- Menkeu, Teori dan Kebijakan Tarif
- Uji Kelayakan Lokasi PLTN, BRIN dan BMKG Lakukan Kajian Potensi Tsunami di Pantai Gosong
- Perjalanan Jatuh Bangun Ali Sarbani, Anak Petani Sukses Berbisnis Properti
- KAI Daop 8 Pelajari Media Percontohan Pembelajaran Pencegahan Krisis Planet
- Pemerintah Perkuat Infrastruktur Pengelolaan Sampah Lewat Teknologi
- Kakek 103 Tahun Sukses Jualan di Tiktok Shop
- Asal-Usul Bubur Ayam Jakarta 46
- Foto Itu...
- Gubernur Pramono Anung Apresiasi Kiprah Muhammadiyah DKI Jakarta
- Huawei Mate XT, Smartphone Lipat Tiga Pertama Hadir di Indonesia
IDCI Soroti Lemahnya Peran TNI dalam Pertahanan Siber Nasional
.jpg)
JAKARTA - Indonesia Digital and Cyber
Institute (IDCI) mengkritisi hasil revisi Undang-Undang TNI yang disahkan DPR
RI, yang hanya menempatkan TNI sebagai pelengkap atau "membantu"
dalam pertahanan siber. Direktur Eksekutif IDCI, Yayang Ruzaldy, menyebut hal
ini bertentangan dengan Pasal 30 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan peran TNI
sebagai alat utama pertahanan negara.
Menurut Yayang, seharusnya TNI tidak hanya menjadi
pendukung, tetapi komponen utama dalam menghadapi ancaman di ruang siber.
Ancaman siber modern, yang mencakup sabotase digital, pencurian intelijen,
hingga konflik geopolitik, sudah setara dengan ancaman militer lainnya. Karena
itu, TNI harus diberikan mandat yang jelas untuk menangani serangan siber
strategis, seperti halnya yang dilakukan oleh US Cyber Command, Unit 8200
Israel, dan NATO.
Ia juga mengkritisi Perpres No. 8 Tahun 2021 yang tidak
mengklasifikasikan ancaman siber sebagai ancaman militer. Padahal,
lembaga-lembaga seperti BSSN dan Kemenkominfo tidak memiliki otoritas komando
militer yang diperlukan untuk merespons serangan siber terhadap infrastruktur
kritis.
Baca Lainnya :
- Kepala BP Taskin: Desa Membantu Pengentasan Kemiskinan Lebih Kontekstual Berbasis Budaya 0
- Mudik Gratis PLN Bersama BUMN Dibuka, Begini Cara Daftarnya di Aplikasi PLN Mobile!0
- Penguatan Kemitraan Kunci Penanggulangan Bencana di Wilayah Aglomerasi Jabodetabekjur0
- Nelayan Migran Indonesia Gugat Raksasa Seafood AS atas Dugaan Kerja Paksa0
- Muhammad Sirod: Dorong THR untuk Mitra Ojol, Janji Kampanye Prabowo Menjelma Kenyataan0
IDCI memperingatkan bahwa membiarkan TNI hanya berdiri di
pinggir arena siber akan menimbulkan kekacauan komando dan memperlemah
pertahanan negara. “Serangan ke pusat data nasional dan bank yang hanya
ditangani oleh lembaga sipil dengan koordinasi sektoral justru membuka potensi
kekosongan komando,” tegas Yayang.
IDCI merekomendasikan agar UU TNI direvisi lebih lanjut
untuk menjadikan pertahanan siber sebagai tugas pokok TNI, membentuk Komando
Siber Nasional di bawah TNI, dan mengintegrasikan doktrin active cyber
defense ke dalam sistem pertahanan negara.
“Ancaman siber sudah menjadi bagian dari peperangan modern
yang tidak hanya dapat ditangani oleh lembaga sipil. Sabotase digital,
pencurian data intelijen, hingga serangan terhadap infrastruktur kritis adalah
ancaman yang membutuhkan respons militer secara strategis dan real time,”
ujar Yayang.
Yayang menilai, saat ini Indonesia tertinggal dari
negara-negara lain yang sudah menempatkan militer sebagai pusat kendali siber.
Amerika Serikat memiliki US Cyber Command, Israel dengan Unit 8200, dan NATO
dengan doktrin pertahanan sibernya.
Ia juga menyoroti ketidakjelasan komando dalam penanganan insiden siber di Indonesia. Perpres No. 28 Tahun 2021 memberikan peran kepada BSSN dalam kebijakan teknis, sedangkan Kemenkominfo mengatur ruang digital melalui Perpres No. 174 Tahun 2024. Namun, keduanya tidak memiliki struktur militer yang dapat menangani serangan strategis.
“Ruang siber adalah fifth domain of warfare, setara
dengan darat, laut, udara, dan antariksa. Maka sudah saatnya Indonesia memiliki
Komando Siber Nasional di bawah TNI dengan otoritas strategis, operasional, dan
taktis,” jelas Yayang.
IDCI merekomendasikan tiga langkah ke depan: mengatur secara
eksplisit dalam UU TNI bahwa pertahanan siber adalah tugas utama TNI; membentuk
Komando Siber Nasional; dan mengintegrasikan active cyber defense dalam
doktrin pertahanan negara. Tanpa langkah konkret ini, Indonesia berisiko
menghadapi krisis kepercayaan institusional dan kerentanan terhadap ancaman
digital global.
