- Musim Mas Salurkan Bantuan Darurat untuk Ribuan Keluarga Terdampak Banjir di Sumatera
- Pangan dalam Perspektif dan Tradisi Masyarakat Indonesia, Sejatinya Sudah Swasembada
- IDXCarbon Catat Permintaan 2,75 Juta Ton kredit Karbon Selama COP 30 di Brazil
- Polda Kepri Dukung Kampanye 24 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Batam
- Wanita ini Ubah Sampah Jadi Alat Tukar Bernilai Ekonomi, Contoh Nyata Warga Bantu Warga
- Sari Kreasi Boga Incar Cuan Bisnis Agrifood
- Dongkrak Kunjungan Wisatawan, Gold Coast Ferry Terminal Buka Rute Baru Batam-Singapura
- Pray Sumut dan Sumbar, SARMMI Galang Donasi Bencana Banjir
- Telkomsel Kembali Gelar Jaga Bumi, Tanam 12.731 Pohon Baru dan Serap 824 Ton Emisi Karbon
- Pengamat: Indonesia Swasembada Beras, Stok Dunia Tertinggi Sepanjang Sejarah, Harga Global Anjlok!
Pangan dalam Perspektif dan Tradisi Masyarakat Indonesia, Sejatinya Sudah Swasembada

Hendri Irawan
Pemimpin Redaksi Porosbumi
Baca Lainnya :
- Nilai Tukar Petani Kembali Turun 0,23 Persen0
- Pengamat: Indonesia Swasembada Beras, Stok Dunia Tertinggi Sepanjang Sejarah, Harga Global Anjlok!0
- Mentan Ajak Gotong Royong Swasembada Pangan untuk Kesejahteraan Masyarakat Adat0
- Keseruan Wartawan Belajar Ternak Ayam Petelur di BBPKH Cinagara Kementan RI0
- Wajah Baru Pupuk Bersubsidi: 145 Regulasi Dipangkas, Waktu Antrean Distribusi Turun 40%0
SWASEMBADA pangan yang digelorakan
Presiden Prabowo Subianto kini bukan lagi wacana, bahkan sudah mewujud dan
seperti permainan sulap saja. Dikatakan demikian, karena hanya dalam 1 tahun
(dari target awal 4 tahun), swasembada pangan sudah di depan mata. Malah di
sejumlah komoditas pangan terutama beras, sejatinya Indonesia sudah swasembada.
Presiden Prabowo dalam pidatonya pada Sidang Kabinet
Paripurna memperingati satu tahun Kabinet Merah Putih, pada 20 Oktober 2025,
menyampaikan bahwa produksi beras nasional Januari–Oktober 2025 mencapai
31.338.197 ton, tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) juga sangat maksimal. Di mana, stok beras di gudang Bulog
mencapai 4,2 juta ton (Juni 2025), yang juga tercatat sebagai jumlah tertinggi
sepanjang masa.
Dalam kesempatan itu, Presiden Prabowo Subianto juga
memberikan apresiasi dan rasa bangga yang luar biasa atas capaian sektor pangan
nasional di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman.
Presiden menegaskan bahwa target swasembada pangan yang semula direncanakan
tercapai dalam waktu empat tahun, berhasil diwujudkan hanya dalam satu tahun.
Setali tiga uang, Menteri Pertanian (Mentan)/Kepala Badan
Pangan Nasional (Kepala Bapanas) Andi Amran Sulaiman saat memberikan pemaparan
dalam Town Hall Meeting Capaian Kinerja 1 Tahun Kementerian Koordinator Bidang
Pangan di Jakarta, pada Selasa (21/10/2025), mengatakan swasembada pangan di
Indonesia dapat terlihat dari transformasi pemenuhan kebutuhan konsumsi.
Misalnya, dahulu Indonesia terhadap suatu komoditas pangan
masih harus ada impor. Namun saat ini telah bertransformasi dengan mengandalkan
produksi dari petani sendiri dan bahkan mampu ekspor. Adapun dalam Proyeksi
Neraca Pangan Nasional yang disusun Bapanas bersama kementerian/lembaga yang
terkait, terdapat beberapa komoditas pangan pokok strategis yang mempunyai
tingkat ketercukupan yang baik.
Per 2 Oktober 2025, pangan pokok yang memiliki surplus
produksi terhadap kebutuhan konsumsi antara lain beras, jagung, bawang merah,
cabai besar, cabai rawit, daging ayam ras, dan telur ayam. Rinciannya antara
lain beras dengan kebutuhan konsumsi setahun 30,97 juta ton diproyeksikan dapat
dipenuhi dari produksi dalam negeri setahun yang dapat mencapai 34,34 juta ton.
Sementara jagung setahun dibutuhkan 15,7 juta ton dengan proyeksi produksi
setahun 16,68 juta ton.
Untuk bawang merah memiliki produksi setahun 1,35 juta ton
dengan kebutuhan konsumsi setahun 1,18 juta ton. Realisasi ekspor sampai
Agustus telah ada 159 ton dengan dilanjutkan rencana ekspor September-Desember
sekitar 4,9 ribu ton. Kemudian untuk cabai, yakni cabai besar dan cabai rawit,
produksi setahunnya masing-masing dapat berada hingga 1,46 juta ton dan 1,68
juta ton. Sementara kebutuhan setahun berada di kisaran 876,9 ribu sampai 958,5
ribu ton.
Pada komoditas daging ayam, produksi selama setahun
diestimasikan 4,26 juta ton dan melebihi kebutuhan setahun yang 3,86 juta ton.
Sementara telur ayam diperkirakan produksi dalam negeri di 2025 dapat mencapai
6,51 juta ton dengan kebutuhan konsumsi setahun di angka 6,22 juta ton.
Data proyeksi dari lembaga internasional seperti Food and
Agriculture Organization of the United Nations (FAO) mendukung peningkatan
produksi beras Indonesia di tahun 2025 ini. "Beras kita, itu insya Allah
swasembada. Ini produksinya meningkat. Bukan kata saya. Ini kata dunia, FAO.
Kita gunakan data orang, karena biasanya orang lebih percaya. Ini FAO, kita
peningkatan produksi beras terbesar nomor 2 dunia. Sebentar lagi nomor 1.
Doakan. Kenaikannya," ujar Mentan/Kepala Bapanas Amran.
Adapun salah satu torehan positif pada era pemerintahan
Presiden Prabowo adalah dengan ditempatkannya Indonesia menjadi negara ke-4
sebagai produsen beras terbesar sedunia. Ini dilaporkan dalam Food Outlook
Biannual Report on Global Food Markets yang dipublikasikan oleh FAO Juni
ini.
Disebutkan pula, perkiraan produksi beras Indonesia pada
periode 2025/2026 dapat mencapai 35,6 juta ton. Sementara negara produsen beras
terbesar yang pertama adalah India dengan 146,6 juta ton. Lalu Tiongkok 143
juta ton dan di tempat ketiga adalah Bangladesh dengan 40,7 juta ton.
Akan tetapi dibandingkan 3 negara tersebut, Indonesia
mencatatkan perkembangan produksi yang paling eksponensial terhadap periode
sebelumnya, yakni 4,5 persen. Peningkatan produksi beras tersebut menempatkan
Indonesia berada di urutan ke-2 dunia setelah Brasil.
Pangan Adalah Beras
Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) Organisasi
Pangan dan Pertanian/badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), swasembada
pangan adalah kemampuan suatu negara untuk memproduksi sendiri seluruh
kebutuhan pangannya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga menyebutkan,
bahwa swasembada adalah usaha mencukupi kebutuhan sendiri (beras dan
sebagainya).
Jika swasembada pangan mengacu pada pengertian yang
dijabarkan di atas, serta diperkuat dengan data statistik bahwa produksi dan
stok beras nasional tertinggi sepanjang sejarah republik ini berdiri, tak bisa
ditampik bahwa Indonesia sekarang ini sudah swasembada pangan. Apalagi, dalam
pemahaman mayoritas masyarakat Indonesia, pangan tidak lain adalah beras. Bulir
bernas berwarna putih bening inilah yang menjadi makanan pokok sebagian besar
masyarakat Tanah Air.
Tradisi dan keyakinan masyarakat Indonesia yang menganggap
ketersediaan beras di rumah sebagai tanda keamanan atau ketentraman pangan
sangatlah mengakar kuat, dan dapat dijelaskan melalui beberapa perspektif. Pertama,
mayoritas masyarakat Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan pokok utama.
Ketersediaan stok beras secara langsung berarti kebutuhan pangan dasar keluarga
terpenuhi, yang secara langsung berkorelasi dengan rasa aman dari kelaparan.
Kedua, beras sebagai simbol
kemakmuran dan kecukupan. Di banyak budaya di Indonesia, padi (beras) adalah
simbol kesuburan, kehidupan, dan kemakmuran. Memiliki lumbung atau stok beras
yang penuh secara historis menunjukkan status sosial dan kemampuan bertahan hidup
yang baik.
Ketiga, beras sebagai tradisi dan
ritual. Beras sering digunakan dalam berbagai upacara adat dan ritual
keagamaan, memperkuat posisinya bukan hanya sebagai komoditas, tetapi juga
sebagai elemen budaya yang sakral. Ini termasuk ritual yang terkait dengan Dewi
Sri (dewi padi) di Jawa dan Bali.
Keempat, adanya stok pangan atau beras
yang cukup di rumah berfungsi sebagai jaring pengaman terhadap ketidakpastian
ekonomi, bencana alam, atau kenaikan harga pasar, memberikan ketenangan pikiran
bagi kepala keluarga. Keyakinan ini mencerminkan betapa sentralnya peran beras
dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Empat perspektif di atas, jika dikorelasikan dengan
swasembada pangan, tak bisa dibantah bahwa Indonesia kini sudah swasembada
pangan, kecukupan bahkan berlimpah beras. Pakar ekonomi dari Universitas
Indonesia (UI), Ninasapti Triaswati juga menegaskan bahwa Indonesia saat ini
telah mencapai swasembada beras dengan produksi nasional yang diproyeksikan
menembus 34,77 juta ton gabah kering giling pada akhir 2025, cukup untuk
memenuhi seluruh kebutuhan 286 juta penduduk.
“Hari ini dunia beras sedang berlutut karena Indonesia
berkata ‘cukup’. Stok tertinggi sepanjang sejarah, harga terendah dalam satu
dekade, dan kita justru berdiri tegak tanpa impor. Ini bukan lagi soal pangan,
ini soal kedaulatan. Siapa pun yang masih meragukan atau mengganggu proses ini,
secara sadar atau tidak, sedang berdiri di pihak yang salah sejarah,” ujarnya
dalam keterangan tertulis, yang diberitakan sejumlah media arus utama di Tanah
Air, Kamis (27/11/2025).
Mengguncang Stok Beras Dunia
Ninasapti memaparkan, saat ini Indonesia merupakan negara
besar yang berhasil meningkatkan produksi beras hingga menjadikannya yang
terbesar sepanjang sejarah. Keputusan Presiden Prabowo Subianto menutup total
keran impor beras sejak Januari 2025 bukanlah kebijakan sementara, melainkan
komitmen negara yang kini terbukti mengguncang tatanan pasar beras dunia.
Akibat hilangnya Indonesia, importir beras terbesar dunia
selama dua dekade terakhir dari daftar pembeli, stok beras global membengkak ke
rekor tertinggi sepanjang sejarah. Menurut laporan terbaru FAO dan USDA per
November 2025, stok akhir musim 2025/26 diperkirakan mencapai 185,1 juta ton,
naik signifikan dari tahun sebelumnya meski ada penyesuaian kecil akibat faktor
cuaca di beberapa wilayah.
Produksi dunia juga meningkat menjadi 556,4 juta ton (basis
milled), didorong panen besar di India, Thailand, dan Vietnam. Dengan pasokan
melimpah dan permintaan Indonesia dalam pasar global menjadi nol, maka harga
ekspor beras dunia langsung ambruk, dari rata-rata USD620–650 per ton pada 2024
menjadi hanya USD375–400 per ton saat ini, dan terus turun setiap pekan.
Ninasapti juga menyoroti ironi yang terus berulang setiap
kali pemerintah memperkuat swasembada, selalu muncul narasi bahwa daerah
terpencil seperti Papua, Maluku, atau Sabang tidak mungkin mendapat beras murah
tanpa impor.
“Padahal, solusi yang sedang dijalankan pemerintah jauh
lebih sistematis dan permanen. Sebagai contoh anggaran Rp189 miliar tahun ini
untuk mencetak sawah baru dan membangun irigasi di Aceh, yang akan
dilipatgandakan pada 2026; penguatan gudang dan armada Bulog hingga ke pelosok;
serta skema subsidi energi khusus untuk transportasi pangan strategis yang
sedang digodok,” kata dia.
“Masalah logistik memang ada, tapi itu bukan alasan untuk
kembali membuka pintu impor dan menghancurkan harga gabah petani Jawa,
Sumatera, dan Sulawesi,” katanya. “Swasembada bukan berarti setiap pulau harus
jadi lumbung padi, tetapi setiap warga negara berhak mendapatkan beras dengan
harga wajar dari produksi bangsanya sendiri.”
Mengingat Kembali Pidato Perdana Presiden
Prabowo Soal Swaembada Pangan
“Saya tekankan, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kita
harus mencapai swasembada pangan. Kita harus mampu memenuhi dan memproduksi
kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia,” tegas Presiden Prabowo Subianto, di
Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024)
Pidato perdana Presiden Prabowo Subianto saat dilantik di
Gedung MPR RI itu, bahwa Indonesia harus mewujudkan swasembada pangan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya, membuka babak baru dalam pemerintahan
Indonesia dengan visi besar yang berfokus pada ketahanan pangan, ekonomi
berkelanjutan, dan ketahanan nasional.
Masyarakat Indonesia terutama kalangan petani tentu menaruh
harapan besar agar langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dapat
diwujudkan dengan nyata. Masyarakat juga berharap bahwa program-program yang
dirancang tidak hanya fokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga
memerhatikan kebutuhan mereka untuk mendapatkan akses yang lebih baik terhadap
alat mesin pertanian, benih unggul, dan pelatihan di sektor pertanian. Dukungan
dalam pembiayaan dan pemasaran hasil pertanian juga menjadi perhatian utama,
dengan harapan agar pendapatan mereka meningkat dan kehidupan mereka lebih
sejahtera.
Bahwa swasembada pangan adalah prioritas utama setiap
pergantian roda pemerintahan di Indonesia, sesungguhnya sebuah narasi usang,
namun memang tetap maha penting untuk digaungkan. Karena sangat disadari,
swasembada pangan merupakan langkah strategis untuk menjamin kesejahteraan dan
kemandirian bangsa di tengah tantangan global yang terus berkembang.
Kesadaran, harapan sekaligus tuntutan akan swasembada pangan
itu pun bersambut. Adalah Andi Amran Sulaiman, yang kini menahkodai Kementerian
Pertanian dan juga Kepala Bapanas. Dengan agresifitas dan ketegasannya, putra
Bone, Sulawesi Selatan ini cepat menerjemahkan target swasembada pangan yang
hendak diwujudkan melalui serangkaian kebijakan deregulasi, modernisasi
pertanian, dan fokus pada peningkatan produksi dalam negeri, yang diklaim
mempercepat target swasembada beras secara signifikan.
Adapun deregulasi dan efisiensi yang dilakukan, Kementan
menghapus 145 aturan yang tidak efisien untuk mempercepat distribusi sarana
produksi seperti pupuk langsung ke petani, dimulai sejak Januari 2025. Lalu,
modernisasi pertanian yakni dengan penggunaan alat dan mesin pertanian
(alsintan) modern seperti combine harvester, didorong untuk meningkatkan
efisiensi panen. Selain itu, digunakan benih unggul yang disesuaikan dengan
kondisi lahan, seperti padi biosalin untuk lahan asin.
Kemudian peningkatan anggaran prioritas, di mana Mentan
Amran memastikan program swasembada tidak terhambat dengan melakukan refocusing
anggaran Kementan untuk program prioritas seperti pompa air, benih, dan
alsintan. Mentan juga bersikap tegas terhadap impor beras ilegal dan
berkomitmen menghentikan impor yang bertentangan dengan kebijakan negara untuk
melindungi produksi petani lokal.
Tak hanya itu, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering
Panen (GKP) juga dinaikkan menjadi Rp6.500 per kilogram pada tahun 2025 untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong produksi. Hasilnya, Nilai Tukar
Petani (NTP) mencapai titik tertinggi dalam sejarah, mencapai 124,36. Dan satu
hal paling penting dalam upaya mewujudkan semua upaya itu, Amran senantiasa
menekankan pentingnya sinergi antar pihak, dari petani hingga pemerintah pusat
dan daerah, termasuk pihak swasta dan seluruh lapisan masyarakat.
Impor Beras dan Ketegasan Amran Sulaiman
Keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan yang sudah
di depan mata, dan hanya dalam satu tahun terwujud, menunjukkan bahwa sektor
pertanian kini menjadi fondasi utama ekonomi nasional. Dengan sistem yang lebih
efisien, produktif, dan berkeadilan bagi petani, Indonesia membuktikan
kemampuannya untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat.
Capaian ini merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran
Kementerian Pertanian dan tim pangan nasional yang telah menjalankan berbagai
langkah strategis, mulai dari deregulasi kebijakan, intensifikasi lahan, hingga
pengamanan ekosistem produksi pangan.
Capaian tersebut juga menandai tonggak sejarah baru sektor
pertanian Indonesia. Keberhasilan ini merupakan hasil dari konsistensi
kebijakan dan keberanian dalam mengambil langkah-langkah reformasi di sektor
pangan. Reformasi tersebut tidak hanya mendorong kemandirian pangan, tetapi
juga menjaga stabilitas harga dan meningkatkan kesejahteraan petani di tengah
ketidakpastian global.
Kementerian Pertanian memastikan, bahwa sekarang ini tidak
ada lagi impor beras medium yang masuk ke Indonesia. Seluruh kebutuhan beras
medium nasional dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang pada 2025
diproyeksikan mencapai 34,79 juta ton menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Dengan capaian tersebut, Indonesia berada dalam kondisi surplus beras medium,
sehingga pasokan nasional aman dan stabil.
Yang perlu dipahami publik, saat ini tidak ada satu pun
impor beras medium. Yang masuk hanya beras kebutuhan khusus, beras premium
tertentu, dan beras industri. Beras impor ini tidak menyentuh konsumsi
masyarakat umum, tidak memengaruhi pasar beras medium dan tidak menekan harga
gabah petani.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), beras mengalami deflasi
terdalam sepanjang tahun 2025 pada bulan November. Beras mencatat deflasi 0,59%
(month tomonth), yang dipicu oleh meningkatnya ketersediaan beras selama musim
panen, penyesuaian harga antar kualitas, serta dampak penyaluran beras SPHP di
berbagai pasar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji
Ismartin juga menyampaikan bahwa impor beras pada Oktober 2025 tercatat sebesar
40,7 ribu ton, sedangkan kumulatif Januari–Oktober 2025 mencapai 364,3 ribu ton
dengan nilai USD178,5 juta. Seluruhnya merupakan kategori beras khusus dan
industri, bukan beras medium.
Namun, di tengah semangat mewujudkan swasembada pangan,
masyarakat Tanah Air sempat dikejutkan dengan masuknya 250 ton beras impor dari
Thailand ke wilayah pelabuhan bebas Sabang, Aceh. Diketahui, beras tersebut
diimpor oleh pihak swasta tanpa memperoleh persetujuan impor (PI) dari Menteri
Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
"Saat ini kita, beras kita, stok kita tertinggi, tapi
ada beras masuk tanpa seizin pusat. Ini dengan berbagai dalilnya, berbagai
teori pembenaran," kata Amran dalam konferensi pers yang dikutip
bloombergtechnoz.com, 23 November 2025. "Hari ini kami sampaikan bahwa
[beras] itu kita segel dan kami minta ditelusuri siapa pelaku-pelakunya,"
ujar Amran lagi.
Situasi terakhir, Mentan Amran Sulaiman memastikan persoalan
penyegelan beras impor asal Thailand tersebut sudah tuntas. Amran lantas
menekankan bahwa dirinya telah menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah
terkait mengenai penindakan beras impor tersebut. Ia juga menyebut bahwa saat
ini pemerintah sedang mengupayakan seluruh daerah di Tanah Air untuk swasembada
pangan.
Ketegasan Mentan Amran Sulaiman bukan hanya soal beras impor
di Sabang. Mentan Amran juga pernah memimpin langsung upaya penindakan terhadap
penyelundupan 40,4 ton beras impor ilegal, di Batam. Ia bahkan mengancam akan
mencabut izin importir nakal dan pedagang yang menjual beras di atas Harga
Eceran Tertinggi (HET).
Beberapa kali Amran juga terlihat dalam tindakan cepat dan
tanpa kompromi terhadap pelanggaran internal maupun eksternal yang merugikan
sektor pertanian dan petani. Ia secara tegas menindak pejabat eselon di
kementeriannya yang terbukti menyalahgunakan jabatan dan melanggar aturan.
Amran memecat pejabat eselon II dan III yang kedapatan menyewakan lahan negara
seluas 300 hektare kepada pihak luar, termasuk staf yang melakukan pemerasan
(pungli) terhadap petani untuk bantuan alat mesin pertanian (alsintan) gratis.
Tak hanya itu, Amran secara berani mencabut izin 190
distributor dan pengecer pupuk karena melanggar kebijakan penurunan harga pupuk
bersubsidi sebesar 20%. Pelanggaran ini, terutama menjual pupuk di atas Harga
Eceran Tertinggi (HET), dianggap merugikan petani dan menjadi alasan tindakan
tegas ini diambil untuk memastikan kebijakan pemerintah berjalan sesuai
ketentuan.
Amran Sulaiman juga pernah menyatakan secara terbuka menolak
intervensi pihak keluarga atau pihak lain yang mencoba menitipkan calon pejabat
di Kementan. Ia menegaskan bahwa kementerian bukan perusahaan keluarga. Paling
luar biasa, ia secara terbuka mengundang pihak KPK dan aparat penegak hukum
lainnya untuk ikut mengawasi dan bersih-bersih di Kementan. Ia bahkan berani
memangkas anggaran perjalanan dinas dan perbaikan kantor senilai Rp1,7 triliun
dan mengalihkannya untuk program produktif seperti pompanisasi massal, sebuah
langkah yang disebut belum pernah dilakukan sebelumnya.
Secara keseluruhan, ketegasan Amran Sulaiman berfokus pada
penegakan disiplin, pemberantasan korupsi, dan perlindungan terhadap petani
serta stabilitas pangan nasional dari praktik-praktik ilegal dan manipulasi
pasar. Makanya tak heran, jika Mentan Amran beberapa kali menindak tegas oknum
dan perusahaan yang mempermainkan harga produk hasil pertanian.
Bersama para pemangku kebijakan yang lainnya, Mentan Amran
juga melakukan deregulasi pupuk, dengan menghapus 145 aturan tidak efisien,
sehingga mempercepat distribusi pupuk langsung dari pabrik ke petani. Hasil
dari deregulasi pupuk juga memicu penurunan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk
bersubsidi sebesar 20% dan penyederhanaan tata kelola pupuk untuk meningkatkan
efisiensi dan ketepatan sasaran. Kebijakan ini juga bertujuan meningkatkan
pendapatan petani dengan menekan biaya produksi mereka. (*)
.jpg)

.jpg)



.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

