- Makin Canggih, OpenAI Hadirkan Mode Suara ke ChatGPT di Web
- Ini Penampakan Rudal Oreshnik Rusia untuk Gempur Pabrik Senjata Ukraina
- Terisolasi, Warga Gaza Hanya Satu Kali Makan Sehari dan Terancam Kelaparan
- Mimpi Bocah Gaza Menjelajah Bulan Tercabik-cabik Rudal Israel
- 44.000 Tewas di Gaza Akibat Serangan Israel, Separuhnya Wanita dan Anak-anak
- Mengenal Siklon Bom yang Menghantam AS, Asal Muasal dan Dampaknya
- 5% Aset Keuangan Islam Dapat Menghasilkan USD400 M untuk Pembiayaan Energi Terbarukan
- Penjaga Pantai AS Temukan Gunung Berapi Bawah Laut Semburkan Gas di Alaska
- Keunggulan Kamera Baterai Magnetik, Bikin Pengawasan Rumah Lebih Fleksibel
- Desa Energi Berdikari di Indramayu Wujudkan Ketahanan Pangan dan Energi
Mengenal Siklon Bom yang Menghantam AS, Asal Muasal dan Dampaknya
Keterangan Gambar : Satelit Lingkungan Operasional Geostasioner (GOES) milik Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) menangkap gambar siklon bom yang membawa angin kencang ke Pantai Barat AS. Foto/NOAA
WASHINGTON – Badai dahsyat tengah melanda Pantai Barat Amerika Serikat (AS) dan membawa serta istilah cuaca yang terdengar menakutkan, yaitu siklon bom. Tetapi apa itu siklon bom, bagaimana itu terjadi dan mengapa badai besar ini begitu ditakuti?
Menurut Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS, siklon bom terjadi selama intensifikasi cepat siklon yang terletak di antara daerah tropis dan daerah kutub. Siklon bom dapat terjadi ketika massa udara dingin bertabrakan dengan massa udara hangat, di atas perairan laut.
Siklon bom terbentuk ketika massa udara hangat dan dingin bertabrakan secara langsung, menyebabkan tekanan turun dan badai meningkat dengan cepat. Zona tekanan rendah ini juga menarik kelembapan tropis ke utara melalui sungai atmosfer, yang menyebabkan hujan lebat.
Baca Lainnya :
- Penjaga Pantai AS Temukan Gunung Berapi Bawah Laut Semburkan Gas di Alaska0
- Halo Robotics memperkenalkan Solusi Drone untuk Operasi SAR0
- Univ Pakuan-Belantara Foundation Edukasi Siswa Mendata Keanekaragaman Hayati0
- 5 Tren Teknologi AI yang Makin Canggih!0
- Ilmuwan Ungkap Penyebab Pasangan Selingkuh, Begini Penjelasan Ilmiahnya0
Siklon tersebut diklasifikasikan sebagai siklon bom memerlukan pengukuran yang rumit, sebagian besar ditentukan oleh penurunan tekanan yang cepat. Tekanan atmosfer diukur dalam milibar oleh Badan Cuaca Nasional.
Stephen Baron, seorang peramal cuaca di Badan Cuaca di Gray, Maine, menjelaskan jika badai kurang dari 24 milibar atau lebih dalam 24 jam atau kurang, badai tersebut dapat dianggap sebagai siklon bom.
“Menurut saya, peningkatan intensitas badai yang cepat adalah salah satu kejadian yang paling umum. Kami memang sesekali melihatnya bersama Badai Nor'easter,” kata Baron.
Secara umum siklon bom adalah istilah yang digunakan oleh para penggemar cuaca untuk menggambarkan proses yang biasanya disebut bombogenesis oleh para ahli meteorologi. Bombogenesis adalah intensifikasi cepat siklon dalam waktu singkat, dan dapat terjadi selama badai dahsyat.
Tidak jelas apa peran perubahan iklim dalam intensifikasi badai seperti ini, tetapi para ilmuwan mengatakan bahwa lautan yang menghangat meningkatkan kelembapan yang tersedot ke atmosfer dan memberikan sistem cuaca peningkatan energi.
Satelit Lingkungan Operasional Geostasioner (GOES)-Barat milik Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) menangkap gambar siklon bom yang membawa angin kencang ke Pantai Barat pada Selasa 19 November 2024 pagi.
Badai tersebut akan menghantam California utara, Oregon, dan Washington dengan angin kencang, banjir bandang, serta hujan lebat. Termasuk salju saat badai tersebut meningkat dengan cepat melalui proses yang dikenal sebagai bombogenesis.
Laju intensifikasi siklon ini berarti bisa menjadi "salah satu sistem tekanan rendah terkuat yang pernah tercatat di kawasan ini," tulis Daniel Swain, seorang ilmuwan iklim di Institut Lingkungan dan Keberlanjutan di Universitas California, Los Angeles, di platform sosial X.
“Tekanan rendah yang sangat kuat ini akan menghasilkan angin kencang yang berkelanjutan di lepas pantai, menghasilkan gelombang setinggi 60 kaki (18 meter),” tambahnya dikutip Live Science, Jumat (22/11/2024). (wib)