Pasar, Novel dan Harapan

By PorosBumi 07 Agu 2025, 07:46:24 WIB Tilikan
Pasar, Novel dan Harapan

M Ghaniey Al Rasyid

Penulis lepas, pengeliping dan penikmat sastra, tinggal di Surakarta

 

Baca Lainnya :

PASAR sebuah tempat di mana kebahagian dibentuk. Orang beramai-ramai mengais kebutuhan di tengah hiruk pikuk pasar. Berjejal bersama pengunjung hingga menghidu aroma khas yang menyembul di sela-sela kubis dan potongan daging ayam.

Pasar hadir, acap kali tak serupa. Meski demikian tujuannya ialah sama, menyediakan penawaran mengikat permintaan, kurang lebih demikian bila kita menyitir maksud equilibrium pasar. Dari analisa itu, memberi tahu, tingkat kenormalan sebuah pasar, apakah sejurus dengan permintaan dan penawaran atau bahkan berbanding terbalik.

Kemudian, di Majalah Gatra, 19 Agustus 1995, dengan kertas licin dan sedikit bergelombang terlampir. Pasar yang berlangsung tak seperti pada umunya. Sebuah pasar yang mengapung diatas riak berkecipak menyodorkan barand dagangan.

Di sebuah sampan, tergelatak hasil bumi. Ada jeruk, pisang, cempedak, hingga selada air yang masih nampak segar. Lampiran kertas itu mengajak pembaca menilik yang silam. Peringatan setengah abad republik dari balik lensa kamera.

Potret pasar itu seakan bergeming, bahwa hiruk-pikuknya menyuarakan tentang hidup. Di situ membicarakan tentang nilai, laba dan pengharapan. Sejumput asa memenuhi kebutuhan. Kemudian persis di bawah foto, secarik kalimat menuai maksud, ‘Bisnis tidak mengenal waktu dan tempat’. Mafhum, bisnis dan pasar mempertemukan maksud jual dan beli.

Pasar-pasar menghidupkan bisnis. Bagi pedagang, aktivitasnya ialaha harapan di esok nan penuh tanya. Bagi pengamat ekonomi, perdagangan itu, nafkah negeri. Setiap tetes aktivitasnya ialah kesejahteraan.

Kemudian dalam buku novel gubahan Emile Zola berjudul Belly of Paris, mengajak kita untuk menilik pasar. Pasar-pasar Eropa abad ke-18, jauh berbeda dengan yang kiwari. “Sebuah gerobak penuh kubis dan gerobak lain yang penuh kecang polong bergabung di Pont de Neuilly dengan dekapan gerobak yang membawa wortel dan lomba dar Nanterre; kuda-kuda berjalan atas kehendak sendiri kepala tertunuduk namun malas…”

Sebelum matari menyembul, para pedagang di Paris menembus kabut tipis yang berselimut dingin. Aktivitasnya itu menaruh sejumput asa, bagi generasi mendatang.

Novel itu menyigi tentang Paris yang silam. Mengangkat nestapa akan kuasa, saat kudeta Napolen Luis Bonaparte pada Desember 1891, membikin Paris cukup kelabakan. Florent pemeran utama dalam cerita, dikisahkan menjadi korban. Ia melarikan diri dari camp siksa untuk hidup di tengah hiruk-pikuk paris, termasuk di pasar Les Halles.

Florent yang lapar dan dipenuhi oleh trauma berat oleh siksa rezim, terpekur di tengah hiruk-pikuk pasar Les Halles. Novel yang beraroma sejarah itu, bergeming tentang makanan, politik dan pasar. Setelah runyam silang-sengkarut kudeta, pasar begitu dinantikan. Dengan jeli, Zola bergeming, bahwa pasar-pasar itu bekal kebahagian di meja makan. Sajian dan kenikmatannya itu, bekal bila kemurungan soal ‘kuasa’ itu datang tanpa permisi.

Pelbagai komoditas di pasar bakal tersaji di meja makan. Dapur mengepul bersama aroma memikat, menegaskan pentingnya fungsi pasar. Mekanisme pasar lekat dalam sejarah manusia. Dapur yang mengepul membeberkan kisah. Kisah tentang pasar yang menyediakan kebutuhan. Gemerincing koin gemertak membentur laci pedagang.

Uang-uang hasil berdagang membisikkan harapan. Harapan tentang hidup dari pasar dan silang-selangkarutnya. Sekumpulan modal itu membentuk sebuah kerangka ekonomi. Sumitor Djojohadikusumo dalam Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1991), memberi tahu kita tentang hiruk-pikuk perekonomian di Eropa pada masa yang dituliskan Zola.

Kata Sumitro aras perekonomian masyarakat waktu itu terhitung majemuk. Ditandai oleh berlangsungnya aktivitas tukar menukar (exchange) dalam transaksi jual beli pasar. Proses tukar-menukar produksi barang mentah, tenaga kerja, barang modal dan dana modal. Dalam Belly of Paris, di situ cukup lengkap membeberkan bagaiman sistem jual beli berlangsung. Para pedagang yang diguyur koin emas hingga psikologis dan ekonomi jauh hari sebelum Kahneman berujar.

Mirip yang dikisahkan oleh Zola, Sumitro membeberkan pula penemuan faktor psikologi dalam perekonomia di pasar medio abad ke-19. Di tengah pertukaran barang, disitu terselip rasa dalam memandang sebuah barang. Barang-barang itu memiliki tingkat kebaruan dan keusangan tergantung dari peniliknya.

Dalam segi psikologis, pihak peminta mempengaruhi perilaku di pasaran. Berdasarkan pertimbangan pokok ini dikembangkan pengertian faedah marginal (marginal utility, utility on the margin, faedah pada batas). Para pembeli menentukan harga di dalam pasaran.

Para pengamat ekonomi itu menelisik di balik meja kerjanya. Mereka menerka perilaku konsumsi di dalam pasar. Syahdan, pasar-pasar itu kemudian dijadikan rujukan menentukan sikap dalam perkonomian dari waktu ke waktu. Tempat yang acap kali ramai itu, mulanya hanya dijadikan tempat bertemu memenuhi kebutuhan. Selanjutnya pasar-pasar itu berkembang menjadi penafsiran lain yang lebih memukau.

Deng Xiaoping misalnya, di medio abad ke-20, ia menekankan pasar sebagai tujuan utama dan mulia dalam menyongsong Republik Rakyat Tiongkok. Tanah-tanah tak produktif dibikin sentra produksi yang tingkat pembikinannya lebih dari pabrik-pabrik pada galibnya. Semua rakyat menganggukan sepakat, sembari bergeming, ‘untuk republik’.

Pasar dalam benak Deng, ialah alat. Alat untuk menunjukkan taji di atas lalu lalang perdagangan. Pasar baginya bukan hanya menjemput laba, akan tetapi menaruh pengaruh terpatri, teringat dan diakui pembeli. Mafhum, inisiatif itu kemudian jadi harapan, harapan yang kemudian diwujudkan hingga kita mengetahui situasinya kiwari.

Pasar kemudian berkembang sedemikian rupa. Pasar tak hanya ditilik dari hiruk pikuk yang berada di lokasi tertentu, akan tetapi pasar-pasar itu kemudian berbenah pakaian seiring perkembangan zaman. Suatu hal yang tak pernah luput dari harapan ialah, pasar-pasar ingin selalu ramai, meskipun kini para pembali dirundung renung sambil menatap isi kantungnya. Sekian.

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment