Dari Sawangan ke Bojongsari: Pupuk Mengubah Wajah Pekarangan Jadi Produktif

By PorosBumi 09 Nov 2025, 21:13:30 WIB Pangan
Dari Sawangan ke Bojongsari: Pupuk Mengubah Wajah Pekarangan Jadi Produktif

Keterangan Gambar : Salah satu tanaman yang produktifitasnya meningkat berkat pupuk adalah jagung. (foto Ist)


Wahyono, Jurnalis Porosbumi.com

Wajah Sari berseri-seri. Tanaman cabai dan tomat di areal pekarangan rumahnya  di Sawangan, Depok kini berbuah besar, ranum dan siap dipanen. Tak hanya buah, tanaman cabai dan tomat di pekarangannya juga menghijau dan subur sedap dipandang mata. Kini, Sari tak perlu repot bangun pagi-pagi membeli tomat dan cabai ke tukang sayur langganan. Cukup pergi ke kebun, semua kebutuhan sayur khususnya cabai dan tomat terpenuhi. Uang untuk kebutuhan belanja sayur pun bisa dihemat. Bahkan Sari juga bisa mendapatkan penghasilan dengan menjual limpahan cabai dan tomat ke Pasar Depok.

Semua itu berkat pupuk NPK (Nitrogen, Fosfor, dan Kalium) yang kini bisa dengan mudah dia dapatkan. Jika dulu Sari mengaku kesulitan setengah mati mendapatkan pupuk NPK untuk asupan tanaman sayur-sayuran di areal kebunnya, hal itu kini tidak terjadi lagi. “Selama ini entah kenapa saya kesulitan untuk dapat pupuk berkualitas. Tapi sekarang tidak lagi. Cabai dan tomat saya bebas hama dan hasilnya melimpah. Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah khususnya PT Pupuk yang menyalurkan pupuk NPK secara tepat waktu,”ucap Sari.

Baca Lainnya :

Cerita positif tentang pupuk juga dirasakan Sutrisno, seorang petani di Pondok Petir, Bojongsari Depok. Sutrisno sudah tidak cemas lagi memikirkan tanaman jagungnya ketika musim kemarau tiba. Berkat pupuk Phonska yang kini mudah didapatkannya di wilayah Bojongsari maka tanaman jagungnya seluas 1 hektar (ha) bisa tahan banting dari sengatan cuaca panas.   

“Ketika kemarau tiba, tanaman jagung saya lebih tahan dari kekeringan. Semua itu salah satunya karena saya pakai pupuk Phonska dari PT Pupuk. Alhamdulilah pemerintah sudah tepat sasaran, saya yang terdaftar di kartu tani mudah mendapatkannya. Jadi saat masa tanam saya sudah tidak risau lagi,” tutur Trisno, panggilan akrab Sutrisno.

Pupuk Phonska maupun NPK bisa digunakan untuk padi dan sayuran, karena pupuk ini menyediakan unsur hara lengkap yang dibutuhkan banyak jenis tanaman. Pupuk ini juga cocok untuk sayuran seperti cabai dan tomat. Sedangkan pupuk NPK biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi lengkap tanaman agar tumbuh subur dan maksimal, mulai dari fase vegetatif (pertumbuhan daun dan batang) hingga generatif (pembungaan dan pembuahan). Kandungan Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) bekerja sama untuk meningkatkan pertumbuhan, memperbanyak hasil panen, serta memperkuat daya tahan tanaman terhadap penyakit dan stres lingkungan. 

