Eksplorasi Alam Semesta

By PorosBumi 10 Jan 2025, 06:46:57 WIB Tilikan
Eksplorasi Alam Semesta

Joko Priyono

Fisikawan Partikelir dan Budayawan

 

Baca Lainnya :

ALAM semesta, yang punya istilah lain berupa “kosmos” adalah hal yang belum selesai. Ada banyak ruang kosong yang kemudian mengharuskan kesadaran dan kemampuan akal budi untuk menelaahnya. Sejak peradaban manusia mengenal “ilmu dan pengetahuan” maupun “sains”, upaya eksplorasi itu terus dilakukan.

Para ilmuwan merelakan energi, pikiran, dan materi dalam mengumpulkan data, melakukan verifikasi, hingga menyusun hipotesis untuk mengerti seluk-beluk di dalamnya. Uraian demi uraian kemudian disajikan kepada publik melalui tulisan.

Para pembaca di Indonesia tak ketinggalan diajak untuk menyaksikan sekaligus melakukan penghayatan bahwa sains menjadi satu bagian penting. Kesadaran itu kemudian menggerakan raga dan batin dalam permenungan mendalam bahwa kita sebagai manusia di luasan alam semesta ini adalah bagian kecil, ibarat biji sawi maupun bubuk mesiu.

Diskursus gagasan mengenai kosmos, kiranya kita perlu memberi ruang bagi buku garapan Ann Druyan, kosmolog Amerika Serikat melalui sebuah bukunya, Cosmos: Possible Worlds (2019). Buku tersebut diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Zia Anshor dan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama dengan judul Kosmos: Aneka Ragam Dunia (2020). Buku itu penggenap adikarya suaminya, Carl Sagan, yang telah diterjemahkan pada bahasa Indonesia berjudul Kosmos (Kepustakaan Populer Gramedia, 2016).

Penyampaian Ann dalam halaman demi halaman buku membuat pembaca mudah dibuat kagum. Ia dengan naratif menghadirkan tulisan yang memikat pembaca sejak halaman awal. Situasi batin yang dialami bersama suaminya tak dapat ditampik. Ann Druyan mengisahkan awal jatuh cinta kepada Sagan saat keduanya berkolaborasi pada proyek Voyager NASA di tahun 1997.

“Seperti cinta, sains adalah sarana menuju transendensi, pengalaman menjalani hidup sepenuhnya. Pendekatan saintifik terhadap alam dan pemahaman saya akan cinta itu sama: Cinta meminta kita melampaui harapan dan ketakutan kekanak-kanakan, saling menerima realitas. Cinta yang tak gentar seperti itu tak pernah berhenti berani maju lebih dalam, menjangkau lebih jauh” (hlm. xxv).

Keteguhan mengenai sains membawa Ann menengok masa lalu, bagaimana manusia menafsirkan akan alam semesta. Ia memaparkan cerita demi cerita pencarian akan kosmos yang begitu beragam. Kisah para leluhur, evolusi manusia, hingga revolusi ilmiah. Cerita-cerita Ann jujur, apa adanya, dan tak memosisikan sejarah sains berjalan dalam lajur linier. Ini menjelaskan di balik kemegahan narasi sains juga menyisakan sejarah pertikaian yang mencuatkan pada relasi sosial politik maupun teologi.

Ketegangan itu misalnya terjadi pada abad ke-17. Dua nama penting yang memberi kontribusi pada kelahiran revolusi ilmiah, Giordano Bruno dan Galileo Galilei atas paradigma baru mengenai gagasan astronomi. Gagasan keduanya dipandang otoritas agama ketika itu bertentangan dengan keyakinan maupun doktrin dalam agama. “Giordano Bruno dan Galileo Galilei telah mengumumkan keberadaan dunia-dunia lain. Karena bid’ah itu, mereka dibuat menderita” (hlm. 20).

Ann Druyan menyusun kronik atas sejarah dan cerita masa lampau sebagai bekal pembacaan situasi kini, dan juga mengimajinasikan masa depan jagat raya. Hal yang diketengahkan secara mendasar adalah runtutan sejarah yang—antara satu dengan lainnya saling terkait dan melengkapi dalam gagasan kosmos. Satu gagasan yang disorot oleh Ann adalah Albert Einstein. Sosok penggagas relativitas yang terlibat pada kelahiran fisika kuantum pada awal abad XX.

Fisika kuantum diawali oleh Max Planck dengan gagasan cahaya terdiri dari paket energi atau kuanta pada 1901. Fisikawan Italia Carlo Rovelli dalam buku Tujuh Pelajaran Singkat Fisika (Gramedia Pustaka Utama, 2019) menyebutkan, “Jika Planck adalah ayahnya teori kuantum, maka Einsteinlah pengasuhnya.” Ann memberi penjelasan mengenai gagasan Einstein praktis memberi pengaruh luas kepada banyak ilmuwan dalam mengagas ruang dan waktu di alam semesta.

“Teori relativitas Einstein, dengan visinya menunggang berkas cahaya melintas kosmos, dan penemuan Edwin Hubble bahwa galaksi-galaksi saling menjauh selagi alam semesta mengembang—itulah yang membuat merinding para ahli astronomi itu, bukannya memandangi batu di halaman belakang rumah sendiri” (hlm. 171).

Acuan di atas memberi dampak perkembangan ilmu, secara khusus kosmologi. Kosmologi mengajak akal budi untuk mencari jawaban atas pertanyaan demi pertanyaan mengenai alam semesta. Kita diajak mengingat orasi ilmiah kosmolog, filsuf, dan ahli astronomi perempuan pertama di Indonesia, Karlina Supelli dalam momentum Nurcholish Madjid Memorial Lecture pada 28 Oktober 2010. Di kesempatan itu, Karlina menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Ciri Antropologis Pengetahuan”.

Karlina membabarkan banyak hal, meliputi kebhinekaan, filsafat, teologi, sosial, politik, pendidikan, dan sains, dengan menitikberatkan pada keberadaan kosmologi. Ia menyebutkan, “Corak khas kosmologi membuka peluang bukan saja bagi pendekatan multidisiplin atau lintas disiplin, tetapi terutama transdisiplin untuk problem-problem mendasar yang penafsirannya beririsan dengan beragam bidang pengalaman manusia.”

Pernyataan itu memberi penjelasan penting, bahwa kosmologi sebagai bentuk pencarian sejarah dan asal-usul alam semesta membawa kita mengerti bahwa tatapan penting adalah terhubung dengan bergam hal. Baik sains, sosial, politik, teologi, lingkungan, hingga ekonomi. Di dalam bukunya Ann memang tidak menjelaskan secara mendalam akan corak pengetahuan tersebut, namun ia hanya sebatas menghadirkan bagian-bagian kecil yang mengisi cerita dalam tulisan demi tulisan garapannya.

Meskipun demikian, keterangan Ann tetap penting dalam situasi mutakhir dan bacaan untuk masa depan. Di antaranya tantangan kepunahan keenam yang menjadi bagian dari antroposen, masalah global yang membayangi manusia hingga kini, seperti kriris iklim.

Ann mengajak kita untuk menilik ulang sejarah bagaimana para leluhur kita membangun keterhubungan pada alam. Itu tak lepas bahwa dalam sejarah panjang pengetahuan, antroposen menempatkan manusia yang menyalahgunakan pengetahuan, sebagaimana dicatat Ann, “pengetahuan bisa menjadi kutukan” (hlm. 335).

Dalam hiruk-pikuk perkembangan dunia, kosmologi telah melangkahkan kaki risetnya kepada objek seperti kemungkinan planet di luar Bumi yang mungkin ada kehidupan hingga makhluk angkasa luar. Aan Druyan dalam beberapa bab bagian terakhir memerikakan satu batas penting yang menjadi refleksi bersama. Tiada lain adalah keberadaan kita di Bumi ini.

“Ada masa depan yang berbeda, dunia lain yang mungkin. Antroposen dapat menjadi zaman kebangkitan manusia, ketika kita menanggapi tantangan dari kemampuan baru kita serta belajar menggunakan sains dan teknologi canggih namun selaras dengan alam” (hlm. 344). Ia menaruh harap, Bumi dengan berbagai tantangannya menjadikan manusia mau terus menaruh keselarasan dalam menjalani laku kehidupan.

 

Judul               : Kosmos: Aneka Ragam Dunia

Penulis           : Ann Druyan

Penerjemah   : Zia Anshor

Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama

Ukuran           : 15 cm x 23 cm; xxx + 381 Halaman

Tahun Terbit  : Cetakan Pertama, 2020

ISBN               : 978-602-06-3922-2

ISBN Digital   : 978-602-06-3923-9

 

 

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment