- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan
- PFI Kepri Sambangi KSOP Batam, Perkuat Sinergi dan Semangat Foto Jurnalistik Maritim
- Belajar dari Makkah: Potensi Bio-Energi di Balik Sistem Pengolahan Limbah Modern
Penghakiman Para Pendosa dengan Dosa Berbeda
.jpg)
KALIMAT ini
adalah kritik tajam terhadap kemunafikan sosial — bagaimana manusia sering
menilai orang lain bukan karena mereka lebih suci, tapi karena dosa yang mereka
lakukan tidak sama. Padahal, pada hakikatnya, setiap manusia membawa cacat dan
kesalahan masing-masing. Hanya saja, bentuknya berbeda: ada yang tampak di mata
publik, ada yang tersembunyi di balik senyum dan status sosial.
Ungkapan ini menyingkap tabir bahwa banyak “penilaian moral”
dalam masyarakat bukanlah lahir dari keimanan, melainkan dari ego dan perasaan
lebih baik. Kita lupa bahwa yang berhak menghakimi hanyalah Tuhan, sementara
manusia seharusnya saling menasihati, bukan saling menuding.
Ketika seseorang menghina dosa orang lain, sebenarnya ia
sedang menutupi sisi gelap dirinya sendiri. Ia lupa bahwa mungkin, dalam
pandangan Tuhan, dosa yang ia anggap kecil justru lebih berat daripada dosa
orang yang ia cela.
Baca Lainnya :
- Tak Sekadar Bantuan, Melainkan Wujud Cinta0
- Tangis dan Tawa0
- Pada Hari Seorang Buta Bisa Melihat, Hal Pertama yang Ia Buang Adalah Tongkat0
- Bakung: Tradisi Lisan Masyarakat Adat Dayak Bahau Busang 0
- Kementerian PU Bangun 43 Jembatan Gantung, Solusi Atasi Kesulitan Akses Transportasi Masyarakat0
Maka, pesan sejatinya adalah rendahkan hatimu dan
berhentilah menilai orang dari kesalahannya. Karena yang memuliakan bukanlah
tanpa dosa, melainkan yang sadar akan dosanya dan terus berusaha
memperbaikinya.
“Jangan sibuk menghitung dosa orang lain. Cukup sibuklah
bertaubat atas dosa sendiri — karena di mata Tuhan, semua kita sama: hamba yang
sedang belajar pulang.”
(Sumber:
FB Suluksalik)
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

