Ikhtiar ESG di Pertambangan: Teknologi ReCYN Ramah Lingkungan dan Berdayakan Warga 15 Desa

By PorosBumi 02 Okt 2025, 12:45:33 WIB Tilikan
Ikhtiar ESG di Pertambangan: Teknologi ReCYN Ramah Lingkungan dan Berdayakan Warga 15 Desa

Keterangan Gambar : Salah satu aktivitas pemberdayaan masyarakat PTAR berupa pembuatan jembatan. (Dok PTAR)


Wahyono, jurnalis Porosbumi


Di tengah tuntutan global menuju transisi energi bersih, sektor pertambangan Indonesia menunjukkan wajah barunya. Stereotif sebagai "penjahat" lingkungan perlahan namun pasti mulai terkikis dari dunia pertambangan dan menampakkan ‘casing’ baru sebagai mitra dalam pembangunan hijau. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan ceruk kekayaan alam melimpah, telah lama menjadi pemain utama di panggung pertambangan global. Dengan cadangan mineral kritis seperti nikel, batubara, tembaga, dan emas melimpah ruah, sektor ini tidak hanya menjadi penyokong ekonomi nasional, tapi juga menghadapi tuntutan untuk bertransformasi hijau.

Baca Lainnya :

Mengusung blue print target net-zero emisi pada 2060, pendekatan Environmental, Social, and Governance (ESG) kini menjadi paradigma baru dan pilar utama industri pertambangan nasional untuk mendorong inovasi hijau, mengurangi dampak lingkungan sambil mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Menyeimbangan kepentingan bisnis dengan paradigma ESG kini menjadi kebutuhan utama sektor tambang Nasional di 2025. Ikhtiar inspiratif yang dilakukan PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola tambang emas Martabe di Batang Toru, Sumatera Utara bisa menjadi contoh bagaimana tata kelola ESG diterapkan dengan konsisten dalam mengelola tambang. 

Potret Pertambangan Nasional

Sektor pertambangan Nasional telah lama menjadi menyumbang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Berbagai lini sektor ini memiliki capaian positif dengan stok melimpah. Sekadar gambatan pada kuartal II 2024 misalnya, kontribusi sektor ini terhadap PDB Indonesia mencapai 6,6%. Kemudian ekspor pertambangan menyumbang 19% dari total ekspor nasional pada periode yang sama. Lalu soal cadangan tambang juga menunjukkan potret yang cukup prospektif. Cadangan batubara misalnya mencapai 35 miliar ton, dengan sumber daya hingga 134 miliar ton, sementara cadangan nasional secara keseluruhan mencapai 33 miliar ton pada 2022.  

Dari sisi produksi, batubara pada 2024 mencapai lebih dari 830 juta ton, naik 7,5% dari 771 juta ton pada 2023, melebihi target 710 juta ton. Ekspor batubara mencapai 465 juta ton pada 2022, dengan 80% produksi diekspor ke China, India, Korea Selatan, dan Filipina. Produksi batubara nasional pada 2022 mencapai 687 juta ton, didominasi Kalimantan Timur (294 juta ton), Kalimantan Selatan (147 juta ton), dan Sumatera Selatan (57 juta ton). Tantangan ini mendorong perlunya transisi energi, dengan emisi CO2 dari energi diproyeksikan mencapai puncak pada 2030. Untuk nikel, produksi naik 26% year-on-year (YoY) pada 2024, dengan produksi olahan naik 16% pada September 2024 mencapai 1,1 juta metrik ton. Timah juga melonjak 66% YoY, didorong permintaan semikonduktor dan panel surya.

Melimpahnya cadangan pertambangan juga memberi konsekuensi positif terkait investasi yang ada. Menurut data, pada 2025 Indonesia memiliki 405 proyek pertambangan yang siap dimulai konstruksi, dengan total investasi USD8,1 miliar. Proyek ini mayoritas berada di sektor batubara, diikuti emas dan tembaga. Indonesia juga menjadi produsen nikel terbesar dunia, meski beberapa proyek nikel menghadapi penundaan.

Meski kaya sumber daya, dunia pertambangan Nasional sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan. Sekadar catatan, Indonesia menyumbang 58,2% kehilangan hutan langsung akibat pertambangan di antara 26 negara, dengan deforestasi mencapai 1.901 km², terutama di Kalimantan Timur karena produksi batubara. Deforestasi tertinggi terjadi antara 2010-2014, seiring produksi batubara yang berlipat ganda untuk memenuhi permintaan China dan India. Masalah lain termasuk degradasi tanah, pencemaran air akibat acid mine drainage (AMD), dan hilangnya biodiversitas. Lebih dari 3.000 tambang tidak direhabilitasi pada 2020, dengan 1.700 lubang tambang terbengkalai di Kalimantan Timur, menyebabkan bahaya keselamatan seperti kematian anak-anak. Selain Kalimantan Timur, di wilayah Jambi dan Muara Enim (Sumatera Selatan), industri tambang juga memberi terhadap  adanya warga yang terpapar debu dan asap diesel, serta longsor sungai akibat limbah tambang.

Inovasi Hijau Sebagai Menifestasi Paradigam ESG

Bertolak dari banyaknya stereotif dan kritik negatif terhadap dampak yang ada, industri tambang saat ini mulai menerapkan pendekatan berbasis ESG ((Environmental, Social, and Governance) sebagai standar operasi utama dalam operasional kesehariannya. Apa itu pendekatan ESG? Pendekatan ESG dalam pertambangan adalah praktik bisnis yang mengintegrasikan tiga faktor utama untuk menilai keberlanjutan dan dampak etis perusahaan pertambangan, yaitu: Lingkungan (misalnya, emisi karbon, penggunaan air, pengelolaan limbah), Sosial (misalnya, hak pekerja, kesehatan, keselamatan, dan pemberdayaan masyarakat), dan Tata Kelola (misalnya, transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi). Penerapan ESG bertujuan untuk memastikan operasi pertambangan dilakukan secara bertanggung jawab, meminimalkan dampak negatif, serta menarik investor yang berkomitmen pada keberlanjutan. 

Tata kelola pertambangan berbasis ESG itu makin diperkuat dengan lahirnya regulasi Peraturan Presiden 60/2023 dan POJK 51/2017. Perpres 60/2023 mengatur Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM) yang mewajibkan semua pihak untuk melindungi HAM dalam kegiatan bisnis, sedangkan POJK 51/2017 mewajibkan lembaga jasa keuangan (LJK) dan emiten untuk menerbitkan Laporan Keuangan Berkelanjutan yang mencakup aspek ESG. Meskipun keduanya terkait dengan tanggung jawab sosial, Perpres 60/2023 berfokus pada hak asasi manusia secara umum, sementara POJK 51/2017 lebih spesifik pada penerapan ESG di sektor keuangan.  Kebutuhan untuk menerapkan pendekatan ESG dalam pertambangan juga didasari oleh studi ilmiah yang telah dilakukan. Studi menunjukkan bahwa secara faktual ESG meningkatkan nilai perusahaan di sektor tambang, dengan pengaruh positif pada inovasi hijau dan kinerja finansial.

Merespons adanya kebutuhan pengelolaan industri pertambangan dengan pendekatan ESG tersebut, MIND ID sebagai holding BUMN pertambangan Nasional, saat ini juga telah mengintegrasikan ESG dalam pengelolaan operasional anak-anak perusahaan pertambangan di bawahnya. Proses pengintegrasian ESG berbasis inovasi hijau itu dilakukan melalui enam pilar: Internal and Client Chain, Smart Provision, Unique People, Society, Economic Development, dan Governance. Sebagai langkah kongkrit, pada 2024, MIND ID melalui anak usahanya sukses mengurangi emisi CO2 antara 300.000-800.000 ton melebihi target interim 2030 sebesar 200.000 ton. Kemudian  pengintegrasian ESG juga dilakukan MIND ID dengan konversi solar ke listrik di alat berat PT Bukit Asam, co-firing biomassa, dan instalasi panel surya di smelter. Penerapan ESG tersebut pada tahun 2022-2025 mampu mengurangi limbah B3 menjadi 15,4% dan non-B3 menjadi turun 3,7% dengan reklamasi lahan lebih dari 37 hektare sejak 2007.

Inovasi hijau yang dilakukan industri pertambangan juga mencakup penggunaan energi terbarukan. Terkait hal ini pemerintah telah mematok target nasional sebesar 17-19% energi terbarukan di industri pertambangan pada 2025. Target ini diproyeksikan naik menjadi 58-61% pada 2050. Terkait penggunaan energi terbarukan ini salah satunya mulai direalisasikan PT ANTAM, PT Bukit Asam dan juga PT Adaro.  Adaro menerapkan Coal Processing and Bars Loading (CPBL) dengan tenaga surya, termasuk PLTS atap 130 kW sejak 2019 dan PLTS apung, serta biodiesel B10 (20% jatropha, 80% diesel) sejak 2018. Sedangkan PT ANTAM mengubah slag ferronikel menjadi bahan konstruksi POTON, memproduksi 108.385 batu bata dan 585.329 paving block pada 2020, serta menggabungkan dengan Fly Ash Bottom Ash (FABA).

PT Bukit Asam merencanakan instalasi panel surya di bekas tambang dengan kapasitas hingga 200 MW pada 2027. Just Energy Transition Partnership (JETP) memobilisasi USD21,5 miliar untuk pensiun dini PLTU batubara hingga 2040, termasuk 1,7 GW kapasitas. Co-firing biomassa direncanakan di 52 PLTU pada 2025, mengganti 10% batubara dengan biomassa untuk 10,6 GW kapasitas. Proyeksi: Solar PV >20 GW pada 2030 (300 GW pada 2050), angin dari <1 GW pada 2023 menjadi 90 GW pada 2050. Kemudian ada juga inisiatif regional seperti Kaltim Green di Kalimantan Timur (sejak 2010) fokus pada transisi ekonomi hijau, sementara Nusantara Supergrid direncanakan pada 2025 untuk konektivitas pulau dan optimalisasi energi terbarukan.

Inovasi PTAR, Bisnis Tumbuh Dampak Lingkungan Berkurang

Kisah penerapan paradigma ESG dalam tata kelola pertambangan salah satunya dicontohkan dengan baik oleh tambang emas Martabe di Batang Toru, Sumatera Utara. Di sini, PT Agincourt Resources (PTAR), sebagai pengelola tambang, telah banyak melakukan inisiatif penerapan inovasi hijau sebagai jantung operasinya. Bukan sekadar slogan, PTAR memberi bukti kongkrit bahwa pengelolaan industri pertambangan bisa selaras dengan alam, sambil tetap mendukung ekonomi lokal. Tambang emas Martabe, yang mulai beroperasi sejak 2012, saat ini telah berkembang pesat. Mengutip sumber resmi perusahaan, kapasitas produksi awal PTAR yang awalnya kurang dari 4 juta ton bijih per tahun, kini mencapai 7 juta ton bijih yang digiling setiap tahunnya.

Menyadari kebutuhan akan tata kelola perusahaan berbasis ESG, dalam operasionalnya PTAR selama ini tidak hanya fokus pada produksi—lebih dari 200.000 ons emas dan 1-2 juta ons perak diproduksi tahunan sejak awal operasi—tetapi juga pada praktik ramah lingkungan. Salah satu inovasi unggulan PTAR terkait inovasi hijau adalah transisi dari pengelolaan tailing basah ke tailing kering pada 2024, yang mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Teknologi canggih seperti ReCYN untuk pemulihan sianida dan tembaga dari tailing, serta Vertimill dan Oxygen Shear Reactor, telah diimplementasikan untuk mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan produktivitas sambil meminimalkan dampak ekologis.

Mengutip laporan tahunan perusahaan 2024, dalam hal energi terbarukan PTAR juga telah memasang panel surya dengan kapasitas 2,1 MWp di 42 gedung pada 2022, yang berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 100 ton CO2e. Inovasi ini dilanjutkan dengan pembangkit listrik tenaga surya terapung yang diakui di konferensi internasional ASEAN pada 2024. Secara keseluruhan, upaya pengurangan emisi di Martabe mencapai penurunan 12.211 ton CO2e pada 2022, dengan total emisi GRK Scope 1, 2, dan 3 sebesar 179.733 ton CO2e. Tidak berhenti di situ, inovasi seperti closed-loop energy reclamation with ITC berhasil menghemat energi hingga 1,36 juta KWH listrik di unit penggilingan batuan. Sementara itu, inovasi hypobaric fraction separator memungkinkan pemurnian minyak bekas hingga 80% untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam peledakan, mengurangi ketergantungan pada diesel.

Pengelolaan limbah dan air juga menjadi prioritas PTAR. Pada 2022, perusahaan mencapai tingkat 3R (reduce, reuse, recycle) sebesar 55% untuk 101,38 ton limbah non-berbahaya, sementara limbah berbahaya dikelola dengan ketat: 605,21 ton, di mana 281,54 ton dipulihkan. Inovasi seperti pengurangan polusi air tembaga dengan Selective Chelator berhasil menurunkan lebih dari 33 ton polusi air tambang hingga 2024. Untuk air, perusahaan mengambil 846.729 m³ air pada 2022 (91% didaur ulang), dan memastikan debit air ke sungai memenuhi standar regulasi. Bahkan, program penambahan pompa sentrifugal robust di pabrik oksigen mengurangi konsumsi air yang tidak terhitung.

Rehabilitasi lahan dan konservasi biodiversitas adalah ikhtiar lain PTAR yang secara konsisten menerapkan paradigma ESG dalam tata kelola perusahaan. Hingga Juni 2024, area reklamasi mencapai 64,52 hektare, dengan penanaman 4.567 bibit pohon di area reklamasi dan 8.860 di hutan asli. Sejak 2012, PTAR total telah menanam 41.000 bibit, berpotensi memproduksi 18 juta kg oksigen dan menyerap 1 juta ton karbon per tahun.  Kemudian berlanjut di warsa 2022, sebanyak 2,14 hektare lahan berhasil direhabilitasi dengan 7.914 bibit tanaman lokal. Untuk biodiversitas, PTAR merilis 15.000 bibit ikan endemik dan 32.000 juvenil ikan ke sungai pada 2022, serta mendukung pelepasan Harimau Sumatera. Sejak 2024 juga PTAR telah menanam 60.000 bibit mangrove dan melepaskan 50.000 larva kerang/kepiting di 19 hektare. Inovasi seperti jembatan arboreal untuk primata dan pusat penyelamatan monyet (2,5 hektare) semakin memperkaya upaya ini. Panel Penasihat Biodiversitas (BAP) yang dibentuk pada 2020 memastikan kolaborasi dengan ilmuwan untuk konservasi habitat.

Inovasi hijau yang dilakukan PTAR juga menyentuh lapisan masyarakat sekitar. Mengusung program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), PTAR telah menginvestasikan dana USD 2,6 juta dari 2018-2024 dan berhasil memberi manfaat bagi 32.696 orang di 15 desa sekitar, termasuk pendidikan untuk 8.293 penerima dan infrastruktur seperti sumur bor. Tahun 2023 saja, 76 program PPM berhasil membantu 9.407 individu. Belum lagi inovasi seperti Galeri Bagas Silua juga mampu mendukung 31 UMKM lokal, sementara pemanfaatan limbah FIBC menjadi keranjang sampah menciptakan lapangan kerja.

Dunia tambang Indonesia sedang berubah: dari eksploitasi konvensional menuju model hijau yang didukung ESG. Tantangan seperti deforestasi dan emisi tetap ada, tapi inovasi seperti penggunaan listrik hijau, reklamasi lahan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian ESG tetap menjadi misi yang wajib dilakukan secara seimbang. Apa yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan oleh PTAR selama ini telah berada dalam jalur yang benar yakni ikut mengakselerasi keseimbangan antara kepentingan bisnis dan komitmen berkelanjutan.

Tanpa perlu bergelimang dengan slogan, PTAR selama ini memberi bukti nyata dengan menerapkan tata kelola perusahaan berbasis paradigma ESG dan inovasi hijau yang cukup inspiratif dan perlu mendapatkan apresiasi tinggi. Pesan yang ingin disampaikan industri pertambangan khususnya oleh PTAR sangat jelas yakni industri pertambangan bukanlah musuh alam maupun masyarakat melainkan mitra yang bisa berkembang bersama dan hidup berdampingan. Dengan konsisten berinovasi, sejatinya PTAR tidak hanya menambang emas, tapi juga mendedikasikan "emas" untuk generasi bangsa ini di masa depan. 

 

Sumber tulisan

·         Sinaga Y A (2024). Agincourt Resources shares insights on sustainable mineral extraction. https://en.antaranews.com/news/335349/agincourt-resources-shares-insights-on-sustainable-mineral-extraction, diakses 4 September 2025

·         Laporan Tahunan PT AGINCOURT RESOURCES 2024. Keunggulan Operasional yang Selaras dengan Alam Mining in Indonesia (Tambang di Indonesia). (2025). Price Water Couper

·         Artikel “Making ESG the Standard, MMSGI Builds the Future of Sustainable Mining” https://www.djakarta-miningclub.com/news/making-esg-the-standard-mmsgi-builds-the-future-of-sustainable-mining, diakses 4 September 2025

·         Status Report of the Coal Sector in Indonesia (2025). Wuppertal Institut

·         Arifin M T (2025). *Indonesian Mining 2025: Responding to Challenges with Innovation and Protection. https://ligaasuransi.com/en/pertambangan-indonesia-2025-menjawab-tantangan-dengan-inovasi-dan-proteksi/, diakses 4 September 2025

·         Global Mining Project Spending Outlook (2025). https://www.e-mj.com/features/2025-global-mining-project-spending-outlook/, diakses 4 September 2025

·         Chenyuan Zhao dkk (2025). ESG performance, green technology innovation, and corporate value: Evidence from industrial listed companies, https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1110016825004065, diakses 4 September 2025

·         Asep S dkk (2022). Indonesia Green Mining Industry, Jurnal Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment