Keputusan Presiden Prabowo Subianto menutup total keran impor beras sejak Januari 2025 bukanlah kebijakan sementara, melainkan komitmen negara yang kini terbukti mengguncang tatanan pasar beras dunia.

Akibat hilangnya Indonesia, importir beras terbesar dunia selama dua dekade terakhir dari daftar pembeli, stok beras global membengkak ke rekor tertinggi sepanjang sejarah. Menurut laporan terbaru FAO dan USDA per November 2025, stok akhir musim 2025/26 diperkirakan mencapai 185,1 juta ton, naik signifikan dari tahun sebelumnya meski ada penyesuaian kecil akibat faktor cuaca di beberapa wilayah.

Produksi dunia juga meningkat menjadi 556,4 juta ton (basis milled), didorong panen besar di India, Thailand, dan Vietnam. Dengan pasokan melimpah dan permintaan Indonesia dalam pasar global menjadi nol, maka harga ekspor beras dunia langsung ambruk, dari rata-rata USD620–650 per ton pada 2024 menjadi hanya USD375–400 per ton saat ini, dan terus turun setiap pekan.

Ninasapti juga menyoroti ironi yang terus berulang setiap kali pemerintah memperkuat swasembada, selalu muncul narasi bahwa daerah terpencil seperti Papua, Maluku, atau Sabang tidak mungkin mendapat beras murah tanpa impor.

“Padahal, solusi yang sedang dijalankan pemerintah jauh lebih sistematis dan permanen. Sebagai contoh anggaran Rp189 miliar tahun ini untuk mencetak sawah baru dan membangun irigasi di Aceh, yang akan dilipatgandakan pada 2026; penguatan gudang dan armada Bulog hingga ke pelosok; serta skema subsidi energi khusus untuk transportasi pangan strategis yang sedang digodok,” kata dia.

“Masalah logistik memang ada, tapi itu bukan alasan untuk kembali membuka pintu impor dan menghancurkan harga gabah petani Jawa, Sumatera, dan Sulawesi,” katanya. “Swasembada bukan berarti setiap pulau harus jadi lumbung padi, tetapi setiap warga negara berhak mendapatkan beras dengan harga wajar dari produksi bangsanya sendiri.”

 

Mengingat Kembali Pidato Perdana Presiden Prabowo Soal Swaembada Pangan

“Saya tekankan, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kita harus mencapai swasembada pangan. Kita harus mampu memenuhi dan memproduksi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia,” tegas Presiden Prabowo Subianto, di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024)

Pidato perdana Presiden Prabowo Subianto saat dilantik di Gedung MPR RI itu, bahwa Indonesia harus mewujudkan swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, membuka babak baru dalam pemerintahan Indonesia dengan visi besar yang berfokus pada ketahanan pangan, ekonomi berkelanjutan, dan ketahanan nasional.

Masyarakat Indonesia terutama kalangan petani tentu menaruh harapan besar agar langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dapat diwujudkan dengan nyata. Masyarakat juga berharap bahwa program-program yang dirancang tidak hanya fokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga memerhatikan kebutuhan mereka untuk mendapatkan akses yang lebih baik terhadap alat mesin pertanian, benih unggul, dan pelatihan di sektor pertanian. Dukungan dalam pembiayaan dan pemasaran hasil pertanian juga menjadi perhatian utama, dengan harapan agar pendapatan mereka meningkat dan kehidupan mereka lebih sejahtera.

Bahwa swasembada pangan adalah prioritas utama setiap pergantian roda pemerintahan di Indonesia, sesungguhnya sebuah narasi usang, namun memang tetap maha penting untuk digaungkan. Karena sangat disadari, swasembada pangan merupakan langkah strategis untuk menjamin kesejahteraan dan kemandirian bangsa di tengah tantangan global yang terus berkembang.

Kesadaran, harapan sekaligus tuntutan akan swasembada pangan itu pun bersambut. Adalah Andi Amran Sulaiman, yang kini menahkodai Kementerian Pertanian dan juga Kepala Bapanas. Dengan agresifitas dan ketegasannya, putra Bone, Sulawesi Selatan ini cepat menerjemahkan target swasembada pangan yang hendak diwujudkan melalui serangkaian kebijakan deregulasi, modernisasi pertanian, dan fokus pada peningkatan produksi dalam negeri, yang diklaim mempercepat target swasembada beras secara signifikan.

Adapun deregulasi dan efisiensi yang dilakukan, Kementan menghapus 145 aturan yang tidak efisien untuk mempercepat distribusi sarana produksi seperti pupuk langsung ke petani, dimulai sejak Januari 2025. Lalu, modernisasi pertanian yakni dengan penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern seperti combine harvester, didorong untuk meningkatkan efisiensi panen. Selain itu, digunakan benih unggul yang disesuaikan dengan kondisi lahan, seperti padi biosalin untuk lahan asin.

Kemudian peningkatan anggaran prioritas, di mana Mentan Amran memastikan program swasembada tidak terhambat dengan melakukan refocusing anggaran Kementan untuk program prioritas seperti pompa air, benih, dan alsintan. Mentan juga bersikap tegas terhadap impor beras ilegal dan berkomitmen menghentikan impor yang bertentangan dengan kebijakan negara untuk melindungi produksi petani lokal.

Tak hanya itu, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) juga dinaikkan menjadi Rp6.500 per kilogram pada tahun 2025 untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong produksi. Hasilnya, Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai titik tertinggi dalam sejarah, mencapai 124,36. Dan satu hal paling penting dalam upaya mewujudkan semua upaya itu, Amran senantiasa menekankan pentingnya sinergi antar pihak, dari petani hingga pemerintah pusat dan daerah, termasuk pihak swasta dan seluruh lapisan masyarakat.

 

Impor Beras dan Ketegasan Amran Sulaiman

Keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan yang sudah di depan mata, dan hanya dalam satu tahun terwujud, menunjukkan bahwa sektor pertanian kini menjadi fondasi utama ekonomi nasional. Dengan sistem yang lebih efisien, produktif, dan berkeadilan bagi petani, Indonesia membuktikan kemampuannya untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat.

Capaian ini merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran Kementerian Pertanian dan tim pangan nasional yang telah menjalankan berbagai langkah strategis, mulai dari deregulasi kebijakan, intensifikasi lahan, hingga pengamanan ekosistem produksi pangan.

Capaian tersebut juga menandai tonggak sejarah baru sektor pertanian Indonesia. Keberhasilan ini merupakan hasil dari konsistensi kebijakan dan keberanian dalam mengambil langkah-langkah reformasi di sektor pangan. Reformasi tersebut tidak hanya mendorong kemandirian pangan, tetapi juga menjaga stabilitas harga dan meningkatkan kesejahteraan petani di tengah ketidakpastian global.

Kementerian Pertanian memastikan, bahwa sekarang ini tidak ada lagi impor beras medium yang masuk ke Indonesia. Seluruh kebutuhan beras medium nasional dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang pada 2025 diproyeksikan mencapai 34,79 juta ton menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan capaian tersebut, Indonesia berada dalam kondisi surplus beras medium, sehingga pasokan nasional aman dan stabil.

Yang perlu dipahami publik, saat ini tidak ada satu pun impor beras medium. Yang masuk hanya beras kebutuhan khusus, beras premium tertentu, dan beras industri. Beras impor ini tidak menyentuh konsumsi masyarakat umum, tidak memengaruhi pasar beras medium dan tidak menekan harga gabah petani.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), beras mengalami deflasi terdalam sepanjang tahun 2025 pada bulan November. Beras mencatat deflasi 0,59% (month tomonth), yang dipicu oleh meningkatnya ketersediaan beras selama musim panen, penyesuaian harga antar kualitas, serta dampak penyaluran beras SPHP di berbagai pasar.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartin juga menyampaikan bahwa impor beras pada Oktober 2025 tercatat sebesar 40,7 ribu ton, sedangkan kumulatif Januari–Oktober 2025 mencapai 364,3 ribu ton dengan nilai USD178,5 juta. Seluruhnya merupakan kategori beras khusus dan industri, bukan beras medium.

Namun, di tengah semangat mewujudkan swasembada pangan, masyarakat Tanah Air sempat dikejutkan dengan masuknya 250 ton beras impor dari Thailand ke wilayah pelabuhan bebas Sabang, Aceh. Diketahui, beras tersebut diimpor oleh pihak swasta tanpa memperoleh persetujuan impor (PI) dari Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

"Saat ini kita, beras kita, stok kita tertinggi, tapi ada beras masuk tanpa seizin pusat. Ini dengan berbagai dalilnya, berbagai teori pembenaran," kata Amran dalam konferensi pers yang dikutip bloombergtechnoz.com, 23 November 2025. "Hari ini kami sampaikan bahwa [beras] itu kita segel dan kami minta ditelusuri siapa pelaku-pelakunya," ujar Amran lagi.

Situasi terakhir, Mentan Amran Sulaiman memastikan persoalan penyegelan beras impor asal Thailand tersebut sudah tuntas. Amran lantas menekankan bahwa dirinya telah menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah terkait mengenai penindakan beras impor tersebut. Ia juga menyebut bahwa saat ini pemerintah sedang mengupayakan seluruh daerah di Tanah Air untuk swasembada pangan.

Ketegasan Mentan Amran Sulaiman bukan hanya soal beras impor di Sabang. Mentan Amran juga pernah memimpin langsung upaya penindakan terhadap penyelundupan 40,4 ton beras impor ilegal, di Batam. Ia bahkan mengancam akan mencabut izin importir nakal dan pedagang yang menjual beras di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Beberapa kali Amran juga terlihat dalam tindakan cepat dan tanpa kompromi terhadap pelanggaran internal maupun eksternal yang merugikan sektor pertanian dan petani. Ia secara tegas menindak pejabat eselon di kementeriannya yang terbukti menyalahgunakan jabatan dan melanggar aturan. Amran memecat pejabat eselon II dan III yang kedapatan menyewakan lahan negara seluas 300 hektare kepada pihak luar, termasuk staf yang melakukan pemerasan (pungli) terhadap petani untuk bantuan alat mesin pertanian (alsintan) gratis.

Tak hanya itu, Amran secara berani mencabut izin 190 distributor dan pengecer pupuk karena melanggar kebijakan penurunan harga pupuk bersubsidi sebesar 20%. Pelanggaran ini, terutama menjual pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dianggap merugikan petani dan menjadi alasan tindakan tegas ini diambil untuk memastikan kebijakan pemerintah berjalan sesuai ketentuan.

Amran Sulaiman juga pernah menyatakan secara terbuka menolak intervensi pihak keluarga atau pihak lain yang mencoba menitipkan calon pejabat di Kementan. Ia menegaskan bahwa kementerian bukan perusahaan keluarga. Paling luar biasa, ia secara terbuka mengundang pihak KPK dan aparat penegak hukum lainnya untuk ikut mengawasi dan bersih-bersih di Kementan. Ia bahkan berani memangkas anggaran perjalanan dinas dan perbaikan kantor senilai Rp1,7 triliun dan mengalihkannya untuk program produktif seperti pompanisasi massal, sebuah langkah yang disebut belum pernah dilakukan sebelumnya.

Secara keseluruhan, ketegasan Amran Sulaiman berfokus pada penegakan disiplin, pemberantasan korupsi, dan perlindungan terhadap petani serta stabilitas pangan nasional dari praktik-praktik ilegal dan manipulasi pasar. Makanya tak heran, jika Mentan Amran beberapa kali menindak tegas oknum dan perusahaan yang mempermainkan harga produk hasil pertanian.

Bersama para pemangku kebijakan yang lainnya, Mentan Amran juga melakukan deregulasi pupuk, dengan menghapus 145 aturan tidak efisien, sehingga mempercepat distribusi pupuk langsung dari pabrik ke petani. Hasil dari deregulasi pupuk juga memicu penurunan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 20% dan penyederhanaan tata kelola pupuk untuk meningkatkan efisiensi dan ketepatan sasaran. Kebijakan ini juga bertujuan meningkatkan pendapatan petani dengan menekan biaya produksi mereka. (*)

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment