- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan
- PFI Kepri Sambangi KSOP Batam, Perkuat Sinergi dan Semangat Foto Jurnalistik Maritim
- Belajar dari Makkah: Potensi Bio-Energi di Balik Sistem Pengolahan Limbah Modern
Bank Syariah Harus Capai Rasio Kewajiban Jangka Pendek 100 Persen

Keterangan Gambar : Ilustrasi OJK- Istimewa
JAKARTA- Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) akan mewajibkan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit
Usaha Syariah (UUS) untuk senantiasa memelihara rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR)
minimal sebesar 100 persen dengan penerapan secara bertahap.
Kepala
Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi
menyatakan hal itu tertuang POJK Nomor 20 Tahun 2025
tentang
Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR)
dan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio/NSFR) bagi
Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang telah resmi berlaku
“OJK
memperkuat pengelolaan likuiditas jangka pendek dan kestabilan pendanaan jangka
panjang pada industri perbankan syariah dengan POJK 20 tahun 2025,” tulis dia
dalam keterangan resmi, Jumat(31/10/2025).
Baca Lainnya :
- Laba Telkom Amblas 10 Persen Jadi Rp15,7 Triliun Akhir September 20250
- 40% Petani Sawit Hadapi Tantangan Ketertelusuran dan Sertifikasi di Tengah Kewajiban Kepatuhan EUDR0
- Bank Mandiri Muluskan Rencana BEEF Rambah Bisnis Baru Dengan Kredit Rp850 Miliar 0
- The Fed Pangkas Suku Bunga Jadi 3,75 Persen-4 Persen0
- OJK Perintahkan Pindar Syariah Ini Kembalikan Dana Lender0
Lewat
peraturan ini, jelas dua OJK juga
mewajibkan BUS dan UUS untuk melakukan perhitungan kecukupan likuiditas dan pemantauan
pendanaan stabil bersih secara berkala, baik pada tingkat individu maupun
konsolidasi, guna memastikan risiko likuiditas dikelola secara terukur dan
transparan.
“Pelaporan
serta publikasi atas rasio-rasio tersebut akan dilaksanakan secara bertahap
mulai tahun 2026 hingga 2028, sejalan dengan kesiapan industri dan harmonisasi
sistem pelaporan keuangan syariah,” papar dia.
Dengan
penerapan POJK ini, BUS dan UUS diharapkan mampu mengelola likuiditas dan
pendanaan secara lebih disiplin, mengoptimalkan komposisi aset dan liabilitas,
serta memperkuat kemampuan dalam menghadapi multiple
scenario tanpa mengganggu fungsi intermediasi.
Pada
saat yang sama, penguatan manajemen likuiditas dan pendanaan ini juga menjadi
bagian dari implementasi Roadmap
Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023–2027,
khususnya pilar I mengenai penguatan struktur dan ketahanan industri perbankan
syariah, yang bertujuan membangun ekosistem perbankan syariah yang tangguh,
efisien, dan berdaya saing tinggi secara internasional. serta pilar 5 yaitu
penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan perbankan syariah.
Secara
bersamaan, OJK juga mulai memberlakukan
POJK Nomor 21 Tahun 2025 tentang
Kewajiban Pemenuhan Rasio Pengungkit (Leverage Ratio) bagi BUS yang bertujuan untuk memperkuat
ketahanan struktur permodalan BUS, dengan mensyaratkan indikator tambahan
berupa leverage ratio sesuai standar
internasional yang terkini.
Leverage
ratio membantu peningkatan basic awareness
industri dalam mengembangkan bisnis secara proporsional
terhadap kapasitas permodalannya, tanpa menghitung benefit dari pembobotan
risiko aset (risk-weighted assets)
dan mitigasi risiko terhadap aset. Dengan kehadiran leverage ratio, diharapkan BUS semakin mampu mengantisipasi dampak deleveraging
pada multiple scenario.
Melalui POJK ini, BUS
diwajibkan untuk memelihara leverage ratio setiap waktu dengan threshold minimum sebesar 3 persen,
dengan kewajiban pelaporan pertama kali mulai berlaku
untuk posisi akhir triwulan pertama tahun 2026 dan kewajiban publikasi mulai dari September 2026.
POJK ini mulai berlaku bagi BUS sejak tanggal
diundangkan yaitu pada 17 September 2025.
Bagi BUS yang tidak mampu memenuhi threshold, dapat mengajukan rencana
tindak kepada OJK untuk memperbaikinya. Bagi BUS yang tidak mematuhi ketentuan
ini dapat dikenai sanksi administratif baik denda maupun non-denda.
Dengan terbitnya POJK Leverage
Ratio bagi BUS, OJK mendukung terciptanya struktur permodalan BUS yang
kuat, sehingga mampu menjadi pondasi bagi sistem
perbankan syariah yang sehat, berkembang, dan berdaya saing global serta
selaras dengan perkembangan standar internasional.
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

