Deforestasi, Saatnya Negara Tegas Perbaiki Pengelolaan Hutan
Tragedi ini bukan hanya fenomena alam tetapi bencana ekologis dari kebijakan yang lalai dan permisif terhadap deforestasi

By Yani Andriyansyah 16 Des 2025, 14:10:20 WIB Lingkungan
Deforestasi, Saatnya Negara Tegas Perbaiki Pengelolaan Hutan

Keterangan Gambar : Ilustrasi deforestasi (gambar dibuat menggunakan AI)


Banjir bandang dan tanah longsor yang meluluhlantakkan Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menelan ribuan korban jiwa. Ribuan rumah hancur dan jalan berubah cepat menjadi sungai lumpur. Entah berapa jiwa lagi yang masih belum ditemukan. Hingga saat ini, penduduk di tiga provinsi di Sumatera tersebut masih terguncang akibat banjir, bergulat dengan kekurangan makanan dan akses air bersih. Kondisi ini tentu saja membuat miris.


Sebagian pihak menyatakan bencana ini disebabkan pola cuaca akibat bentrokan tiga sistem cuaca tropis, termasuk Siklon Ditwah dan Senyar, yang juga dipicu perubahan iklim. Namun di balik itu semua, sebagian besar pihak menegaskan, deforestasi yang merajalela menjadi pemicu utama yang memperparah tragedi ini.  

Baca Lainnya :


Lembaga advokasi lingkungan WALHI mengatakan bencana tersebut disebabkan “kerentanan ekologis yang meningkat” karena perubahan ekosistem penting dan diperburuk krisis iklim. “Bencana ini bukan hanya fenomena alam tetapi bencana ekologis yang dihasilkan dari kebijakan pemerintah yang lalai dan permisif,” kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh Ahmad Solihin, dikutip dari laman resmi WALHI.


Menurutnya, banjir yang berulang ini adalah hasil dari akumulasi deforestasi, ekspansi minyak sawit dan penambangan emas ilegal yang telah dibiarkan merajalela. Sebagai catatan, dari tahun 2016 hingga 2025, 1,4 juta hektar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah ditebangi karena aktivitas lebih dari 600 perusahaan. Hutan-hutan ini dirobohkan karena sejumlah besar alasan, termasuk izin pertambangan, perkebunan kelapa sawit, serta izin panas bumi, tenaga air, dan tenaga air mikro.


Di Aceh, ada 954 daerah aliran sungai (area atau punggungan tanah yang membantu memisahkan air yang mengalir ke sungai, cekungan, atau laut yang berbeda). WALHI mengatakan 60 persen dari aliran sungai tersebut terletak di kawasan hutan, dan 20 persen dalam kondisi kritis.


Namun, mayoritas aliran sungai tersebut telah mengalami deforestasi yang signifikan. Misalnya, daerah aliran sungai Krueng Trumon mencakup area seluas lebih dari 50.000 hektar, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, hampir setengahnya (43 persen) telah mengalami hilangnya tutupan hutan. Sekarang, kurang dari 31.000 hektar yang tersisa.


Padahal, hutan sangat penting untuk pengelolaan banjir, secara efektif bertindak seperti spons raksasa yang memperlambat aliran air dan mengurangi volume limpasan. Pohon dapat menguapkan lebih banyak air daripada jenis vegetasi lainnya dan dianggap sebagai salah satu pertahanan alami terbaik terhadap banjir. Para peneliti Universitas British Columbia mengatakan penebangan hutan dapat meningkatkan risiko banjir. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan awal tahun ini, para ilmuwan menemukan bahwa di daerah aliran sungai tertentu, banjir bisa meningkat hingga 18 kali lebih sering dan lebih dari dua kali lebih parah setelah penebangan. Efek ini dapat berlangsung selama lebih dari empat dekade.

 

Indonesia harus segera memperbaiki pengelolaan hutan


Banjir mematikan yang melanda tiga provinsi tersebut mengakibatkan meningkatnya seruan bagi pemerintah Indonesia untuk menekan deforestasi. Sejumlah pihak menilai tunggul pohon yang tersapu oleh sungai “memperkuat kecurigaan” bahwa praktik eksploitasi hutan sedang berlangsung.


“Dari fakta-fakta ini, kita dapat dengan jelas melihat bahwa bencana ekologis saat ini disebabkan oleh pejabat negara dan perusahaan,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian.



“Oleh karena itu, adalah tanggung jawab pejabat negara untuk mengevaluasi semua izin perusahaan di Indonesia, terutama yang berada di ekosistem yang penting dan kritis. Jika izin harus dicabut, maka itu harus dilakukan,” tegasnya.


Negara sekarang berada di bawah tekanan untuk menagih kepada mereka yang bertanggung jawab atas deforestasi ini. Sebab, mereka telah menikmati keuntungan besar dari mengeksploitasi alam, sudah saatnya mereka juga bertanggung jawab untuk memulihkannya. Saatnya negara bertindak tegas tanpa kompromi agar tragedi serupa tidak lagi terulang.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment