- Lakon Pandawa Nawasena: Tradisi Wayang Orang dalam Sentuhan Lintas Generasi
- Jejak Megalitik Pasemah: Ruang Sakral dan Warisan Leluhur
- Deklarasi Sira, Satu Suara Pemuda Adat untuk Para Pemimpin Dunia
- Mendes Buka Serentak 1.000 Musdesus, Susun Proposal Bisnis Untuk Pengajuan Modal ke Himbara
- Indonesia Lumbung Pangan Dunia: Bukan Hanya Beras, Bahan Pokok Lainnya Juga Sudah Tercukupi
- Masyarakat Adat Suku Taa Mendesak Perusahaan Sawit Tinggalkan Wilayah Adat di Sulawesi Tengah
- Seminar Nasional di UNY Bahas Pembaruan Hukum Acara Pidana
- Menteri Kehutanan Bahas Konservasi Badak dan Ekowisata dengan Edge Group dan Dr Niall McCann
- Strategi Bijak Berinvestasi Emas
- LindungiHutan Perkuat Peran Petani dalam Program Penghijauan dan Ketahanan Iklim
Dibanding Jagung dan Padi, Swasembada Kedelai Paling Berat

Detik, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini fokus tengah fokus mengejar target swasembada 3 komoditas pangan utama antara lain beras, jagung, dan kedelai atau Pajale. Di antaranya ketiganya, peningkatan produksi kedelai jadi paling sulit.
Kepala Biro Perencanaan Kementan, Kasdi Subagyono, mengatakan ada 2 permasalahan paling pelik untuk mencapai swasembada kedelai yakni lahan yang sempit, serta harga kedelai yang tidak menguntungkan petani. Di sisi lain, ketergantungan pada kedelai impor saat ini juga sangat besar."Kedelai ini paling sulit (swasembada), karena produksinya baru 890.000 ton, bandingkan dengan kebutuhannya setahun 2,7 juta ton. Masih kurang banyak sekali, jadi harus impor terus," ucap Kasdi kepada detikFinance ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
"Ada dua hal perspektif kami, yakni di lahan dan harga. Harga kedelai tidak kompetitif dengan jagung dan beras. Kemudian lahan juga sangat sedikit, makanya dalam upaya khusus kita bukan kembangkan di lahan irigasi, tapi di lahan kering dan tadah hujan. Kalau ditanam di lahan irigasi yang 8 juta hektar, pasti rebutan (dengan padi dan jagung)," tambahnya.Sementara untuk mengatasi harga, sebenarnya pemerintah lewat Kementerian Perdagangan, telah merilis harga acuan kedelai lokal, namun hal itu belum terealisasi optimal di lapangan.
Baca Lainnya :
- Lahan Bertambah, RI Akan Kelebihan Produksi Jagung0
- Perkebunan, Sektor Menjanjikan di Kota Metropolitan Semarang0
- Buat Program Gema Pamili, Banyuwangi Berupaya Wujudkan Kemandirian Pangan0
- Pedagang Makanan-Minuman Senang Penetapan Harga Gula Rp 12.500 Per Kg0
- Bisnis Impor Daging di RI Menggiurkan, Ini Alasannya0
"Kan sebenarnya sudah ada Permendag Nomor 63 Tahun 2016, harga lokal Rp 8.500/kg sampai Rp 9.200/kg. Kalau dijual di harga itu sebenarnya sudah BEP (balik modal) petani. Bagaimana membuat petani untung, pengusaha tahu tempe enggak rugi, konsumen enggak beli mahal, itu susah sekali ngurusnya," terang Kasdi. melanjutkan, program swasembada kedelai sendiri baru bisa dilakukan pada tahun 2020. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan anggaran Kementan, serta konsentrasi alokasi sumber daya pada komoditas jagung.
"Kalau sesuai target tahun 2020. Itu target kami insya Allah bisa. Untuk sekarang konsentrasi masih di jagung, padi sudah jalan, karena APBN terbatas," ujar Kasdi. Data Kementan sendiri, produksi kedelai pada tahun lalu sebesar 980.000 ton, turun dibandingkan dengan produksi pada tahun 2015 yakni 960.000 ton. Sementara untuk impor kedelai setiap tahun rata-rata hampir mencapai 2 juta ton, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat (AS).
