- OJK Akan Tata Ulang Perijinan Perusahaan Gadai
- Jadi Pembina Kawasan Sungai Cipinang, MIND ID Komitmen Dukung Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan
- Wujudkan Ekonomi Kerakyatan, MIND ID Dorong 10.000 UMK Naik Kelas
- Masyarakat Adat Masukih Tolak Penambangan Emas Ilegal di Hutan Adat Kalimantan Tengah
- Cegah Tragedi Berulang, Kementerian PU Periksa Struktur Bangunan Dua Pesantren Besar di Jatim
- Survei Litbang Kompas: 71,5 Persen Puas dengan Kinerja Kementan
- Pertamina Wujudkan Transformasi Bisnis Berkelanjutan Melalui BBM Ramah Lingkungan
- Merawat Tradisi Penyembuhan Dayak Taboyan: Jaga Keseimbangan Alam, Roh, dan Manusia
- Mantan Bos BEI Minta Purbaya Jelaskan Definisi Saham Gorengan
- Israel Disebut Akan Tarik Mundur Pasukan Sepenuhnya Dari Gaza Dalam 24 Jam
Menyingkap Rahasia Langit: Jejak Arkeoastronomi di Indonesia
.jpg)
BANDUNG - Arkeoastronomi merupakan
disiplin ilmu yang memadukan arkeologi, astronomi, dan antropologi untuk
memahami bagaimana masyarakat masa lampau mempercayai dan memanfaatkan
benda-benda langit.
Dalam rangka memperingati World Space Week,
Pusat Riset Antariksa (PRA) BRIN menggelar webinar yang bertajuk “100 Jam
Astronomi untuk Semua” dengan menghadirkan Irma Indriana Hariawang, Jumat
(3/10). Irma yang merupakan alumni Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB)
memaparkan interaksi antara langit dan kebudayaan manusia dalam perspektif
arkeoastronomi.
Dalam paparannya, Irma menerangkan bahwa arkeoastronomi
terbagi dalam tiga cabang, yakni astroarkeologi, sejarah astronomi, dan
etnoastronomi. Astroarkeologi berfokus pada arsitektur dan lanskap situs-situs
kuno yang berkaitan dengan fenomena langit. Sejarah Astronomi mempelajari data
tertulis terkait peninggalan berupa benda atau fenomena langit. Etnoastronomi
mengkaji dan mencari bukti keterkaitan budaya masyarakat terhadap fenomena
astronomi.
Baca Lainnya :
- Jejak Megalitik Pasemah: Ruang Sakral dan Warisan Leluhur0
- Tonggak Sejarah Medis Tanah Air: Robot Bedah Otak Pertama di Indonesia Hadir di Siloam Hospitals0
- Ini Penjelasan Peneliti BRIN Soal Fenomena Gerhana Bulan Merah Darah0
- 1,6 Kuadriliun Ton Emas Terkubur di Tempat Ini, dan Tak Akan Pernah Tersentuh0
- Ribuan Masyarakat di Kecamatan Ini Hidup Dalam Wajan Raksasa0
Beberapa situs bersejarah dunia seperti Stonehenge di
Inggris, Malta Temple di Malta, Gochang Dolmen di Korea, dan Piramida di Mesir
disebut sebagai contoh klasik objek-objek arkeoastronomi yang menunjukkan
keterkaitan antara arsitektur, langit dan manusia. Bangunan-bangunan tersebut
dibangun dengan mempertimbangkan posisi Matahari, Bulan, dan bintang, bahkan
beberapa di antaranya berfungsi sebagai penanda waktu seperti kalender alam.
Menariknya, jejak arkeoastronomi juga ditemukan di
Indonesia. Dari hasil penelusurannya, Irma menemukan bahwa kebudayaan Indonesia
sejak ribuan tahun lalu sebelum Masehi, manusia telah memanfaatkan langit
sebagai navigasi, panduan bertani, dan upacara keagamaan. Pengaruh astronomi
dari Tiongkok, Indian (Amerika), Arab, dan Eropa secara bertahap membentuk
kombinasi akulturasi budaya yang unik, seperti Kalender Saka, arah kiblat,
hingga Pranoto Mongso (kalender yang dipercayai dalam bertani berbasis pada geraknya
Matahari yang digunakan masyarakat Jawa).
Bukti peninggalan arkeoastronomi lainnya adalah dengan
ditemukannya Candi Borobudur dan Candi Prambanan. “Kedua candi tersebut
terbukti dibangun berdasarkan keselarasan dengan Matahari dan Bulan. Ini
membuktikan kecerdasan nenek moyang kita karena membangun candi tidak bisa
sembarangan, perlu persiapan yang matang.” jelas Irma.
Selain itu, jejak arkeoastronomi yang terungkap di Indonesia
juga telah ditemukannya berbagai artefak seperti Bejana Zodiak di Pasuruan,
Gnomon Suku Kenyah Dayak di Kalimantan Timur, dan Bencet di Jawa Tengah.
Ketiganya memperlihatkan betapa erat hubungan antara langit dan kehidupan
sehari-hari masyarakat karena masih digunakan sampai saat ini. Bejana Zodiak
dapat dilihat secara langsung di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Masih banyak warisan bersejarah di Indonesia yang belum
terungkap dan dapat dipelajari lebih lanjut. Situs-situs arkeoastronomi mampu
membawa potensi lebih luas khususnya pada astrowisata yang memiliki daya tarik
bagi wisatawan. Demi mendukung perkembangannya, diharapkan ada perguruan tinggi
yang secara khusus bisa menggali lebih dalam ilmu arkeoastronomi sehingga
peluang lebih terbuka untuk berkolaborasi riset antar disiplin ilmu.
Studi pada arkeoastronomi akan terus bertumbuh dan
berkembang. Setiap temuan baru tidak hanya menambah pemahaman kita tentang
sejarah sains dan teknologi di nusantara, tetapi juga mengungkap filosofi dan
cara pandang nenek moyang mempercayai diri mereka sebagai bagian tak
terpisahkan dari alam semesta. Warisan pengetahuan ini menjadi bukti bahwa jauh
sebelum era modern, langit telah menjadi panduan dan sumber inspirasi bagi
peradaban.
Ke depannya, pendekatan interaktif seperti penggunaan Machine
Learning dan Virtual Reality diharapkan dapat membuka
jalan baru dalam menafsirkan dan memvisualisasikan peninggalan-peninggalan yang
berkaitan dengan fenomena langit masa lalu. Melalui teknologi ini, publik dapat
menikmati kembali keindahan gerak bintang di situs kuno dan memahami konteks
spiritualnya. (rgs, mds/ ed: kg, mfs)
