- Lakon Pandawa Nawasena: Tradisi Wayang Orang dalam Sentuhan Lintas Generasi
- Jejak Megalitik Pasemah: Ruang Sakral dan Warisan Leluhur
- Deklarasi Sira, Satu Suara Pemuda Adat untuk Para Pemimpin Dunia
- Mendes Buka Serentak 1.000 Musdesus, Susun Proposal Bisnis Untuk Pengajuan Modal ke Himbara
- Indonesia Lumbung Pangan Dunia: Bukan Hanya Beras, Bahan Pokok Lainnya Juga Sudah Tercukupi
- Masyarakat Adat Suku Taa Mendesak Perusahaan Sawit Tinggalkan Wilayah Adat di Sulawesi Tengah
- Seminar Nasional di UNY Bahas Pembaruan Hukum Acara Pidana
- Menteri Kehutanan Bahas Konservasi Badak dan Ekowisata dengan Edge Group dan Dr Niall McCann
- Strategi Bijak Berinvestasi Emas
- LindungiHutan Perkuat Peran Petani dalam Program Penghijauan dan Ketahanan Iklim
Petani Tebu Nilai Bulog Tak Bisa Stabilkan Harga Gula

Jakarta-Kalangan petani tebu mengeluhkan Badan Urusan Logistik belum bisa menstabilkan harga gula. Bulog dinilai belum mampu menjadi stabilisator harga gula yang tinggi.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen menilai, Bulog gagal menstabillkan harga gula di tahun lalu. Dia menyebut harga gula mencapai Rp 14 ribu per kg. Menurutnya, saat itu padahal Bulog mengantongi izin impor 100 ribu ton white sugar dan 267 ribu ton raw sugar.
“Mestinya, dengan kegagalan tersebut pemerintah tidak lagi memberikan penugasan impor gula lagi kepada BULOG” ujar Soemitro dalam keterangannya, Selasa (7/2/2017).
Baca Lainnya :
- Ini Penampakan Mutiara RI Terbaik di Dunia0
- Menkeu: pertumbuhan kredit bantu kinerja investasi 20170
- Harga cabai rawit di Bojonegoro Rp140.000/kilogram0
- Pedasnya Harga Cabai Terus Berlanjut hingga Maret0
- Harga Cabai Rawit Merah Masih Tinggi, Ini Komentar Mentan0
Tingginya harga gula nasional dinilai akibat kurangnya stok gula nasional, sehingga perlu kebijakan impor. Tahun 2016 Kementerian BUMN menugaskan BULOG untuk mengimpor 100 ribu ton white sugar dan raw sugar 267 ribu ton. “Impor tersebut selain mengakibatkan petani tebu merugi, juga tidak berpengaruh pada stabilisasi harga gula di tingkat eceran”, ujar Soemitro.
Sementara itu, Sekjen DPN APTRI Nur Khabsin menambahkan, ketika rencana impor digulirkan tahun lalu, Kementerian BUMN menjanjikan kompensasi kepada petani berupa rendemen 8,5 persen. Janji tersebut dingkari, isapan jempol saja, sehingga petani tetap merugi. Impornya jalan terus rendemennya tetap di kisaran angka 5 persen sampai 6 persen saja.
Selain itu, Soemitro juga mengkritik Bulog terkait kebijakan pembelian pabrik gula PT Gendhis Multi Manis (PT GMM) pada September 2016. Akuisisi perusahaan gula swasta di Blora, Jawa Tengah dinilai APTRI menimbulkan tanda tanya besar, di mana pada saat ini rencana penutupan 11 Pabrik Gula BUMN tidak diambilalih Bulog, tanpa harus mengeluarkan keuangan sebagaimana yang dilakukan dengan pembelian PT GMM.
“Hasil kajian Bahana Securitas menyimpulkan bahwa perusahaan tersebut tidak efisien. Tapi anehnya Bulog tetap ngotot membelinya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, saat ini telah dilakukan Memorandum of Understanding antara produsen gula dan distributor. Dari kerja sama ini disepakati harga jual gula sebesar Rp 12.500 per kg di tingkat konsumen.
Sumber: bisnis.liputan6.com
