- OJK Akan Tata Ulang Perijinan Perusahaan Gadai
- Jadi Pembina Kawasan Sungai Cipinang, MIND ID Komitmen Dukung Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan
- Wujudkan Ekonomi Kerakyatan, MIND ID Dorong 10.000 UMK Naik Kelas
- Masyarakat Adat Masukih Tolak Penambangan Emas Ilegal di Hutan Adat Kalimantan Tengah
- Cegah Tragedi Berulang, Kementerian PU Periksa Struktur Bangunan Dua Pesantren Besar di Jatim
- Survei Litbang Kompas: 71,5 Persen Puas dengan Kinerja Kementan
- Pertamina Wujudkan Transformasi Bisnis Berkelanjutan Melalui BBM Ramah Lingkungan
- Merawat Tradisi Penyembuhan Dayak Taboyan: Jaga Keseimbangan Alam, Roh, dan Manusia
- Mantan Bos BEI Minta Purbaya Jelaskan Definisi Saham Gorengan
- Israel Disebut Akan Tarik Mundur Pasukan Sepenuhnya Dari Gaza Dalam 24 Jam
Ikhtiar ESG di Pertambangan: Teknologi ReCYN Ramah Lingkungan dan Berdayakan Warga 15 Desa

Keterangan Gambar : Salah satu aktivitas pemberdayaan masyarakat PTAR berupa pembuatan jembatan. (Dok PTAR)
Wahyono, jurnalis Porosbumi
Di
tengah tuntutan global menuju transisi energi bersih, sektor pertambangan
Indonesia menunjukkan wajah barunya. Stereotif sebagai "penjahat"
lingkungan perlahan namun pasti mulai terkikis dari dunia pertambangan dan
menampakkan ‘casing’ baru sebagai mitra dalam pembangunan hijau. Indonesia,
sebagai salah satu negara dengan ceruk kekayaan alam melimpah, telah lama
menjadi pemain utama di panggung pertambangan global. Dengan cadangan mineral
kritis seperti nikel, batubara, tembaga, dan emas melimpah ruah, sektor ini
tidak hanya menjadi penyokong ekonomi nasional, tapi juga menghadapi tuntutan
untuk bertransformasi hijau.
Baca Lainnya :
- Aplikasi Tring Pegadaian, Membumikan Mimpi Punya Emas Jadi Kenyataan0
- Strategi Bijak Berinvestasi Emas0
- Soft Opening Horison Resort Tulip Puncak Elegance in Culture, Complete in Stay, Harmony in Nature0
- Pertamina Pimpin Transisi Energi, Kembangkan Green Hydrogen di Indonesia 0
- 6 Kontainer Keranjang Serat Alam Produk UMKM Kebumen Tembus Pasar New York 0
Mengusung blue print target net-zero emisi pada 2060, pendekatan Environmental, Social, and Governance (ESG) kini menjadi paradigma baru dan pilar utama industri pertambangan nasional untuk mendorong inovasi hijau, mengurangi dampak lingkungan sambil mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Menyeimbangan kepentingan bisnis dengan paradigma ESG kini menjadi kebutuhan utama sektor tambang Nasional di 2025. Ikhtiar inspiratif yang dilakukan PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola tambang emas Martabe di Batang Toru, Sumatera Utara bisa menjadi contoh bagaimana tata kelola ESG diterapkan dengan konsisten dalam mengelola tambang.
Potret
Pertambangan Nasional
Sektor
pertambangan Nasional telah lama menjadi menyumbang signifikan terhadap
perekonomian Indonesia. Berbagai lini sektor ini memiliki capaian positif
dengan stok melimpah. Sekadar gambatan pada kuartal II 2024 misalnya,
kontribusi sektor ini terhadap PDB Indonesia mencapai 6,6%. Kemudian ekspor
pertambangan menyumbang 19% dari total ekspor nasional pada periode yang sama. Lalu
soal cadangan tambang juga menunjukkan potret yang cukup prospektif. Cadangan
batubara misalnya mencapai 35 miliar ton, dengan sumber daya hingga 134 miliar
ton, sementara cadangan nasional secara keseluruhan mencapai 33 miliar ton pada
2022.