Kisah Sari dan Sutrisno menjadi salah satu potret kecil bagaimana kehadiran pupuk pemerintah sangat membantu eksistensi petani maupun masyarakat yang memiliki hobi di bidang pertanian. Bukan hanya soal ketersediaan tetapi juga aspek penyaluran pupuk yang kian mudah diakses oleh masyarakat di Kecamatan Bojongsari dan Sawangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan urban Kota Depok. Selama ini memang wilayah Bojongsari dikenal dengan sawah-sawahnya yang membentang di pinggiran Sungai Ciliwung dan juga Sawangan yang dulu dikenal sebagai "lumbung padi" di Depok

Kemudahan mendapatkan pupuk bersubsidi yang memadai dan terjangkau seperti dirasakan Sari dan Sutrisno memang menjadi salah satu prioritas pemerintah di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Melalui Perpres No. 6 Tahun 2025 dan Permen Pertanian No. 15 Tahun 2025, pemerintah bergerak cepat dengan berupaya melakukan deregulasi distribusi pupuk NPK dan Phonska di tingkat petani.

Kebijakan ini bertujuan mempercepat dan mempermudah akses pupuk bagi petani, memastikan distribusi yang lebih transparan, dan mengurangi penyelewengan. Sejak 22 Oktober 2025, Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, termasuk NPK Phonska, menjadi lebih terjangkau menjadi Rp 1.840/kg. 

Soal distribusi pupuk bersubsidi ini pemerintah memang tidak main-mian. Sejak awal 2025, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia, sudah meluncurkan transformasi besar dalam distribusi pupuk bersubsidi. Per 1 Januari 2025, petani bisa menebus pupuk dengan harga terjangkau.Untuk pupuk urea misalnya dibanderol dengan harga Rp2.250 per kg, NPK Rp2.300 per kg, dan organik Rp800 per kg.

Untuk makin memudahkan penyaluran, program ini juga didukung aplikasi iPubers, yang memudahkan pendaftaran Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) secara online. "Ini sangat membantu bagi petani seperti saya," kata Sutrisno yang kini terdaftar sebagai penerima melalui Kartu Tani digital di wilayah Sawangan Depok.

Apa yang dialami petani di Depok hanya sebagian kecil dari gunung es persoalan tata kelola pupuk di Indonesia. Terkait hal ini, pemerintah pusat memang wajib cawe-cawe. Terlebih di banyak tempat masih banyak ditemukan petani yang menghadapi masalah soal distribusi pupuk yang tidak merata, subsidi pupuk kurang maksimal, dan rendahnya literasi digital untuk mengakses program pemerintah. Kondisi riil ini juga sesuai dengan temuaan Ombudsman RI yang menyebut, subsidi pupuk masih menyimpan persoalan mendasar, seperti kebijakan yang terburu-buru tanpa perencanaan matang di tingkat pelaksanaan.

Indonesia, sebagai negara agraris dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, menghadapi tantangan besar dalam ketahanan pangan. Di sinilah peran industri pupuk menjadi krusial. Pupuk menyumbang hingga 40% dari peningkatan hasil panen, menurut penelitian dari Kementerian Pertanian (Kementan). Hanya saja harus diakui tata kelola pupuk di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai kendala. Di antaranya problem structural seperti distribusi yang tidak merata, penyalahgunaan subsidi, dan ketergantungan impor yang tinggi, yang pada gilirannya berkorelasi terhadap efisiensi produksi pertanian.

Menurut data BPS tahun 2023, konsumsi pupuk nasional mencapai 13,5 juta ton, dengan 60% di antaranya bersumber dari impor, terutama urea yang mencapai 4,2 juta ton. Masalah ini diperburuk oleh kasus korupsi dalam rantai pasok, seperti yang dilaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2022-2024, di mana negara tekor sebesar Rp2,5 triliun akibat penyelewengan subsidi pupuk.

Akibatnya, petani kecil sering mengalami kelangkaan pupuk, menyebabkan penurunan produktivitas lahan sawah hingga 15-20%, sebagaimana tercatat dalam laporan Kementerian Pertanian (Kementan) 2024. Kondisi obyektif ini tidak hanya mengerek biaya produksi, tetapi juga mengancam keberlanjutan pertanian nasional yang bergantung pada pupuk untuk mendukung 80% produksi padi.

