- Revisi UU 41 Tahun 1999 Angin Segar Bagi Tata Kelola Kehutanan Indonesia
- Kepala BP Taskin: Desa Membantu Pengentasan Kemiskinan Lebih Kontekstual Berbasis Budaya
- Mudik Gratis PLN Bersama BUMN Dibuka, Begini Cara Daftarnya di Aplikasi PLN Mobile!
- FAST Tel-U Dukung Astacita Pendidikan Tinggi
- PB POSSI Kirim 4 Wasit ke Thailand, Tingkatkan Kualitas Freediving Indonesia
- AHY: Pengembangan Rempang Eco-City Harus Inklusif dan Berorientasi Pada Kesejahteraan Masyarakat
- NFA Dorong Keanekaragaman Konsumsi Pangan Lokal untuk Ketahanan Gizi Nasional
- Presiden Prabowo Resmikan 17 Stadion Berstandar FIFA di Berbagai Daerah Indonesia
- AHY: Infrastruktur Berkelanjutan, Kunci Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan
- Fishipol Universitas Negeri Yogyakarta Luncurkan Buku Eulogi untuk Prof Supardi
Tanam Bambu, Konservasi Mata Air, Dirawat Seperti Saudara

“JAGA tana
lino ho’o jaga mata wae dite ata ngasangu wae weku tedeng.” Menjaga
bumi ini, menjaga mata air yang menghidupi kita yang disebut mata air abadi.
Pagi itu, di halaman rumah gendang (rumah adat Manggarai), dua tokoh agama Katolik RD Jossy Erot, Ketua PSE Keuskupan Ruteng dan RD Stefanus Sawu, Romo Paroki Narang, Satarmese Barat memberkati bibit bambu dan buah-buahan yang tertata rapi, siap ditanam.
Baca Lainnya :
- Australia Catat Kematian Pertama Infeksi Otak Akibat Gigitan Nyamuk0
- Kontaminasi Mikroplastik di Tubuh Manusia Berdampak Negatif ke Fungsi Kognitif0
- Muara Sungai di Semenanjung Ujung Kulon Ditutup0
- Hizbul Wathan UMJ Aksi Pungut Sampah dan Praktik Pembuatan Eco Enzyme0
- Gletser Dunia Kehilangan 6,5 Triliun Ton Es dalam 23 Tahun, Ternyata Ini Penyebabnya 0
Bibit itu bagian dari 500 bambu untuk konservasi mata air di
beberapa desa di Kecamatan Satarmese Barat di wilayah Paroki Narang. “Weri
betong kudut kembus wae teku, mboas wae woang (Menanam bambu untuk
kelimpahan air dan kesinambungan sumber mata air),” ungkap RD Josy Erot, saat
memulai misa penanaman bambu.
Sementara bibit buah seperti nangka, durian dan mangga dibagikan untuk warga mengikuti penanaman. Selain warga, aparat desa dan tokoh adat, kegiatan ini diikuti oleh petugas Babinsa setempat. “Semua elemen masyarakat kita ajak untuk ikut terlibat,” terang Yos Sudarso, Koordinator Program Yayasan AYO Indonesia.
Kegiatan penanaman bibit bambu di Waewetu, Desa Terong merupakan
kerja sama Komisi Pengembangan Sosial
Ekonomi Keuskupan Ruteng, Yayasan AYO Indonesia didukung oleh Yayasan KEHATI.
“Selain pengembangan pangan lokal, pemberdayaan konservasi
mata air menjadi salah satu kegiatan bersama masyarakat dalam bingkai program
Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Hayati Lokal,” ungkap Puji Sumedi,
Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI.
Menabung Air untuk Anak Cucu
Air menjadi persoalan serius, setidaknya enam mata air yang ada di wilayah Terong. Sayangnya, debit airnya mulai berkurang. Salah satunya mata air di Waewetu, yang menjadi sumber air utama. “Mata air ini menghidupi lebih dari 700 kepala keluarga di wilayah desa dan sekitarnya,” ungkap Theodirikus Atong, Kepala Desa Terong.
Sebelum penanaman, tokoh adat atau tua gendang memberikan
penghormatan kepada leluhur agar merestui dan turut menjaga tanaman. Menanam
bambu menjadi pilihan mengatisipasi kondisi iklim yang berubah. Apalagi,
dampaknya sudah terasa. “Ketersediaan
air semakin menipis. Harapannya, dengan meningkatnya vegetasi bambu, debit air
di Wae Wetu meningkat,” tambahnya.
Gerakan konservasi mata air akan terus dilakukan. Sebelumnya, penanaman serupa dilakukan bersama siswa sekolah di mata air Wae Ketang, yang menghidupi sekitar 1000 jiwa. Selanjutnya, penanaman akan dilakukan di mata air Wai Waning, dilanjutkan ke Wae Cober sumber air bagi 300 jiwa dan mengairi sawah seluas 25 hektare.
Tepat di tanggal 14 Februari lalu, di hari kasih sayang
merupakan perwujudan bentuk kasih sayang kepada semua mahluk. ”Manusia wajib
melestarikan pemberian Tuhan dan merawatnya sebagai saudara. Perlu tindakan
nyata untuk semua orang bahkan anak cucu dan alam semesta. Konservasi mata air Wae
Wetu menjadi tanda kasih sayang yang abadi,” pungkas RD Stephanus Sawu, Pastor
Paroki Narang. Kasih sayang tak sekadar kata-kata, namun tetapi harus ada
tindakan nyata. (PS)
