- OJK Akan Tata Ulang Perijinan Perusahaan Gadai
- Jadi Pembina Kawasan Sungai Cipinang, MIND ID Komitmen Dukung Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan
- Wujudkan Ekonomi Kerakyatan, MIND ID Dorong 10.000 UMK Naik Kelas
- Masyarakat Adat Masukih Tolak Penambangan Emas Ilegal di Hutan Adat Kalimantan Tengah
- Cegah Tragedi Berulang, Kementerian PU Periksa Struktur Bangunan Dua Pesantren Besar di Jatim
- Survei Litbang Kompas: 71,5 Persen Puas dengan Kinerja Kementan
- Pertamina Wujudkan Transformasi Bisnis Berkelanjutan Melalui BBM Ramah Lingkungan
- Merawat Tradisi Penyembuhan Dayak Taboyan: Jaga Keseimbangan Alam, Roh, dan Manusia
- Mantan Bos BEI Minta Purbaya Jelaskan Definisi Saham Gorengan
- Israel Disebut Akan Tarik Mundur Pasukan Sepenuhnya Dari Gaza Dalam 24 Jam
Dari Nagari Ampalu, Jejak Baru Menuju Kedaulatan Pangan
.jpg)
LIMA PULUH KOTA - Kawasan
Daulat Pangan (KDP) Nagari Ampalu, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat,
resmi dideklarasikan pada Rabu (01/10/2025). Deklarasi ini menandai komitmen
baru para petani SPI di Nagari Ampalu untuk membangun sistem pangan berdasarkan
kedaulatan pangan dan UNDROP (United Nations Declaration on the Rights of
Peasant and Other People Working in Rural Areas / Deklarasi PBB tentang Hak
Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaan).
Nagari Ampalu sendiri memiliki total luasan 10.800 hektare
yang terdiri dari enam jorong atau dusun, yaitu Jorong Koto, Jorong Padang Aur,
Jorong Padang Mangunai, Jorong Mengunai, Jorong Guguak, dan Jorong Siaur.
Masyarakat Ampalu mayoritas menggantungkan hidupnya di pertanian dengan
berbagai hasil bumi seperti padi, sayur – mayur, buah-buahan, hingga
peternakan, hingga perkebunan seperti kopi. Praktik pertanian di sana
sebenarnya sebagian sudah dilakukan secara organik yang beririsan dengan
pertanian agroekologi. Namun, hasilnya belum optimal.
“Petani di Ampalu biasa sudah menanam padi, holtikultura,
buah-buahan, bahkan peternakan. Namun belum terintegrasi, ada yang tanam, ada
yang panen, di saat bersamaan, yang mana ini berpengaruh dan berdampak pada
tidak terkendalinya hama dan penyakit. Hal inilah yang kemudian membuat hasil
pertanian di sana tidak optimal,” ujar Kusnan selaku Kepala Badan Perbenihan
Nasional dan Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi SPI.
Baca Lainnya :
- Kejar Swasembada Pangan, Pandutani Pacu 21 Kanwil Akselerasi Kampung Patani di Seluruh Indonesia0
- Mendes Buka Serentak 1.000 Musdesus, Susun Proposal Bisnis Untuk Pengajuan Modal ke Himbara0
- Indonesia Lumbung Pangan Dunia: Bukan Hanya Beras, Bahan Pokok Lainnya Juga Sudah Tercukupi0
- LindungiHutan Perkuat Peran Petani dalam Program Penghijauan dan Ketahanan Iklim0
- Hari Tani Nasional: 25 Ribu Petani Akan Turun ke Jalan, Tagih Reformasi Agraria0
Pendidikan Agroekologi
Sebelum peresmian KDP, SPI terlebih dahulu mengadakan
Pendidikan Agroekologi bagi para petani di Ampalu. Kegiatan ini dilaksanakan
dalam dua tahap, pada Januari dan September, dengan jumlah peserta sebanyak 36
orang. Pendidikan ini menjadi langkah awal untuk memperkenalkan konsep KDP dan
agroekologi.
“Dalam pendidikan agroekologi, kita ajarkan cara membuat
pupuk, benih, nutrisi untuk tanaman, hingga pengendalian hama. Tujuannya agar
petani mandiri dan tidak lagi bergantung pada produk luar setiap kali bercocok
tanam,” jelas Kusnan.
Proses pendidikan
agroekologi di Nagari Ampalu
Selama ini, masyarakat Ampalu sudah terbiasa menanam padi,
hortikultura, buah-buahan, serta beternak, namun belum dilakukan secara
terpadu. Akibatnya, pola tanam yang tidak serentak memicu kerentanan hama dan
menurunkan produktivitas. Melalui pendidikan ini, SPI mendorong pengaturan pola
tanam bersama agar hasil panen bisa lebih terkendali dan menghasilkan produksi
pertanian yang unggul.
Antusiasme tinggi juga terlihat dari petani perempuan di
Ampalu. “Alhamdulillah selama pendidikan dan pelatihan agroekologi di Nagari
Ampalu, petani perempuan sangat antusias. Terbukti dengan kehadiran mereka
setiap hari lebih dari 30 persen, hingga hari terakhir pelatihan,” ungkap Yossi
salah seorang petani perempuan di Ampalu.
Praktik pada pendidikan
agroekologi di Nagari Ampalu
Para petani di Ampalu sudah mulai bertransformasi menuju
praktik pertania agroekologi. Melalui pendidikan agroekologi yang diberikan
oleh SPI, para petani sudah mulai mencoba menanam secara agroekologi. Sebagai
contoh, Yossi juga membagikan pengalamannya di lahan pribadi. Ia sudah memanen
hasil dari kebun pisang setelah menggunakan pupuk kompos. “Kalau di lahan
petani di Ampalu, sebagian sudah mulai melakukan tanam padi tanpa pupuk kimia
lagi,” tambahnya.
Tantangan dan Jalan ke Depan
Tantangan hadir dalam hal distribusi dan pasar. Qomarun
Najmi dari Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi SPI mengungkapkan bahwa
koperasi dan jejaring pasar yang belum terbangun menjadi tantangan bagi petani
di Ampalu. “Selama ini, petani di Ampalu masih bergantung pada pasar, yang mana
pasarnya ini sampai ke luar daerah bahkan ke luar pulau. Posisi petani sangat
tergantung sangat pasar, terutama dalam hal harga. Petani di sana benar-benar
mengikuti saja harga yang berlaku di pasar,” ujar Qomar.
Untuk menjawab tantangan tersebut, SPI mendorong pembentukan
Koperasi Petani Indonesia (KPI) Basis Ampalu sebagai offtaker. “Jadi hasil
pertanian dari para petani bisa ditampung oleh koperasi ini, lalu koperasi yang
akan mendistribusikannya,” ungkap Kusnan.
Sejalan dengan hal itu, Qomar menambahkan, “Harapan kita
tentu para petani bisa memperkuat koperasi petani yang ada di Ampalu. Dari
penguatan koperasi ini, posisi tawar petani terhadap pasar bisa meningkat
sehingga mereka tidak lagi bergantung pada pasar. Ke depan, kita juga berharap
petani dapat membangun kerja sama dan jejaring antarkoperasi.”
Peresmian KDP Ampalu menjadi langkah penting bagi SPI untuk
membangun kedaulatan pangan. Dengan pendidikan agroekologi, penguatan koperasi,
serta semangat kolektif petani, Ampalu dihadapkan tumbuh menjadi kawasan yang
bisa meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus menyediakan pangan yang
berkualitas bagi masyarakat.
“Harapannya tentu anggota kita di Ampalu bisa lebih
sejahtera dari sebelumnya, sekaligus mampu berkontribusi mengatasi krisis
pangan, baik di tingkat lokal maupun nasional,” pungkas Kusnan.
