- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan
- PFI Kepri Sambangi KSOP Batam, Perkuat Sinergi dan Semangat Foto Jurnalistik Maritim
- Belajar dari Makkah: Potensi Bio-Energi di Balik Sistem Pengolahan Limbah Modern
Cesium-137 Menyusup ke Rantai Pangan: WALHI Desak Revisi Regulasi Limbah
6.jpg)
JAKARTA - Penemuan limbah radioaktif
yang berasal dari aktivitas peleburan logam di Cikande memiliki kemiripan
dengan kasus Batan Indah tahun 2020. Kedua kasus bermula dari ketidaksengajaan
dalam proses pemeriksaan menggunakan detektor radioaktif. Dalam kasus terbaru,
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mendeteksi keberadaan
radioaktif dalam produk udang. Setelah dilakukan penelusuran, diketahui bahwa
udang tercemar tersebut berasal dari Indonesia.
Investigasi lanjutan di Indonesia menunjukkan bahwa sumber
cemaran bukan berasal dari aktivitas budidaya udang, melainkan dari pabrik
peleburan logam yang berlokasi di sekitar fasilitas pengemasan udang. Meski
peleburan logam menjadi sumber utama, asal logam yang dilebur—yang mengandung
radioaktif—belum dapat dipastikan, apakah berasal dari dalam negeri atau dari
luar negeri. Cesium-137 sendiri merupakan isotop radioaktif yang lazim
digunakan oleh berbagai industri di Indonesia untuk keperluan pengukuran.
Kejadian pembuangan limbah Cesium-137 secara ilegal pernah
terjadi sebelumnya pada tahun 2020 di kawasan Batan Indah. Pasca kejadian
tersebut, tidak ada kejelasan mengenai keberadaan casing dari Cesium-137—apakah
telah dibuang dengan benar atau justru masuk ke dalam rantai industri peleburan
logam. Umumnya, Cesium-137 disimpan dalam casing inti berbahan timbal, dilapisi
dengan casing tambahan di bagian luar.
Baca Lainnya :
- Taman Nasional Ujung Kulon Sabet Asia Environmental Enforcement Recognition of Excellence0
- Pertamina Hulu Rokan Jaga Keanekaragaman Hayati melalui Konservasi Gajah Liar 0
- Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, BRIN Ingatkan Bahaya Polusi dari Langit0
- Tiga Anak SMA Ini Sulap Limbah Makanan Jadi Pakan Unggas 0
- Unas, Kedubes Malaysia, TNI AL dan KIH Tanam 10.000 Mangrove di Pesisir Kampung Bahari Nusantara0
Dalam kasus Cikande, sumber logam terkontaminasi radioaktif
belum dapat dipastikan, baik berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Industri peleburan logam di wilayah tersebut diketahui menerima logam bekas
dari berbagai sumber, termasuk impor. Hingga saat ini, penelusuran terhadap
asal logam terkontaminasi belum membuahkan hasil. Sementara itu, penelusuran
terhadap sebaran pencemaran telah menemukan sejumlah lokasi dengan tingkat
radioaktif tinggi, termasuk di luar wilayah Cikande.
Penyebaran cemaran di luar kawasan industri peleburan
berlangsung tanpa kendali. Bahkan, tingkat radioaktif sangat tinggi ditemukan
di lokasi-lokasi reklamasi dan timbunan. Hal ini merupakan dampak dari
kebijakan dalam UU Omnibus Law bidang ketenagakerjaan, khususnya PP 22 Tahun
2021 Lampiran XIV, yang menghapus slag peleburan besi dari daftar limbah B3.
WALHI telah mengingatkan pemerintah mengenai potensi pencemaran luas akibat
pelonggaran tersebut
Cek disini (https://www.walhi.or.id/jokowi-cabut-aturan-pelonggaran-limbah-b3-menjadi-limbah-non-b3)
Pelepasan slag dari daftar limbah B3 menyebabkan pencemaran
radioaktif yang sulit ditelusuri dan sangat mahal untuk dibersihkan.
Di sisi lain, WALHI juga telah memperingatkan pemerintah
agar melarang atau setidaknya mengawasi secara ketat impor bahan baku industri
berupa limbah atau sampah sejenis. Impor limbah atau sampah sangat rentan
disusupi oleh material atau bahan-bahan yang sebenarnya dilarang untuk masuk.
Hal ini tidak hanya terjadi pada impor scrap metal, tetapi juga pada limbah
elektronik bekas, kertas bekas, dan plastik bekas yang disusupi bahan
terlarang. Pada September 2025, sempat terdeteksi masuknya limbah terlarang melalui
impor elektronik bekas di Pelabuhan Batu Ampar, Batam.
“WALHI meminta pemerintah untuk menghentikan impor sampah
ataupun limbah dari luar negeri dan melakukan pengawasan ketat untuk impor
bahan baku industri tertentu” tuntut Dwi Sawung, Manajer Kampanye
Infrastruktur dan Tata Ruang WALHI. Lebih Lanjut Dwi Sawung mengatakan WALHI
juga meminta pemerintah merevisi PP 22 tahun 2021 dengan membatalkan pencabutan
daftar B3 dalam lampiran XIV PP 22/2021 kekhawatiran WALHI terbukti dengan
ditemukannya slag yang terkontaminasi radioaktif tersebar tidak terkendali.
WALHI juga meminta dilakukan penelitian epidemiologi terhadap mereka yang
beraktifitas ataupun tinggal dengan pusat cemaran radioaktif tersebut.
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

