Menyingkap Rahasia Langit: Jejak Arkeoastronomi di Indonesia

By PorosBumi 06 Okt 2025, 17:19:07 WIB Sains
Menyingkap Rahasia Langit: Jejak Arkeoastronomi di Indonesia

BANDUNG - Arkeoastronomi merupakan disiplin ilmu yang memadukan arkeologi, astronomi, dan antropologi untuk memahami bagaimana masyarakat masa lampau mempercayai dan memanfaatkan benda-benda langit.

Dalam rangka memperingati World Space Week, Pusat Riset Antariksa (PRA) BRIN menggelar webinar yang bertajuk “100 Jam Astronomi untuk Semua” dengan menghadirkan Irma Indriana Hariawang, Jumat (3/10). Irma yang merupakan alumni Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) memaparkan interaksi antara langit dan kebudayaan manusia dalam perspektif arkeoastronomi.

Dalam paparannya, Irma menerangkan bahwa arkeoastronomi terbagi dalam tiga cabang, yakni astroarkeologi, sejarah astronomi, dan etnoastronomi. Astroarkeologi berfokus pada arsitektur dan lanskap situs-situs kuno yang berkaitan dengan fenomena langit. Sejarah Astronomi mempelajari data tertulis terkait peninggalan berupa benda atau fenomena langit. Etnoastronomi mengkaji dan mencari bukti keterkaitan budaya masyarakat terhadap fenomena astronomi.

Baca Lainnya :

Beberapa situs bersejarah dunia seperti Stonehenge di Inggris, Malta Temple di Malta, Gochang Dolmen di Korea, dan Piramida di Mesir disebut sebagai contoh klasik objek-objek arkeoastronomi yang menunjukkan keterkaitan antara arsitektur, langit dan manusia. Bangunan-bangunan tersebut dibangun dengan mempertimbangkan posisi Matahari, Bulan, dan bintang, bahkan beberapa di antaranya berfungsi sebagai penanda waktu seperti kalender alam.

Menariknya, jejak arkeoastronomi juga ditemukan di Indonesia. Dari hasil penelusurannya, Irma menemukan bahwa kebudayaan Indonesia sejak ribuan tahun lalu sebelum Masehi, manusia telah memanfaatkan langit sebagai navigasi, panduan bertani, dan upacara keagamaan. Pengaruh astronomi dari Tiongkok, Indian (Amerika), Arab, dan Eropa secara bertahap membentuk kombinasi akulturasi budaya yang unik, seperti Kalender Saka, arah kiblat, hingga Pranoto Mongso (kalender yang dipercayai dalam bertani berbasis pada geraknya Matahari yang digunakan masyarakat Jawa).

Bukti peninggalan arkeoastronomi lainnya adalah dengan ditemukannya Candi Borobudur dan Candi Prambanan. “Kedua candi tersebut terbukti dibangun berdasarkan keselarasan dengan Matahari dan Bulan. Ini membuktikan kecerdasan nenek moyang kita karena membangun candi tidak bisa sembarangan, perlu persiapan yang matang.” jelas Irma.

Selain itu, jejak arkeoastronomi yang terungkap di Indonesia juga telah ditemukannya berbagai artefak seperti Bejana Zodiak di Pasuruan, Gnomon Suku Kenyah Dayak di Kalimantan Timur, dan Bencet di Jawa Tengah. Ketiganya memperlihatkan betapa erat hubungan antara langit dan kehidupan sehari-hari masyarakat karena masih digunakan sampai saat ini. Bejana Zodiak dapat dilihat secara langsung di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

Masih banyak warisan bersejarah di Indonesia yang belum terungkap dan dapat dipelajari lebih lanjut. Situs-situs arkeoastronomi mampu membawa potensi lebih luas khususnya pada astrowisata yang memiliki daya tarik bagi wisatawan. Demi mendukung perkembangannya, diharapkan ada perguruan tinggi yang secara khusus bisa menggali lebih dalam ilmu arkeoastronomi sehingga peluang lebih terbuka untuk berkolaborasi riset antar disiplin ilmu.

Studi pada arkeoastronomi akan terus bertumbuh dan berkembang. Setiap temuan baru tidak hanya menambah pemahaman kita tentang sejarah sains dan teknologi di nusantara, tetapi juga mengungkap filosofi dan cara pandang nenek moyang mempercayai diri mereka sebagai bagian tak terpisahkan dari alam semesta. Warisan pengetahuan ini menjadi bukti bahwa jauh sebelum era modern, langit telah menjadi panduan dan sumber inspirasi bagi peradaban.

Ke depannya, pendekatan interaktif seperti penggunaan Machine Learning dan Virtual Reality diharapkan dapat membuka jalan baru dalam menafsirkan dan memvisualisasikan peninggalan-peninggalan yang berkaitan dengan fenomena langit masa lalu. Melalui teknologi ini, publik dapat menikmati kembali keindahan gerak bintang di situs kuno dan memahami konteks spiritualnya. (rgs, mds/ ed: kg, mfs)

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment