- Anggota ASPAI Se-Indonesia Uji Kompetensi Budidaya Anggur
- Mengintip Cara Anak Mengakrabi Kaki Seribu di Pemakaman
- 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer (1925-2025): Petani dan Biografi
- Pagar
- Mau Kuliah Gratis? Beasiswa Bank Indonesia 2025 Telah Dibuka, Ini Syaratnya!
- Air Terjun Weekacura, Hidden Gem di Sumba yang Punya Pesona Memanjakan Mata
- DWP Kemenkop dan LPDB Gelar Sosialisasi Perkoperasian dan Akses Pembiayaan Dana Bergulir di Cirebon
- Menakar Kunci Sukses Swasembada Pangan
- Patrick Pantera Negra Kluivert dan Memori Stadion Ernst Happel
- Pangan, Gizi dan Harapan
Pakar UGM: Kebijakan Stop Impor Pangan Harus Diikuti dengan Penguatan Infrastruktur Irigasi dan SDM
YOGYAKARTA - Pemerintah Indonesia
menegaskan akan berhentikan impor terhadap komoditas strategis seperti beras,
jagung, gula, dan garam di tahun 2025 ini. Keputusan yang telah diumumkan
setelah rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden bersama sejumlah
Menteri terkait pada akhir Desember silam ini, menjadi upaya pemerintah untuk
meningkatkan swasembada pangan dengan fokus pada peningkatan produksi dalam
negeri.
Menanggapi target tersebut, Guru Besar bidang Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian UGM, Prof. Subejo, S.P., M.P., Ph.D., menuturkan untuk
mencapai target kebijakan stop impor tidaklah mudah mengingat sektor pertanian
beserta sektor kelautan dan perikanan sebagai penopang ketahanan pangan masih
menghadapi banyak kendala yang masih belum terselesaikan.
“Mempertimbangkan data impor komoditas strategis pada
beberapa tahun terakhir, nampaknya program stop impor dalam satu tahun ini
sangat sulit, rentang tiga sampai empat tahun masih lebih realistis,” ujar
Subejo, Selasa (7/1).
Baca Lainnya :
- Kerja Sama Kementan-Densus 88, Bina Ribuan Napi Terorisme Perkuat Swasembada Pangan0
- Wamentan Pastikan Investasi Peternakan Sapi Melibatkan Peternak Lokal0
- Sejumlah Keputusan Penting Swasembada Pangan Kabar Baik untuk Petani Indonesia0
- Tonggak Baru Menuju Kemandirian Pangan 20250
- Epic Sale 2024: Sinergi Pemerintah dan Ritel Jaga Stabilitas Harga Pangan0
Menurutnya, semangat dan gagasan untuk menghentikan impor
pada komoditas beras, jagung, gula, dan garam sangatlah baik dan perlu
diapresiasi, meskipun akan memiliki dampak yang sangat kompleks terhadap
ketahanan pangan nasional. Data-data dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
impor keempat komoditas strategis tersebut masih sangat tinggi, sebagai contoh
pada komoditas beras masih menyentuh angka 3 juta ton/tahun, sedangkan jagung
mendekati 1 juta ton/tahun.
Bahkan pada komoditas gula menyentuh angka impor yang sangat
impresif senilai 4 juta ton/tahun. Hal serupa juga terjadi di komoditas garam
dengan angka impor mencapai 2 juta ton/tahun, sebuah ironi mengingat 63 persen
wilayah Indonesia merupakan perairan dengan garis pantai yang panjang.
“Untuk menutup kekurangan tersebut, kapasitas produksi
domestik dan ketahanan sektor pangan harus meningkat sangat signifikan dengan
berbagai macam pra-syarat, seperti ketersedian lahan produksi, infrastruktur,
akses terhadap input, pembiayaan, SDM, teknologi dan inovasi, serta tata kelola
dan kelembagaan yang memadai,” tuturnya.
Terkait ketersediaan lahan produksi, skala usaha pertanian
yang sangat kecil menjadi perhatian Subejo. Data Sensus Pertanian di tahun 2023
menunjukkan petani yang mengelola lahan seluas 1.000 meter persegi hanya
sejumlah 7 juta petani.
Meskipun mengalami peningkatan sekitar 70 persen
dibandingkan 10 tahun sebelumnya, namun layanan penyuluhan dan kapasitas SDM
petani yang masih terbatas, ditambah dengan sejumlah problematika lainnya
menyebabkan efisiensi produksi rendah dan tingkat produktivitas relatif
stagnan. “Pembukaan lahan-lahan pertanian baru yang memiliki kesesuaian tinggi
dalam skala terbatas dan manageable harus dilakukan secara bertahap,” jelasnya.
Tidak hanya itu, infrastruktur irigasi salah satu hal yang
sangat menentukan bagi petani bisa menanam komoditas pertanian dengan baik atau
tidak. Sebab berdasarkan data indeks pertanaman untuk padi masih kurang dari
1,5 yang berarti lahan-lahan padi secara nasional baru ditanami 1,5 kali dalam
setahun. Hal ini disebabkan terutama karena ketersediaan air yang masih sangat
terbatas.
Ia menegaskan, jika pembangunan infrastruktur skala besar
dan menengah yang ada di lintas provinsi, provinsi dan kabupaten maupun irigasi
mikro di desa-desa mendapat prioritas pembangunan dan revitalisasi, maka
potensi untuk meningkatkan indeks pertanaman menjadi sangat besar. Sedangkan
untuk peningkatan produksi dapat dilakukan melalui introduksi varietas padi
yang adaptif terhadap sumber daya air yang terbatas, salah satunya adalah Padi
Gamagora 7 yang dikembangkan oleh UGM.
Mengingat ketergantungan sebagian masyarakat terhadap impor
pada keempat komoditas strategis tersebut, menurut Subejo, secara keseluruhan
jika penghentian impor pangan yang tidak diikuti oleh peningkatan signifikan
dalam produksi pangan domestik dapat memperburuk ketahanan pangan jangka
pendek, menyebabkan kenaikan harga pangan, dan menambah tekanan inflasi. Hal
ini tentunya akan berisiko mengurangi daya beli masyarakat, terutama kelompok
berpendapatan rendah.
Untuk mencegah dampak negatif ini, kebijakan stop impor
harus disertai dengan langkah-langkah mitigasi selain peningkatan kapasitas
produksi domestik, seperti diversifikasi, penguatan sistem distribusi bagi
beras, jagung, gula dan juga garam, serta kebijakan sosial dan bantuan pangan
yang sekiranya bermanfaat bagi masyarakat rentan.
“Jika kebijakan stop impor tidak didukung oleh
langkah-langkah yang tepat, tentunya nanti akan ada potensi peningkatan
ketegangan sosial, ketidakstabilan ekonomi, dan dampak negatif lainnya. bagi
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” jelas Subejo.
Menurutnya, keberhasilan kebijakan stop impor ini sangat
bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan petani, yang
harus saling mendukung untuk memastikan peningkatan produktivitas pertanian,
penguatan ketahanan pangan, dan stabilitas harga pangan domestik.
Sektor swasta dan investor dianggap memiliki peran penting
dalam mendukung kebijakan stop impor yang digaungkan oleh Pemerintah.
Pasalmnya, sektor swasta dan investor dapat berkontribusi melalui kemitraan
dengan petani, seperti pembelian hasil pertanian secara konsisten ataupun
melalui penyuluhan dan pendampingan teknologi.
“Sektor swasta juga dapat melakukan investasi dalam
teknologi pertanian, sebagai contoh pemanfaatan Internet of Things (IoT),
pengolahan pasca panen dan penyimpanan untuk memudahkan distribusi, serta
dengan memberikan bantuan pembiayaan,” katanya.
Subejo juga mengingatkan kebijakan stop impor bagi komoditas
strategis yang diterapkan oleh pemerintah bisa berpotensi memengaruhi hubungan
perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra impor utama. Namun demikian, jika
kebijakan tersebut dilakukan bertahap dan konsisten, serta dapat dibuktikan
kemampuan peningkatan efisiensi produksi dan daya saing produk-produk nasional
maka proses akan bisa lebih smooth.
Jika kebijakan ini terbukti mendukung produksi dalam negeri
dan menurunkan ketergantungan pada impor, Indonesia bisa memperkuat ketahanan
pangannya. “Dengan efisiensi produksi yang tinggi, maka sebetulnya secara
ekonomi dan factual, memang produk nasional seharusnya mampu bersaing dengan
produk dari negara manapun,” tutupnya. (Triya Andriyani)