Ketergantungan pada pupuk impor dan tata kelola yang buruk berkontribusi signifikan terhadap kerentanan ketahanan pangan Indonesia, di mana fluktuasi harga global pupuk dapat memicu inflasi pangan di dalam negeri. Data Kementan menyebutkan bahwa pada 2023, produksi beras nasional hanya mencapai 53,6 juta ton GKG, turun 2,5% dari tahun sebelumnya. Sebagian besar hal ini disebabkan oleh keterlambatan distribusi pupuk subsidi yang seharusnya menjangkau 14 juta petani melalui Kartu Tani.

Selain itu, indeks ketahanan pangan global dari Global Food Security Index (GFSI) 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 63 dari 113 negara, dengan skor aksesibilitas pangan hanya 58,3 poin, dipengaruhi oleh ketidakstabilan pasokan input pertanian seperti pupuk. Menurut data BPS, dampak dari hal ini terlihat pada impor beras yang melonjak menjadi 3,1 juta ton pada 2024. Realitas ini juga menunjukkan ketidakmampuan swasembada akibat inefisiensi tata kelola pupuk, sehingga mengancam target ketahanan pangan 2025 yang menargetkan produksi padi naik 5% menjadi 56 juta ton GKG.

Untuk mengatasi persoalan ini, reformasi tata kelola pupuk melalui digitalisasi distribusi dan diversifikasi produksi domestik menjadi krusial guna memperkuat ketahanan pangan nasional. Proyeksi Kementan 2025 memperkirakan bahwa peningkatan produksi pupuk lokal hingga 70% dari kebutuhan nasional—melalui optimalisasi pabrik PT Pupuk Indonesia yang berkapasitas 7,5 juta ton per tahun—dapat mengurangi impor sebesar 30% dan menekan subsidi dari Rp25 triliun menjadi Rp18 triliun.

Data Bank Dunia (World Bank) 2024 juga menyoroti keberhasilan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, yang berhasil mereformasi tata kelola pupuk dan berdampak terhadap peningkatan ketahanan pangan negera tersebut sebesar 12% dalam lima tahun terakhir. Di Indonesia, implementasi ini berpotensi meningkatkan indeks ketahanan pangan nasional menjadi 65 poin pada 2027, asalkan didukung pengawasan ketat dan investasi R&D pupuk organik, sehingga memastikan produksi pangan yang stabil dan berkelanjutan di tengah tantangan perubahan iklim.

Perkuat Fondasi Industri Pupuk Menuju Kedaulatan Pangan

Sejarah industri pupuk Indonesia dimulai pada era 1960-an, ketika pemerintah mendirikan pabrik pupuk pertama di Palembang. Saat ini, PT Pupuk Indonesia Holding sebagai BUMN utama mengelola enam anak perusahaan, memproduksi lebih dari 13 juta ton pupuk urea, NPK, dan organik per tahun.

Berdasarkan data BPS dan Kementerian Pertanian, produksi pupuk Indonesia pada 2025 menunjukkan pertumbuhan stabil. Produksi pupuk domestik mencapai 11,65 juta ton pupuk dan 7,19 juta ton produk non-pupuk pada 2024, dengan proyeksi peningkatan pada 2025. Kapasitas terpasang Pupuk Indonesia mencapai 14,6 juta ton per tahun, dengan urea sebagai produk utama. Namun, impor tetap tinggi; pada Januari-April 2024, impor pupuk mencapai volume yang signifikan, dengan ekspor hanya 519,71 ribu ton. Data BPS menunjukkan impor pupuk dari negara asal utama seperti Cina dan Rusia terus meningkat dari 2017-2024.

Konsumsi pupuk pertanian di Indonesia diperkirakan 14,5 juta ton pada 2025, dengan alokasi subsidi 9,55 juta ton. Realisasi penyaluran subsidi hingga Juni 2024 mencapai 2,8 juta ton, atau 29% dari alokasi. Stok pupuk subsidi mencapai 200% kebutuhan, atau 1,9 juta ton.