Dari
sisi produksi, batubara pada 2024 mencapai lebih dari 830 juta ton, naik 7,5%
dari 771 juta ton pada 2023, melebihi target 710 juta ton. Ekspor batubara
mencapai 465 juta ton pada 2022, dengan 80% produksi diekspor ke China, India,
Korea Selatan, dan Filipina. Produksi batubara nasional pada 2022 mencapai 687
juta ton, didominasi Kalimantan Timur (294 juta ton), Kalimantan Selatan (147
juta ton), dan Sumatera Selatan (57 juta ton). Tantangan ini mendorong perlunya
transisi energi, dengan emisi CO2 dari energi diproyeksikan mencapai puncak
pada 2030. Untuk nikel, produksi naik 26% year-on-year (YoY) pada 2024, dengan
produksi olahan naik 16% pada September 2024 mencapai 1,1 juta metrik ton.
Timah juga melonjak 66% YoY, didorong permintaan semikonduktor dan panel surya.
Melimpahnya
cadangan pertambangan juga memberi konsekuensi positif terkait investasi yang
ada. Menurut data, pada 2025 Indonesia memiliki 405 proyek pertambangan yang
siap dimulai konstruksi, dengan total investasi USD8,1 miliar. Proyek ini mayoritas
berada di sektor batubara, diikuti emas dan tembaga. Indonesia juga menjadi
produsen nikel terbesar dunia, meski beberapa proyek nikel menghadapi
penundaan.
Meski
kaya sumber daya, dunia pertambangan Nasional sering dikaitkan dengan kerusakan
lingkungan. Sekadar catatan, Indonesia menyumbang 58,2% kehilangan hutan
langsung akibat pertambangan di antara 26 negara, dengan deforestasi mencapai
1.901 km², terutama di Kalimantan Timur karena produksi batubara. Deforestasi
tertinggi terjadi antara 2010-2014, seiring produksi batubara yang berlipat
ganda untuk memenuhi permintaan China dan India. Masalah lain termasuk
degradasi tanah, pencemaran air akibat acid
mine drainage (AMD), dan hilangnya biodiversitas. Lebih dari 3.000 tambang
tidak direhabilitasi pada 2020, dengan 1.700 lubang tambang terbengkalai di
Kalimantan Timur, menyebabkan bahaya keselamatan seperti kematian anak-anak. Selain
Kalimantan Timur, di wilayah Jambi dan Muara Enim (Sumatera Selatan), industri
tambang juga memberi terhadap adanya warga
yang terpapar debu dan asap diesel, serta longsor sungai akibat limbah tambang.
Inovasi
Hijau Sebagai Menifestasi Paradigam ESG
Bertolak
dari banyaknya stereotif dan kritik negatif terhadap dampak yang ada, industri
tambang saat ini mulai menerapkan pendekatan berbasis ESG ((Environmental,
Social, and Governance) sebagai standar operasi utama dalam
operasional kesehariannya. Apa itu pendekatan ESG? Pendekatan ESG dalam pertambangan
adalah praktik bisnis yang mengintegrasikan tiga faktor utama untuk menilai
keberlanjutan dan dampak etis perusahaan pertambangan, yaitu: Lingkungan
(misalnya, emisi karbon, penggunaan air, pengelolaan limbah), Sosial (misalnya,
hak pekerja, kesehatan, keselamatan, dan pemberdayaan masyarakat), dan Tata Kelola
(misalnya, transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap
regulasi). Penerapan ESG bertujuan untuk memastikan operasi pertambangan
dilakukan secara bertanggung jawab, meminimalkan dampak negatif, serta menarik
investor yang berkomitmen pada keberlanjutan.
Tata
kelola pertambangan berbasis ESG itu makin diperkuat dengan lahirnya regulasi
Peraturan Presiden 60/2023 dan POJK 51/2017. Perpres 60/2023 mengatur Strategi
Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM) yang mewajibkan semua
pihak untuk melindungi HAM dalam kegiatan bisnis, sedangkan POJK 51/2017
mewajibkan lembaga jasa keuangan (LJK) dan emiten untuk menerbitkan Laporan Keuangan Berkelanjutan yang mencakup aspek ESG. Meskipun keduanya
terkait dengan tanggung jawab sosial, Perpres 60/2023 berfokus pada hak asasi
manusia secara umum, sementara POJK 51/2017 lebih spesifik pada penerapan ESG
di sektor keuangan. Kebutuhan
untuk menerapkan pendekatan ESG dalam pertambangan juga didasari oleh studi
ilmiah yang telah dilakukan. Studi menunjukkan bahwa secara faktual ESG
meningkatkan nilai perusahaan di sektor tambang, dengan pengaruh positif pada
inovasi hijau dan kinerja finansial.
Merespons
adanya kebutuhan pengelolaan industri pertambangan dengan pendekatan ESG
tersebut, MIND ID sebagai holding BUMN pertambangan Nasional, saat ini juga
telah mengintegrasikan ESG dalam pengelolaan operasional anak-anak perusahaan
pertambangan di bawahnya. Proses pengintegrasian ESG berbasis inovasi hijau itu
dilakukan melalui enam pilar: Internal and Client Chain, Smart Provision,
Unique People, Society, Economic Development, dan Governance. Sebagai langkah
kongkrit, pada 2024, MIND ID melalui anak usahanya sukses mengurangi emisi CO2
antara 300.000-800.000 ton melebihi target interim 2030 sebesar 200.000 ton.
Kemudian pengintegrasian ESG juga
dilakukan MIND ID dengan konversi solar ke listrik di alat berat PT Bukit Asam,
co-firing biomassa, dan instalasi panel surya di smelter. Penerapan ESG
tersebut pada tahun 2022-2025 mampu mengurangi limbah B3 menjadi 15,4% dan
non-B3 menjadi turun 3,7% dengan reklamasi lahan lebih dari 37 hektare sejak
2007.
Inovasi
hijau yang dilakukan industri pertambangan juga mencakup penggunaan energi
terbarukan. Terkait hal ini pemerintah telah mematok target nasional sebesar 17-19%
energi terbarukan di industri pertambangan pada 2025. Target ini diproyeksikan naik
menjadi 58-61% pada 2050. Terkait penggunaan energi terbarukan ini salah
satunya mulai direalisasikan PT ANTAM, PT Bukit Asam dan juga PT Adaro. Adaro menerapkan Coal Processing and Bars
Loading (CPBL) dengan tenaga surya, termasuk PLTS atap 130 kW sejak 2019 dan
PLTS apung, serta biodiesel B10 (20% jatropha, 80% diesel) sejak 2018. Sedangkan
PT ANTAM mengubah slag ferronikel menjadi bahan konstruksi POTON, memproduksi
108.385 batu bata dan 585.329 paving block pada 2020, serta menggabungkan
dengan Fly Ash Bottom Ash (FABA).
PT
Bukit Asam merencanakan instalasi panel surya di bekas tambang dengan kapasitas
hingga 200 MW pada 2027. Just Energy Transition Partnership (JETP) memobilisasi
USD21,5 miliar untuk pensiun dini PLTU batubara hingga 2040, termasuk 1,7 GW
kapasitas. Co-firing biomassa direncanakan di 52 PLTU pada 2025, mengganti 10%
batubara dengan biomassa untuk 10,6 GW kapasitas. Proyeksi: Solar PV >20 GW
pada 2030 (300 GW pada 2050), angin dari <1 GW pada 2023 menjadi 90 GW pada
2050. Kemudian ada juga inisiatif regional seperti Kaltim Green di Kalimantan
Timur (sejak 2010) fokus pada transisi ekonomi hijau, sementara Nusantara
Supergrid direncanakan pada 2025 untuk konektivitas pulau dan optimalisasi
energi terbarukan.
Inovasi PTAR, Bisnis Tumbuh Dampak Lingkungan Berkurang
Kisah penerapan paradigma ESG dalam tata kelola pertambangan salah satunya
dicontohkan dengan baik oleh tambang emas Martabe di Batang Toru, Sumatera
Utara. Di sini, PT Agincourt Resources (PTAR), sebagai pengelola tambang, telah
banyak melakukan inisiatif penerapan inovasi hijau sebagai jantung operasinya.
Bukan sekadar slogan, PTAR memberi bukti kongkrit bahwa pengelolaan industri pertambangan
bisa selaras dengan alam, sambil tetap mendukung ekonomi lokal. Tambang emas
Martabe, yang mulai beroperasi sejak 2012, saat ini telah berkembang pesat. Mengutip
sumber resmi perusahaan, kapasitas produksi awal PTAR yang awalnya kurang dari
4 juta ton bijih per tahun, kini mencapai 7 juta ton bijih yang digiling setiap
tahunnya.
Menyadari
kebutuhan akan tata kelola perusahaan berbasis ESG, dalam operasionalnya PTAR selama
ini tidak hanya fokus pada produksi—lebih dari 200.000 ons emas dan 1-2 juta
ons perak diproduksi tahunan sejak awal operasi—tetapi juga pada praktik ramah
lingkungan. Salah satu inovasi unggulan PTAR terkait inovasi hijau adalah
transisi dari pengelolaan tailing basah ke tailing kering pada 2024, yang
mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Teknologi canggih seperti ReCYN
untuk pemulihan sianida dan tembaga dari tailing, serta Vertimill dan Oxygen
Shear Reactor, telah diimplementasikan untuk mengoptimalkan sumber daya dan
meningkatkan produktivitas sambil meminimalkan dampak ekologis.
Mengutip
laporan tahunan perusahaan 2024, dalam hal energi terbarukan PTAR juga telah
memasang panel surya dengan kapasitas 2,1 MWp di 42 gedung pada 2022, yang
berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 100 ton CO2e. Inovasi
ini dilanjutkan dengan pembangkit listrik tenaga surya terapung yang diakui di
konferensi internasional ASEAN pada 2024. Secara keseluruhan, upaya pengurangan
emisi di Martabe mencapai penurunan 12.211 ton CO2e pada 2022, dengan total
emisi GRK Scope 1, 2, dan 3 sebesar 179.733 ton CO2e. Tidak berhenti di situ,
inovasi seperti closed-loop energy reclamation
with ITC berhasil menghemat energi hingga 1,36 juta KWH listrik di unit
penggilingan batuan. Sementara itu, inovasi hypobaric fraction separator
memungkinkan pemurnian minyak bekas hingga 80% untuk digunakan sebagai bahan
bakar alternatif dalam peledakan, mengurangi ketergantungan pada diesel.
Pengelolaan
limbah dan air juga menjadi prioritas PTAR. Pada 2022, perusahaan mencapai
tingkat 3R (reduce, reuse, recycle)
sebesar 55% untuk 101,38 ton limbah non-berbahaya, sementara limbah berbahaya
dikelola dengan ketat: 605,21 ton, di mana 281,54 ton dipulihkan. Inovasi
seperti pengurangan polusi air tembaga dengan Selective Chelator berhasil
menurunkan lebih dari 33 ton polusi air tambang hingga 2024. Untuk air,
perusahaan mengambil 846.729 m³ air pada 2022 (91% didaur ulang), dan memastikan
debit air ke sungai memenuhi standar regulasi. Bahkan, program penambahan pompa
sentrifugal robust di pabrik oksigen mengurangi konsumsi air yang tidak
terhitung.
Rehabilitasi
lahan dan konservasi biodiversitas adalah ikhtiar lain PTAR yang secara konsisten
menerapkan paradigma ESG dalam tata kelola perusahaan. Hingga Juni 2024, area
reklamasi mencapai 64,52 hektare, dengan penanaman 4.567 bibit pohon di area
reklamasi dan 8.860 di hutan asli. Sejak 2012, PTAR total telah menanam 41.000
bibit, berpotensi memproduksi 18 juta kg oksigen dan menyerap 1 juta ton karbon
per tahun. Kemudian berlanjut di warsa 2022,
sebanyak 2,14 hektare lahan berhasil direhabilitasi dengan 7.914 bibit tanaman
lokal. Untuk biodiversitas, PTAR merilis 15.000 bibit ikan endemik dan 32.000
juvenil ikan ke sungai pada 2022, serta mendukung pelepasan Harimau Sumatera. Sejak
2024 juga PTAR telah menanam 60.000 bibit mangrove dan melepaskan 50.000 larva
kerang/kepiting di 19 hektare. Inovasi seperti jembatan arboreal untuk primata
dan pusat penyelamatan monyet (2,5 hektare) semakin memperkaya upaya ini. Panel
Penasihat Biodiversitas (BAP) yang dibentuk pada 2020 memastikan kolaborasi
dengan ilmuwan untuk konservasi habitat.
Inovasi
hijau yang dilakukan PTAR juga menyentuh lapisan masyarakat sekitar. Mengusung program
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), PTAR telah menginvestasikan dana
USD 2,6 juta dari 2018-2024 dan berhasil memberi manfaat bagi 32.696 orang di
15 desa sekitar, termasuk pendidikan untuk 8.293 penerima dan infrastruktur
seperti sumur bor. Tahun 2023 saja, 76 program PPM berhasil membantu 9.407
individu. Belum lagi inovasi seperti Galeri Bagas Silua juga mampu mendukung 31
UMKM lokal, sementara pemanfaatan limbah FIBC menjadi keranjang sampah
menciptakan lapangan kerja.
Dunia
tambang Indonesia sedang berubah: dari eksploitasi konvensional menuju model
hijau yang didukung ESG. Tantangan seperti deforestasi dan emisi tetap ada,
tapi inovasi seperti penggunaan listrik hijau, reklamasi lahan dan pemberdayaan masyarakat sebagai
bagian ESG tetap menjadi misi yang wajib dilakukan secara seimbang. Apa yang
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan oleh PTAR selama ini telah berada
dalam jalur yang benar yakni ikut mengakselerasi keseimbangan antara
kepentingan bisnis dan komitmen berkelanjutan.
Tanpa
perlu bergelimang dengan slogan, PTAR selama ini memberi bukti nyata dengan menerapkan
tata kelola perusahaan berbasis paradigma ESG dan inovasi hijau yang cukup
inspiratif dan perlu mendapatkan apresiasi tinggi. Pesan yang ingin disampaikan
industri pertambangan khususnya oleh PTAR sangat jelas yakni
industri pertambangan bukanlah musuh alam maupun masyarakat melainkan mitra
yang bisa berkembang bersama dan hidup berdampingan. Dengan konsisten berinovasi, sejatinya PTAR tidak hanya menambang emas, tapi juga mendedikasikan "emas"
untuk generasi bangsa ini di masa depan.
Sumber
tulisan
·
Sinaga Y A (2024). Agincourt Resources
shares insights on sustainable mineral extraction. https://en.antaranews.com/news/335349/agincourt-resources-shares-insights-on-sustainable-mineral-extraction,
diakses 4 September 2025
·
Laporan Tahunan PT AGINCOURT RESOURCES
2024. Keunggulan Operasional yang Selaras dengan Alam Mining in Indonesia
(Tambang di Indonesia). (2025). Price Water Couper
·
Artikel “Making ESG the Standard, MMSGI
Builds the Future of Sustainable Mining” https://www.djakarta-miningclub.com/news/making-esg-the-standard-mmsgi-builds-the-future-of-sustainable-mining,
diakses 4 September 2025
·
Status Report of the Coal Sector in
Indonesia (2025). Wuppertal Institut
·
Arifin M T (2025). *Indonesian Mining
2025: Responding to Challenges with Innovation and Protection. https://ligaasuransi.com/en/pertambangan-indonesia-2025-menjawab-tantangan-dengan-inovasi-dan-proteksi/,
diakses 4 September 2025
·
Global Mining Project Spending Outlook
(2025). https://www.e-mj.com/features/2025-global-mining-project-spending-outlook/,
diakses 4 September 2025
·
Chenyuan Zhao dkk (2025). ESG performance,
green technology innovation, and corporate value: Evidence from industrial
listed companies, https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1110016825004065,
diakses 4 September 2025
·
Asep S dkk (2022). Indonesia Green Mining
Industry, Jurnal Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
