- Lakon Pandawa Nawasena: Tradisi Wayang Orang dalam Sentuhan Lintas Generasi
- Jejak Megalitik Pasemah: Ruang Sakral dan Warisan Leluhur
- Deklarasi Sira, Satu Suara Pemuda Adat untuk Para Pemimpin Dunia
- Mendes Buka Serentak 1.000 Musdesus, Susun Proposal Bisnis Untuk Pengajuan Modal ke Himbara
- Indonesia Lumbung Pangan Dunia: Bukan Hanya Beras, Bahan Pokok Lainnya Juga Sudah Tercukupi
- Masyarakat Adat Suku Taa Mendesak Perusahaan Sawit Tinggalkan Wilayah Adat di Sulawesi Tengah
- Seminar Nasional di UNY Bahas Pembaruan Hukum Acara Pidana
- Menteri Kehutanan Bahas Konservasi Badak dan Ekowisata dengan Edge Group dan Dr Niall McCann
- Strategi Bijak Berinvestasi Emas
- LindungiHutan Perkuat Peran Petani dalam Program Penghijauan dan Ketahanan Iklim
Jejak Megalitik Pasemah: Ruang Sakral dan Warisan Leluhur
.jpg)
JAKARTA – Kawasan Pasemah di
Sumatera Selatan menyimpan jejak penting peradaban megalitik Nusantara.
Situs-situs arkeologi di Pasemah, yakni sekitar lereng Gunung Dempo, memperlihatkan
cara leluhur memilih ruang hidup. Ini bukan semata karena faktor geografis,
melainkan juga nilai religius dan simbolik.
Hal itu disampaikan Triwurjani, Peneliti Pusat Riset
Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, dalam Forum Kebhinekaan Seri #31
bertajuk “Rekam Jejak Manusia dan Budaya Austronesia di Nusantara” yang digelar
daring, Kamis (25/9/2025). Ia menjelaskan, lanskap Pasemah sarat dengan
peninggalan arkeologi berupa arca, dolmen, menhir, kubur batu, hingga lukisan
dinding batu.
“Situs Megalitik di Kawasan Pasemah memperlihatkan betapa
leluhur kita memilih lokasi permukiman tidak hanya berdasarkan aspek geografis,
tetapi juga nilai religius, simbolik dan aksesibilitas. Sebaran arca di
Pasemah menunjukkan keterkaitan erat dengan alam sekitar, terutama sungai,
bukit, dan lembah,” ungkapnya.
Baca Lainnya :
- Deklarasi Sira, Satu Suara Pemuda Adat untuk Para Pemimpin Dunia0
- Seminar Nasional di UNY Bahas Pembaruan Hukum Acara Pidana 0
- LindungiHutan Perkuat Peran Petani dalam Program Penghijauan dan Ketahanan Iklim0
- Dari Binus International ke Brisbane: Perjalanan Fannisa Widya Puteri Kuliah Double Degree0
- Tonggak Sejarah Medis Tanah Air: Robot Bedah Otak Pertama di Indonesia Hadir di Siloam Hospitals0
Menurutnya, situs-situs megalitik di lereng Gunung Dempo
menjadi bukti bagaimana ruang hidup, kepercayaan, dan alam berpadu dalam satu
lanskap budaya. “Melalui penelitian ini, Pasemah dipandang bukan sekadar tempat
tinggal, melainkan ruang sakral yang sarat makna sosial dan budaya, sekaligus
bagian dari jejak Austronesia di Nusantara,” tutupnya.
Kaya dengan Situs Neolitik, Indonesia Punya
Potensi Besar Ungkap Jejak Nenek Moyang Austronesia
Di kesempatan yang sama, Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi,
Marsis Sutopo mengungkapkan bahwa Austronesia merupakan tema penting dalam
kajian arkeologi prasejarah. Hal tersebut karena selalu melahirkan temuan baru
dari berbagai situs di Indonesia.
“Revolusi neolitik menjadi tonggak awal peradaban ketika
manusia mulai hidup menetap dan bercocok tanam. Dari sana berkembang ke masa
perundagian, protosejarah, hingga era digital yang kita alami sekarang.
Indonesia dengan kekayaan situs neolitik memiliki potensi besar untuk terus
mengungkap jejak nenek moyang Austronesia,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan
Sejarah BRIN, Irfan Mahmud menerangkan bahwa jejak Austronesia bukan sekadar
sisa diaspora masa lalu, melainkan jaringan identitas hidup yang menyatukan
seni, ritual, maritim, dan agraria dalam satu lanskap budaya. “Indonesia bukan
hanya tempat transit, melainkan laboratorium sejarah tempat terbentuknya
identitas Austronesia,” tekannya.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi Bahasa dan Sastra BRIN,
Herry Jogaswara menegaskan pentingnya menjadikan diskusi ilmiah sebagai pintu
masuk bagi riset lanjutan, sebagaimana pembahasan dalam diskusi ini. Melalui
forum ini, ia juga mengingatkan adanya kesempatan pengajuan riset koleksi
melalui call for collaboration (CFC) tahap dua, serta opsi penambahan anggaran
riset melalui mekanisme top up kegiatan.
“Kebiasaan untuk kita berdiskusi ini sesuatu yang bagus dan
harus diteruskan, tapi kalau bisa dari diskusi ini menjadi awalan dari kegiatan
kita untuk melakukan riset selanjutnya,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, ia mengingatkan bahwa pihaknya
sedang membuka call for collaboration (CFC) tahap dua dengan fokus pada riset
koleksi. Selain itu ada mekanisme lain, yaitu top up kegiatan, yang syaratnya
cukup Kerangka Acuan Kerja (KAK) saja untuk menjustifikasi bahwa kegiatan
tersebut memerlukan penambahan anggaran agar hasil riset maupun analisis
semakin tajam. Untuk itu, ia berharap agar program - program tersebut dapat
dimanfaatkan.
Memperkuat itu, dalam forum, para peneliti menegaskan pentingnya kajian Austronesia tidak hanya bagi pengembangan ilmu arkeologi, tetapi juga dalam memperkuat kesadaran kolektif masyarakat Indonesia. Identitas Austronesia dipandang sebagai fondasi kultural yang menyatukan keberagaman etnis dan budaya Nusantara. (pau/ed:And,jml)