Di sisi produksi pangan, produksi padi pada Januari-Agustus 2025 mencapai 25,27 juta ton GKG, dengan potensi tambahan 7,92 juta ton hingga November. Luas panen padi pada Agustus 2025 sebesar 1,11 juta hektare, menghasilkan 5,63 juta ton GKG. Produksi beras nasional Januari-Agustus 2025 capai 24,97 juta ton, naik 14,09%. FAO memproyeksikan produksi beras Indonesia 35,6 juta ton pada 2025/2026. Surplus beras mencapai 3,7 juta ton hingga Oktober 2025, memungkinkan penghentian impor beras pada 2025. Tahun lalu, impor beras 4,52 juta ton, tetapi stok kini 3,8 juta ton.

Meski demikian, tantangan tetap berkelindan dalam tata kelola industri pupuk nasional antara lain: distribusi yang tidak merata, penyelewengan subsidi, dan fluktuasi harga bahan baku global seperti gas alam. Pada 2023, misalnya, kelangkaan pupuk subsidi menyebabkan penurunan produksi di beberapa daerah hingga 20%. "Dunia pertanian kita butuh sistem yang lebih tangguh," tandas Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam sebuah kesempatan.

Dalam konteks tata kelola industri pupuk ini berkontribusi signifikan terhadap kedaulatan pangan nasional seperti swasembada beras, tapi juga kemandirian dalam rantai pasok pangan. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia perlu meningkatkan produktivitas pertanian sebesar 2-3% per tahun untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertumbuh.

Di sini, penguatan pelayanan berarti meningkatkan akses petani terhadap pupuk berkualitas, sementara pengawalan memastikan transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas produksi pupuk nasional sebesar 20% hingga 2026, termasuk melalui revitalisasi pabrik-pabrik lama. Inisiatif ini bagian dari strategi nasional untuk hilirisasi industri, seperti pembangunan pabrik soda ash pertama di Indonesia dengan kapasitas 300 ribu ton per tahun.

Penguatan pelayanan distribusi pupuk ideal dimulai dari hilir yakni memastikan pupuk sampai ke tangan petani dengan tepat waktu dan tepat sasaran. Pada 2025, Pupuk Indonesia telah merevolusi sistem distribusinya melalui platform digital seperti aplikasi "Pupuk Indonesia" dan Kartu Tani. "Pemerintah telah banyak melakukan perubahan positif pada tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi di tahun 2025," ujar Wijaya Karya, Direktur Utama Pupuk Indonesia. Kini, petani bisa memesan pupuk secara online, melacak pengiriman real-time, dan mendapatkan rekomendasi dosis berdasarkan analisis tanah via AI.

Di lapangan, program edukasi menjadi kunci. Pupuk Indonesia bekerja sama dengan Kementan untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) pertanian. Melalui pelatihan "Sekolah Lapang Pupuk", ribuan petani diajari teknik pemupukan berimbang, penggunaan pupuk organik, dan rotasi tanaman.

Tak cukup sampai disitu. Inovasi teknologi pertanian juga menjadi kebutuhan di tengah tuntutan digitalisasi. Terkait hal ini Pupuk Indonesia menggelar Fertinnovation Challenge 2025, kompetisi inovasi untuk mendorong startup dan peneliti untuk menciptakan solusi seperti drone pemupuk atau sensor IoT untuk memantau kesuburan tanah.

Selain itu pelayanan tidak hanya urusan teknis, tapi juga sosial. Pupuk Indonesia menyediakan stok pupuk 273% lebih dari kebutuhan musim tanam, memastikan ketersediaan di gudang lini III di seluruh provinsi. Ini termasuk pupuk nonsubsidi untuk petani komersial, sehingga tidak ada diskriminasi. Di wilayah timur seperti Papua, truk khusus dan kapal distribusi telah ditingkatkan untuk mengatasi tantangan geografis.

Faktor lain yang juga penting untuk terus diperkuat adalah sisi pengawasan distribusi pupuk. Tanpa pengawasan ketat, pelayanan bisa disalahgunakan. Untuk mengantisipasi itu, Kementan sejauh ini telah memperkuat akuntabilitas dalam tata kelola penyaluran pupuk subsidi melalui sistem e-RDKK (elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dan audit rutin.

Di tingkat lapangan, pengawalan melibatkan Satgas Pupuk yang terdiri dari polisi, TNI, dan petugas pertanian. Mereka memantau distribusi untuk mencegah penimbunan atau penjualan ilegal. Pada 2024, operasi ini berhasil menyita ribuan ton pupuk palsu, menyelamatkan petani dari kerugian miliaran rupiah.

Kualitas pupuk juga diawasi melalui laboratorium terakreditasi. Pupuk Indonesia menerapkan standar ISO 9001 dan bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk memastikan setiap batch pupuk memenuhi spesifikasi. Inovasi seperti blockchain untuk traceability memungkinkan petani melacak asal-usul pupuk dari pabrik hingga sawah, mengurangi risiko pemalsuan.

Hasil dari penguatan tata kelola pupuk perlahan namun pasti mulai terlihat. Di Provinsi Jawa Barat misalnya, produktivitas hortikultura meningkat 15% berkat pupuk NPK khusus yang didistribusikan tepat waktu. Secara nasional, target swasembada pangan 2025 semakin dekat, dengan ekspor produk pertanian mencapai USD5 miliar pada kuartal pertama tahun 2025.

Direktur Utama (Dirut) PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi menegaskan bahwa pihaknya menekankan perlunya reformasi tata kelola pupuk saat ini dengan Perpres No. 6/2025 dan Permentan No. 15/2025 yang memangkas 145 regulasi lama, sehingga rantai distribusi lebih singkat dan efisien. Menurut Rahmad, dengan dua regulasi itu, tata kelola pupuk subsidi mengalami perubahan yang nyata dan diharapkan mampu memperkuat ketersediaan, keterjangkauan, serta efisiensi distribusi pupuk bagi petani di seluruh Indonesia.

Sementara berdasarkan temuan dari Ombudsman RI menyebutkan bahwa masalah tata kelola industri pupuk tidak bisa diatasi hanya dengan perubahan peraturan semata tetapi juga perlu pengawasan serius dan penegakan hukum yang tegas apabila ada penyelewengan. Ombudsman menganggap bahwa implementasi reformasi tata kelola industri pupuk seperti diamanatkan Perpres No. 6/2025 yang menyederhanakan regulasi dari 145 menjadi lebih ringkas, belum berjalan maksimal.

Mengantisipasi berbagai tantangan kedepan, membangun industri pupuk yang kuat menjadi fondasi utama dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Indonesia, sebagai negara agraris dengan lahan pertanian luas, wajib memprioritaskan pengembangan produksi pupuk domestik melalui investasi teknologi modern dan diversifikasi bahan baku.

Dengan memperkuat rantai pasok internal, bangsa ini tidak hanya mengurangi ketergantungan impor yang rentan terhadap gejolak ekonomi dunia, tetapi juga memastikan akses pupuk berkualitas bagi petani kecil, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Langkah ini bukan sekadar kebijakan ekonomi, melainkan komitmen untuk menjaga stabilitas pangan bagi seluruh rakyat.

Untuk mewujudkan visi ini, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan komunitas petani menjadi kunci. Reformasi tata kelola, seperti digitalisasi distribusi subsidi dan pengawasan ketat terhadap korupsi, harus diterapkan agar bantuan tepat sasaran dan efisien. Selain itu, inovasi dalam pupuk ramah lingkungan menjadi solusi berkelanjutan yang mendukung pertanian regeneratif. Dengan demikian, industri pupuk tidak hanya mendukung ketahanan pangan, tetapi juga berkontribusi menciptakan ekosistem pertanian yang tangguh. Dengan tata kelola pupuk yang baik dan terjangkau, setidaknya petani-petani seperti Sari dan Sutrisno masih bisa tersenyum karena pupuk tidak menjadi barang yang asing dalam kehidupannya.  




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment